Share

1. Kamu Masih Kecil, Yuri


"Ma, aku boleh tanya?" Yuri, gadis berdarah campuran dengan surai hitam itu bertanya pada Mamanya di depan teras rumah.

"Hm?" Wanita paruh baya yang sedang menyeruput secangkir teh itu menjawab.

Tidak ada yang spesial dengan hari ini. Hanya hari libur biasa yang anak-ibu itu habiskan di dalam rumah. Family time sederhana. Sang kepala keluarga sedang berada di luar negeri sehingga membuat mereka berdua tidak berniat pergi kemana-mana.

"Aku boleh ngelakuin sesuatu?"

"Kamu udah gede, Yuri. Mama nggak akan ngelarang-ngelarang kamu ngelakuin sesuatu kecuali yang berbahaya."

"Bukan gitu, Ma...."

"Terus?"

"Aku ... aku pengen nikah."

Uhuk!

Mama menaruh cangkirnya, batuk-batuk karena tersedak. Wanita itu melotot ke arah Yuri, menyentuh dahinya dengan punggung tangan beberapa saat kemudian. "Kamu sakit?"

Yuri mendesah lelah. "Aku sehat, Ma. Aku nggak sakit. Aku cuma pengen nikah."

"Kamu lagi suka orang apa gimana? Kenapa mendadak? Kamu masih kecil, Yuri. Gimana kuliahmu nanti?" Mama langsung menyerangnya dengan berbagai pertanyaan.

Yuri menghembuskan napas sebal. "Padahal Mama baru aja bilang aku udah gede." Yuri mengerucutkan bibir. "Lagi pula aku udah 20 tahun, Ma. Dua tahun lagi aku bakal wisuda. Aku beneran pengen nikah."

Mama memijat keningnya pening. Beberapa detik kemudian ekspresinya berubah. "Jangan bilang.... Yuri, kamu hamil?! Astaga... Bilang ke Mama siapa yang ngehamilin kamu!"

Yuri lagi-lagi mendesah lelah. Ia menekuk wajah sebal. "Aku nggak hamil, Ma. Anak Mama nggak segampangan itu tidur sama cowok meskipun pacar sendiri."

"Terus..." Mama menghela napas sejenak, menormalkan emosi yang hampir meledak. "Pacar kamu sekarang siapa?"

Yuri menggeleng.

"Maksudnya apa? Kenapa geleng-geleng kepala?"

"Aku nggak punya pacar." Yuri menjawab sekenanya.

"Astaghfirullah, Yuri... Terus kamu mau nikah sama siapa, Sayang?" Mamanya sekarang sungguhan darah tinggi. Sepertinya Yuri sukses membuat wanita itu emosi pagi-pagi.

"Nah itu masalahnya. Aku nggak tahu mau nikah sama siapa."

Mama menatapnya tak percaya.

Yuri mendempet wanita paruh baya di sebelahnya, memberi tampang memelas. "Aku boleh nikah kan, Ma? Aku udah siap nikah serius. Tapi bantuin aku sesuatu."

"Apa lagi?" Mamanya menjawab frustasi.

"Bantu aku cari suami, ya, Ma?"

"Hah?" Mama melototkan mata, menatap dirinya antara sebal dan tidak percaya. "Kamu anak siapa sih, Yuri?!"

Yuri hanya nyengir kuda. "Anak Mama Papa lah. Masa anak tetangga sebelah."

"Emangnya kamu udah siap hamil? Udah siap ngurus ini itu? Ngurus suami, ngurus rumah? Mama nggak yakin, Yuri. Kamu aja masih manja nggak karuan."

Yuri terdiam sejenak, bertanya, "Emang nikah harus hamil? Lagian kan enak Mama bisa bebas dari aku yang manja. Aku gantian manja-manja ke suami," katanya, tersenyum membayangkan hal-hal indah.

Mama menghela napas, menatap iba ke arahnya. "Kamu pikir nikah cuma buat manja-manja? Nikah itu tanggungjawabnya berat, Sayang. Apa lagi kamu masih sekolah. Mama tambah nggak yakin sama kamu."

"Terus?" Yuri bertanya memastikan.

"Kamu nggak boleh nikah."

Bersambung.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status