Share

Takdir Cinta Sejati
Takdir Cinta Sejati
Penulis: Ae-ri Puspita

Keputusan

Cinta terdengar indah, tapi kadang menyakitkan. Apalagi jika cinta itu sudah tak dapat dipertahankan lagi. Ego dalam menjalani sebuah percintaan, hanya akan berakhir dengan kepedihan. Berbohong dalam menjalani percintaan hanya akan berakhir dengan penyesalan. 

Terus apa yang harus dilakukan? Jawabnya, hanya satu MENGAKHIRI. 

***

Berkali-kali ia menghembuskan napas gusar.

Bukankah itu sebuah pilihan yang berat? Sebuah keputusan yang sama sekali tak ingin ia putuskan, ada ribuan rasa yang tengah berkecamuk dalam rongga dadanya kini. 

Haruskah ia mengambil langkah itu? Tak adakah pilihan lain selain itu? Atau itu adalah teguran untuknya dari Yang Maha Kuasa atas perbuatannya selama ini? 

Airah menggelengkan kepala. Bukankah semua yang terjadi dan yang akan terjadi adalah ketetapan dari yang Maha Kuasa? Tak ada yang bisa menolak barang satu pun. Termasuk dirinya. 

[ Aku sudah ada di luar] Satu pesan masuk. 

Airah membereskan segala peralatan tulisnya, memasukkan ke dalam tas ransel seraya bergegas meninggalkan kelas.

Langkah kaki wanita itu terhenti saat melihat segerombolan pria yang tengah bercanda ria, perhatiannya terpusat pada sosok pria yang berpakaian jaket kain bewarna hitam yang terlihat tengah berbincang dengan salah satu mahasiswa itu.

Mengambil langkah  mundur, mencari jalan lain, walau harus memutari beberapa fakultas. Capek. Tentu saja setiap hari dia  harus melakukan hal tersebut, menghindar.

Bukan tanpa alasan mengapa Airah melakukan itu. Bertemu dengannya hanya akan menggoyahkan keputusan yang sudah wanita itu buat sematang mungkin. 

Samar-samar terdengar seseorang yang memanggil namanya, dan wanita itu pastikan bahwa suara tersebut adalah suara seseorang yang saat ini tak ingin ia temui.

"Airah!"  Terdengar suara Bagas yang semakin mendekat. Membuat langkah kaki wanita itu semakin cepat. Dia bagaikan seekor kura-kura yang tengah berlomba lari dengan seekor kelinci. 

Bagaimanapun seekor kura-kura mempercepat derap langkahnya pasti akan kalah cepat juga.

Bagas mencekal pergelangan tangannya saat kaki wanita itu hendak melangkah keluar gerbang kampus. Entah bagaimana pria ini bisa melihatnya. Bahkan mengejarnya sampai gerbang. 

"Kamu kenapa, sih? Akhir-akhir ini selalu menghindar. Aku punya salah sama kamu?" Airah bergeming tak menanggapi pertanyaan Bagas.

"Airah! Jawab dong!" Suara Bagas naik satu oktaf.

"Maaf, Gas. Aku ingin kita putus," balasannya lirih.

Bagas bergeming menatapnya dengan tatapan tak percaya. 

"Kasih aku alasan, kenapa kamu ingin putus?" Bagas menatapnya nyalang. Mencekal pergelangan tangan wanita itu semakin erat.

Airah balas menatapnya lekat mencoba menahan segala gejolak rasa." Aku mencintai pria lain. Maaf, Gas."

Bagas tersenyum sinis." Kamu pikir aku bakalan percaya. Aku tahu kamu bukan wanita seperti itu, Ra."

"Tapi itulah kenyataannya, Bagas. Aku mencintai pria lain. Aku bermain serong di belakangmu. Aku tidak ingin membohongimu terlalu lama. Itu sebabnya aku mengatakan yang sebenarnya sekarang."

"Buktikan kalau memang kamu sudah tidak mencintai aku lagi."

"Kamu ingin bukti seperti apa?" Airah balik menantang.

Rahang Bagas terlihat mengeras. Wajahnya tampak memerah. 

Lama mereka saling menatap sebelum sebuah suara bariton menyentak keduanya.

 "Airah!" Mereka menoleh melihat seorang pria dengan tubuh atletis yang dibalut jaket kulit menghampiri mereka dengan langkah lebar.

