Share

part 3

Kepedihan hati Anisa

Sakit hati ini mendengar ucapan Mas Bagas. Aku akui hari ini sangat payah, seharian sungguh panas apalagi mengerjakan pekerjaan rumah yang cukup banyak dan menguras energi. Badanku gemuk jadi lebih cepat mengeluarkan keringat jika beraktivitas.

Selesai berkutat di dapur dan menghidangkan makan malam kesukaan Mas Bagas, rencananya aku hendak mandi. Telinga ini mendengar suara deru sepeda motornya memasuki halaman rumah, hati sangat ini bahagia. Sebagi seorang istri aku tentu harus menyambut suami saat pulang bekerja. Segera aku melangkah keluar dan membukakan pintu untuk Mas Bagas. Senyum ini mengembang mengetahui suami pulang dengan selamat.

Tangan ini ku ulurkan untuk mencium tangannya, namun tanganku ini langsung ditepisnya demgan kasar oleh Mas Bagas. Mas Bagas memang tak pernah mau menerima uliran tanganku yang hendak mencium punggung tangannya seperti istri-istri lainnya, namun ia tak pernah menepisnya seperti ini.

Ucapannya sungguh menusuk hatiku. Apakah dia tak sadar akan ucapan yang ia lontarkan barusan. Didalam dada ini ada yang berdenyut perih mendengar hinaan terlontar dari mulut seorang yang berstatus sebagi suamiku.

Sore ini aku memnag belum mandi dan masih berkeringat, penampilanku juga acak-acakan saat menyambut Mas Bagas. Biasanya ketika Mas Bagas pulang aku sudah rapi, bersih dan wangi. Walaupun wangi sabun mandi saja, itupun sudah cukup bagiku.

"Mas, maaf aku memnag belum mandi, tadi pekerjaan rumah banyak. Ini lagi mau mandi tapi...." .

"Cukup, Nis. Jangan buat aku tambah mual. Sudah keluar dari kamar ini." usir Bagas dan langsung demgan cepat mendorong Anisa keluar kamar.

"Mas.... Mas aku mau ambil baju."

"Agrrh cepat ambil bajumu lalu keluar dari kamar. Aku mau istirahat."

"Anisa. Bisa gak sih gak buat keributan didalam rumah. Bagas baru pulang bekerja, jangan ganggu dia." seru Bu Mutia yang keluar dari kamarnya.

"Ma.. maaf, Bu. Aku hanya menyambut suamiku pulang kerja."

"Menyambut? Apa dengan pakaian seperti ini? Penampilan seperti ini? Disana ada kaca dan mengacalah. Lihatlah pantulan dirimu ini disana." tunjuk Bu Mutia pada sebuah lemari yang kacanya memanjang hingga bawa sehingga bisa untuk bercermin setiap orang.

Seketika aku menoleh kearah lemari yang ditunjuk sang mertua. Betapa terkejutnya melihat penampilannya sendiri saat ini.

Penampilanku menag kacau balau, aku tersenyum getir melihat penampilanku saat ini. Bahkan Mas Bagas juga ikut tertawa mengejek akan penampilan buruk ku. Aku seperti ini juga karena mengerjakan pekerjaan rumah. Mengapa mereka menertawakan aku?

Dada ini semakin sesak dan perih, mengapa mereka tak menghargai ku sedikitpun. Apa karena aku wanita dari kampung tak pantas di cintai dan diharga?

Pernikahanku dan Mas Bagas sudah hampir 2 tahun, namum sikapnya masih sama saja sejak awal menikah. Kurang apa aku ini? Jujur melihat wanita kemarin di pesta pernikahan anak Bude Sari membuatku semakin iri. Selama ini aku sudah berusaha untuk diet, namun gagal dan gagal selalu ku dapatkan. Bahkan pekerjaan rumah yang menguras tenaga juga tak mampu untuk menurunkan bobot tubuh ini.

"Bu.. penampilanku memnag buruk saat ini, tapi Ibu tahu kalau seharian ini aku mengerjakan tugas semaunya. Bahkan aku belum beristirahat sedikitpun. Mengapa Ibu dan Mas Bagas tak menghargai aku. Aku istrimu, Mas. Aku juga menantu dirumah ini." ucapku secara sadar dengan air mata yang terus mengalir.

