Share

Empat

Happy Reading and Enjoy~

Arthur tidak tau apakah perbudakan tempat Nathalie berada memaksa mereka makan dengan gaya anjing atau tidak, tapi melihat bagaimana Nathalie makan sepertinya tempat itu memang mengajarkan budak-budak mereka makan dengan gaya hewan. 

Setelah memandikan dan memakaikannya baju, Arthur menghidangkan makanan yang langsung dilahap Nathalie dengan rakus. Gadis itu meletakkan piringnya di lantai lalu makan langsung dengan menggunakan mulutnya, mengabaikan sendok beserta garpu yang tersedia.  

Sadar bahwa Arthur memperhatikannya, gadis itu menatap Arthur sengit bercampur takut. Seolah-olah Arthur akan mengambil makanan gadis itu. 

Nathalie sendiri memilih membawa piringnya menghadap ke arah lain, memunggungi Arthur. 

Arthur meringis, ia merasa punya hewan dalam wujud manusia. Dia berjalan mendekati Nathalie, berjongkok di hadapannya sembari tersenyum lembut. 

''Aku tidak akan mengambil makananmu, kau boleh makan sesukamu kapanpun kau mau. Aku akan mengajarimu bagaimana caranya makan dengan benar.''

Arthur mengambil piring Nathalie yang berada di lantai, membawanya kembali ke meja makan lalu mengedikkan dagunya untuk menyuruh Nathalie duduk di atas kursi. 

Dia mengacak rambut Nathalie pelan sebelum melangkah ke kursinya sendiri. Arthur mengambil sendok beserta garpu, mengangkatnya untuk memperlihatkan pada Nathalie.

''Ini sendok, dan ini garpu. Kau harus memakainya saat makan, seperti ini—"

Nathalie tidak mengikutinya, gadis itu memperhatikannya dengan kedua mata membesar. Dahinya berkerut sebelum wajahnya perlahan tampak berbinar. Seolah-olah dia sudah mengingat apa yang pernah dilupakannya. 

Meskipun masih terlihat kaku, tapi Nathalie menggunakan sendok beserta garpu dengan baik. Tidak perlu membuang waktu lebih lama lagi, dia kembali melanjutkan makannya. 

Mengenakan sendok bukan membuatnya terlihat anggun. Tetap saja beberapa nasi berserakan di sekitar ujung piringnya, bahkan ada beberapa yang terjatuh di atas meja.

Arthur terkekeh pelan, ia berjalan mendekat ke arah Nathalie, memperhatikannya beberapa detik sebelum mengelus lembut rambut gadis itu untuk membuatnya mendongak. 

''Kau seperti bayi baru lahir.'' 

Ia menunduk untuk mengecup ujung bibir Nathalie sebelum membersihkan sisa-sisa makanan yang berada di sana. 

''Aku senang kau menghabiskan semuanya. Bahkan makan dengan lahap, tapi aku ingin kau memperbaiki cara makanmu.'' 

Arthur menangkup kedua pipi Nathalie, menatapnya dalam. 

''Aku ingin dalam seminggu kau memperbaiki apa yang pernah dirusak oleh mereka. Tapi jika hal itu membuatmu mengingat siapa dirimu sebelum menjadi budak, maka aku akan membawamu kembali ke sana.''

Ia tersenyum singkat. Menyelamatkan dan mengajarkan Nathalie sudah lebih dari cukup untuk gadis itu. Katakan secara tidak langsung ia tetap saja mengekang Nathalie.

Singkatnya, Arthur ingin membuat Nathalie tetap berada di sisinya sampai kapanpun. Tidak peduli jika suatu saat nanti dirinya menikah, ia akan membawa Nathalie tinggal bersama istrinya kelak. Satu hal yang pasti, Arthur tidak akan membiarkan Nathalie menyukai orang lain, itu akan membuat gadis itu memberontak dan meninggalkannya. 

Dirinya egois? Tentu saja tidak, karena itulah arti budak sesungguhnya. Mengikuti tuannya sampai hembusan napas terakhir. 

Nyatanya, tidak ada manusia di dunia ini yang membantu tanpa mengharapkan imbalan. Semua punya sisi buruk, tergantung bagaimana cara mereka mengelola sikap. Dalam masalah ini, Arthur memilih bersikap buruk dengan kebaikan semu. 

Nathalie hanya menatapnya dengan dahi berkerut, tapi saat ia mengerti arti 'sana' yang di maksud Arthur kedua matanya seketika membesar. Gadis itu menggeleng takut, meremas kemeja Arthur dengan tatapan memohon. 

Arthur tersenyum lebar sebelum menggendong tubuh Nathalie. Membawanya ke kamar, sebentar lagi dokter akan datang untuk memeriksa keadaan gadis itu. 

Keputusan yang bijak menyuruh dokter wanita memeriksa Nathalie. Melihat wajah budaknya yang cantik dan tubuhnya yang putih, lelaki manapun pasti akan tergoda. Sejauh yang pernah dijual di pelelangan, Nathalielah yang tercantik. 

Arthur menangkup payudara Nathalie, mengukur ukurannya melalui tangannya. Tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Mungkin jika tubuh gadis ini sedikit lebih gemuk, payudaranya akan membesar. Arthur mengerutkan dahinya, sepertinya bokong gadis ini juga kehilangan dagingnya. 