"Lepaskan tanganmu!" titah Adnan menatap tak suka pada Bagas.

Bagas menatap Adnan dengan tatapan yang sama.  "Emangnya Lu, siapa, hah?"

Adnan tersenyum. Melepas paksa cekalan tangan Bagas seraya merangkul pundak wanita itu. Airah bergeming menatap punggung tangan Adnan di bahunya.

 "Airah adalah calon istriku," balasnya dengan nada tenang.

Bagas berdecih" Lo pikir gue percaya?"

"Kamu lihat."  Adnan mengangkat tangan kiri Airah. Memperlihatkan sebuah cincin yang bertengger pada jari manisnya.

 "Minggu depan aku dan Airah akan menikah." Setelah mengatakan itu, Adnan menarik tangan Airah, membiarkan Bagas yang masih bergeming menatap kepergian keduanya.

***

Ratusan pesan dan panggilan dari Bagas tak satu pun yang ia balas. Keputusan wanita itu sudah bulat, dia ingin mengakhiri hubungan mereka. Hubungan terlarang yang tak sepatutnya terjalin.

Malas berdebat dengan hati dan logika, Airah memutuskan untuk mengambil wudhu menenangkan jiwanya yang bergejolak.  Mengambil mushaf, membacanya dengan tartil penuh kekhusyuan.

Hingga bacaannya terhenti  pada salah satu ayat .

Artinya: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang kembali kepada-Nya. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." ( QS. Al-Baqarah [2] ayat 155 - 157 )

Tak terasa air matanya mengalir hingga jatuh membasahi mukena yang ia kenakan. Apakah ini sebuah teguran untuknya atas dosa yang selama ini sudah ia perbuat? 

Airah meraih benda pipi yang ia simpan di atas kasur saat mendengar sebuah pesan masuk. Dia mencoba abai tapi pesan itu berkali-kali masuk membuatnya mau tak mau membukanya. 

[Aku ada di luar] 

[Airah, aku tidak akan pergi dari sini, sebelum kamu keluar]

[Jangan pernah berfikir aku akan memutuskan hubungan sepihak ini]

Airah terperanjat kaget saat mendengar bunyi ketukan pintu, membuatnya harus mengakhiri bacaan pesan yang Bagas kirim.

 "Belum tidur, Nak?" tanya sang Ibu saat ia membuka pintu kamar.

Airah tersenyum." Belum, Bu."

Wanita yang  paling Airah sayangi itu tampak menghela napas panjang." Apa tidak sebaiknya kamu temui dia?”

Airah menggeleng. " Sudah tidak ada yang perlu dibahas, Bu."

Sang Ibu mengambil kedua tangan Airah seraya menggenggamnya dengan lembut. " Ibu tahu ini berat untukmu, Nak. Ibu--"

"Bu!" Panggilnya. Sintia mendongak dengan bulir bening yang berjatuhan.

 Airah melepaskan genggaman tangan Ibunya, seraya menghapus air mata yang berjatuhan dari pelupuk mata wanita yang telah melahirkannya itu. 

 "Aku akan menemuinya."

Sintia mengangguk, tersenyum." Bicaralah! Dan akhiri semuanya dengan baik-baik."

Airah mengangguk dan lekas menemui pria itu.

Dia menghela napas panjang saat melihat Bagas yang tengah bersandar pada mobilnya.

 "Bagas!" Pria itu mendongak. Berlari memeluk tubuh mungil Airah. 

  "Aku rindu," bisiknya. 

Airah menahan gejolak asa yang tengah berkecamuk. Menahan tangis yang hendak keluar. Airah juga rindu. Rindu dalam dekapan pria itu, ada rasa nyaman saat bersamanya. Walau dia yakin ini mungkin akan menjadi pelukan terakhir mereka. 

Bagas merenggangkan pelukannya. Menatap wanitanya sambil tersenyum. Kedua mata pria itu tampak sembab. 

Apa dia habis menangis? 

 "Aku punya sesuatu untukmu, Ra. Tunggu sebentar, ya?" 

Bagas berlari menghampiri mobilnya. Tak berselang lama ia kembali membawa sebuah kado di tangannya.

"Besok adalah Anniversary kita yang ke 4. Aku tidak mau melewatkan momen bahagia kita. Aku--"

 "Mari akhiri semuanya Bagas."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status