"Ya, kamu memang menantu perempuan dirumah ini. Namun kamu bukan menantu idamanku. Aku terpaksa karena Almarhum ayahnya Bagas. Bukankah tugas menantu dirumah mertua adalah membantu meringankan beban mertuanya? Lagian kamu juga tak kekurangan apapun dirumah ini? Ini juga tugas kamu sebagi seorang istri. Mau kamu bagaimana? Uangkang- ungkang kaki?"

Perkataan Bu Mutia ada benarnya juga, aku adalah seorang istri dan paham akan tugas istri selama dirumah. Aku juga bukan wanita karir yang harus menyewa pembantu untuk mengerjakan tugas rumah. Bahakan Ibuku saja selalu melayani ayah dengan baik. Walau sedang sakit Ibu akan tetap memberi melayani yang terbaik untuk ayah, tetap membereskan rumah dan lainnya.

"Maaf, Bu." lorihku dan berpaling dari hadapan Ibu.

Dengan membawa kepedihan di hati, aku memilih berlalu dari hadapan Ibu dan juga Mas Bagas. Tangisan ini pecah kala sudah masuk kedalam kamar mandi. Ya, tempat inilah yang selalu menjadi saksi tumpahnya air mata kepedihan di hati.

Mengapa nasibku seperti ini? Mengapa aku harus mengalami hal semenyakitkan ini? Mengapa dan mengapa selalu ada di benakku? Bukan inginku untuk memiliki tubuh gemuk dan tak terawat. Ingin menghilangkan jerawat dimuka ini saja susah dan bingung. Dari mana aku dapat uang untu perawatan kalau semua uang diatur Ibu. Mas Bagas juga tak memberikan aku uang sebagai pegangan sama sekali.

****************************

Pagi ini seperti biasa aku memulai aktivitas kerja dirumah. Mukai dari menyapu halaman hingga nanti beberes didalam rumah. Rumah mertuaku cukup luas, jadi hanya pagi hari saja aku menyapu halaman. Hati dan pikiran ini mukai kembali tenang pasca perdebatan kemarin sore.

Usai menyapu aku akan lanjut memasak sarapan untuk keluarga ini. Mbak Wulan kemarin pesan untuk membaut soto daging untuk sarapan. Tentu semaunya sudah aku siapkan sejak tadi.

"Nis, nanti buatkan makanan enak dalam porsi banyak. Akan ada tamu kerumah malam ini." ucap Bagas dengan ekspresi datarnya.

"Baik, Mas. Nanti akan aku buatkan." jawab Anisa sambil tersenyum.

Walau lagi dan lagi tia diacuhkan Bagas, tapi sebisa mungkin dirinya tetap berbakti pada Bagas. Dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya, Anisa menatap kepergian Bagas untuk bekerja.

"Aduh."

"Makanya jangan ditengah jalan! Dasar gendut, ot@k itu dipake." omel Nana yang mana ia juga akan pergi ke kampusnya.

Tanpa memperdulikan Nana Anisa memilih untuk masuk dan melanjutkan aktifitas kerjanya. Perut yang perih membuat Anisa memutuskan untuk sarapan, ia baru ingat sebenarnya sejak kemarin belum makan sama sekali, hanya sesekali minum⁷ selama mengerjakan tugas yang diberikan oleh sang Ibu mertua.

Bruk...

"Aduh."

Ya, Bu mutia melemparkan sprei bahkan gorden- gorden kotor ke arah Anisa yang sedang menikmati sarapannya.

"Cuci semaunya ganto yang baru. Aku mau semaunya rapi, wangi dan bersih. Hari ini ada tamu penting. Jangan buat ulah atau kamu akan mendapatkan hukuman lebih berat."

Anisa segera memunguti kain-kain itu dan segera merendamnya untuk dicuci. Hari ini pekerjaannya lebih banyak dari bIsanya. Ia juga tak mau mengecewakan sang suami jika nanti tamunya datang kerumah ini.

"Semangat Anisa, kamu pasti bisa. Jangan mengecewakan suami kamu, buat dia bangga memiliki kamu. Apalagi ini adalah tamu penting, siapa tahu suami kamu akan luluh juga nantinya." Lirih Anisa yang menyemangati dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status