Ia mengangkat Nathalie, membuat gadis itu berdiri lalu menangkup bokong Nathalie dengan satu tangannya. Meremasnya pelan sebelum tersenyum puas. Seperti yang sudah diduga, bokongnya dan payudaranya bisa bertambah jika Nathalie menambah berat badannya. 

Nathalie tidak memberontak, tapi kedua matanya membesar. Ia bergerak gelisah, tidak nyaman atas perlakuan Arthur. 

Hampir saja ia lupa, meskipun diam dan menerima semua perlakuannya. Nathalie memiliki pikiran dan reaksi, gadis itu mengenali perbuatan kasar dan tidak senonoh orang lain padanya. Meskipun tidak terlalu kentara, Arthur melihat semburat merah samar di pipi gadis itu. 

Ia menaikkan alisnya sebelah, apa gadis itu malu? 

Senyum miring terlukis di bibirnya, Arthur memainkan tangannya yang berada di bokong Nathalie. Ia ingin melihat reaksi gadis itu. 

Nathalie bergerak tidak nyaman, gadis itu menggigit bibir bawahnya. Kedua tangannya meremas lengan Arthur, sementara matanya bergerak gelisah. Seolah-olah bertanya apa yang telah terjadi padanya, dan bagaimana cara mengakhirinya. 

Sebelah tangannya mengusap bibir bawah Nathalie. 

''Jangan menggigitnya, kau bisa menyakiti dirimu sendiri.''

Arthur terkekeh pelan, ia seperti menggoda anak kecil. Dan entah kenapa sepertinya menarik membuat gadis ini kebingungan dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. 

Ia mendaratkan bibirnya pada bibir Nathalie, menggodanya dengan kecupan-kecupan kecil sebelum berpindah pada leher jenjang gadis itu. Dapat dirasakan tubuh Nathalie menegang, remasan gadis itu pada lengannya semakin menguat. 

''Kau suka?'' 

''Kau ingin aku berbuat lebih?''

''Kalau kau tidak menjawab, itu berarti kau menyetujuinya.''

Arthur masih menciumi leher Nathalie dengan kecupan-kecupan kecil. 

Sebelum menjauhkan wajahnya, ia menghisapnya dengan kuat. Membuat tanda kissmark di leher putih gadis itu. 

Arthur menatap wajah memerah Nathalie dengan puas, napas gadis itu terputus-putus. Ia menangkup kedua pipi Nathalie.

''Kau belum berbicara sejak aku membawamu. Coba ucapkan namaku, Arthur.''

Nathalie menggeleng. 

''Ucapkan.''

Tetap menggeleng. 

''Ucapkan atau kupulangkan ke tempat itu.'' Arthur memaksa. 

Nathalie menunduk, tapi kedua tangan Arthur menahannya. 

''Ucapkan.''

Menelan ludah dengan susah payah. Gadis itu membuka bibirnya dengan ragu-ragu, lalu menutupnya lagi. 

''Ucapkan.''

''A ... Ar ... Art ... Thur.''

Arthur tersenyum lebar, ia mengecup dahi Nathalie. 

''Gadis pintar. Ucapkan lagi dengan lancar, aku ingin mendengarnya.''

Nathalie menggelengkan kepalanya kuat-kuat. 

''Kau bisa, Sayang. Ayo ucapkan.''

''Ar ... Thur.''

''Lagi.''

Nathalie memundurkan tubuhnya, menggeleng kuat-kuat dengan kedua mata berair. Hanya menunggu waktu sampai kedua mata itu penuh air dan siap-siap terjatuh. 

Arthur menghela napas, tangannya membelai rambut Nathalie lembut.

''Ayo ucapkan, kau pasti bisa. Aku berjanji tidak akan membawamu ke tempat itu lagi jika kau berhasil mengucapkan namaku dengan lancar.''

Nathalie tidak bergerak, tidak menggeleng. Gadis itu berdiri dengan tubuh kaku. 

Arthur mengangkat jari kelingkingnya. 

''Aku berjanji.''

Melihat Nathalie menatap tangannya dengan bingung, Arthur membawa jemari Nathalie lalu memilih mengaitkan kelingking gadis itu ke kelingkingnya. 

''Kau mau tinggal denganku selamanya, kan?''

Nathalie mengangguk.

''Kalau begitu ucapkan namaku dengan lancar.''

''Arthur.''

Ia terkekeh senang. Ternyata seperti ini perasaan pemilik saat melihat hewan peliharaannya melakukan apa yang diajarkannya. 

''Aku suka kau menyebut namaku.'' Arthur mengecup ujung hidung Nathalie. 

''Aku akan membuka pintu, dokter yang akan memeriksamu sudah datang.''

Baru saja ia melangkah, Nathalie menahan lengannya. Menggeleng ketakutan saat menyadari Arthur akan pergi meninggalkannya. 

''Aku tidak akan lama, aku akan kembali lagi.''

Nathalie terisak. Gadis itu menggeleng kuat-kuat. 

Ia mengecup kedua pipi Nathalie. ''Sebentar saja.''

Cukup lama sampai akhirnya Nathalie mengangguk. Gadis itu meringkuk di kepala ranjang, memeluk tubuhnya. Arthur menghela napas perlahan sebelum melangkah pergi membukakan pintu untuk dokter Irene. 

Bersambung~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status