Happy Reading and Enjoy~
Nathalie semakin beringsut di balik bahu Arthur. Menatap takut ke arah lelaki bermanik abu di hadapannya. Kedua tangannya meremas jas Arthur hingga kusut.
Arthur menghela napas. ''Bisakah kau tidak memperhatikannya. Lihat, dia bahkan seperti kelinci yang ketakutan.''
''Kau yakin dia bukan mata-mata yang dikirim musuh padamu? Biasanya musuh mengirim wanita yang terlihat lugu dan polos untuk membuat orang-orang seperti kita merasa kasihan.'' Allard berdecih, menatap tidak suka ke arah Nathalie.
''Aku membelinya langsung saat pelelangan, bagaimana bisa dia mata-mata. Lagipula klub David's terkenal dengan pelayanan dan transaksinya.''
Allard mengangkat kedua bahunya dengan gaya acuh tak acuh.
''Mungkin aku yang terlalu khawatir. Aku akan menyuruh pelayan mengantar makan padanya di depan pintu. Aku bahkan belum pernah menunjukkan ruangan itu pada bawahanku selain Grey.''
Arthur berdecak. ''Jangan mempersulitnya. Jika kau tidak meminjamkan ruanganmu, maka aku juga tidak mau membantumu.''
Dengan bersungut-sungut Allard melangkahkan kakinya menuju perpustakaan dan Arthur mengikuti. Di sana, tepat di balik jejeran rak yang tersusun rapi, ada jalan menuju ruang bawah tanah miliknya. Tempat Allard menghabiskan waktunya untuk menenangkan diri.
Tempat persembunyiannya dari dunia luar. Tempat Allard menjadi gila. Dan kini, hanya demi seorang budak Allard menyewakan tempat rahasianya. Arthur bahkan mengancam tidak mau membantunya demi mendapatkan tempat tinggal untuk budak kesayangannya.
Benar-benar tidak masuk di akal. Diam-diam Allard berjanji tidak akan menjadi bodoh seperti Arthur. Yang diperbudak dengan budaknya sendiri.
''Aku tahu kau sedang menyumpahiku,'' ucap Arthur ketika mereka baru saja sampai di depan pintu batu ruangan bawah tanah milik Allard.
Lama berteman dengan Allard sudah cukup membuat Arthur paham sifat temannya itu. Jika di hadapan kolega bersikap manis, jika di depan pengkhianat bagai iblis. Di depan para wanita yang dikencaninya sendiri Allard cukup kejam, lelaki itu bahkan bisa membunuh tanpa menyentuh.
''Aku memang menyumpahimu. Pintu ini tidak perlu dikunci, kau cukup menutupnya saja. Ini terlalu berat, aku yakin dia tidak bisa membukanya,'' kata Allard sebelum berbalik pergi.
Tidak mau berbasa-basi menjelaskan lebih lanjut kelebihan dan kekurangan ruangan bawah tanah miliknya. Arthur mendengus, lalu tersenyum ke arah Nathalie yang diam-diam menghembuskan napas lega setelah Allard pergi.
''Kau takut dengannya?'' tanya Arthur lembut.
Nathalie langsung mengangguk, matanya bersinar seolah ia ingin bercerita lebih banyak tentang alasannya tidak menyukai Allard, tapi yang berhasil terucap hanya sepatah kalimat yang terputus-putus.
''Se-seram! Di-dia seperti al-algojo.''
Arthur terbahak hingga tubuhnya berguncang pelan. Ia tau gadis itu bicara apa adanya. Andai saja Allard tahu apa yang dikatakan Nathalie tentang dirinya, akan jadi seperti apa reaksinya.
Dengan gemas Arhur mencubit pipi Nathalie hingga membuat gadis itu mengaduh kesakitan.
''Akan kusampaikan padanya bahwa kau menghinanya.'' Arthur berbisik menakuti.
''Dia akan mendatangimu dan memukulmu,'' tambahnya lagi.
Seketika Nathalie langsung mengerucutkan bibirnya, gadis itu merapatkan tubuhnya ke arah Arthur. Memeluk Arthur erat-erat lalu menangis terisak sembari menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
Arthur terdiam, tidak menyangka reaksi Nathalie akan seperti ini. Mungkin gadis itu membayangkan beberapa algojo yang pernah memukulinya. Apakah Nathalie membayangkan Allard sebagai algojo yang akan memukulinya?
Bukannya merasa kasihan, Arthur malah semakin terbahak. Semenyeramkan itukah sosok Allard di mata Nathalie?
Tetapi seakan tersadar Arthur langsung terdiam. Kondisi Nathalie belum sembuh sepenuhnya, tidak seharusnya ia menakuti gadis itu.
Ia langung mengusap punggung Nathalie. ''Aku hanya bercanda. Dia tidak akan memukulmu, berhenti menangis, hm?''
Nathalie menyerahkan jari kelingkingnya, meminta agar Arthur menyambutnya.
''Kau ingin aku berjanji? Untuk apa?''
Gadis itu menunjuk dirinya sendiri lalu kemudian menunjuk Arthur, sebelum akhirnya menunjuk jalan pulang.
Arthur mengerut dahinya, mencoba mencerna maksud Nathalie.
''Kau ingin aku berjanji untuk menjemputmu?''
Nathalie mengangguk kuat-kuat dengan wajag murung.
''Ka-kau tidak mem-membu-angku, kan?''
''Tentu saja tidak, dari mana kau dapat pikiran seperti itu.''
Arthur mendaratkan kecupan di ubun-ubun Nathalie, layaknya seorang ayah yang ingin meninggalkan putrinya.
''Aku pergi cukup lama, tapi aku tidak membuangmu. Aku akan menjumputmu lagi. Kau harus mandi dan makan, kau ingat apa-apa saja yang harus dilakukan ketika mandi, kan?''
Gadis itu mengangguk antusias.
''Kau harus belajar menggunakan sendok dan garpu. Aku ingin setelah menjemputmu nanti kau sudah bisa makan dengan rapi. Kalau kau tetap tidak bisa, mungkin aku akan berpikir ulang untuk membawamu.''
Biasanya anak kecil akan cenderung melakukan apa yang dikatakan jika diberi ancaman. Hal ini diterapkan oleh Arthur.
''Kalau begitu, aku pergi dulu.''
Arthur mendekat, memberi kecupan hangat di pipi Nathalie. Gadis itu hanya menatapnya dengan pandangan khawatir dan gelisah.
Nathalie tidak benar-benar masuk ke dalam ruangan Allard sebelum melihat sosok Arthur lenyap di kegelapan. Meninggalkannya sendiri di ruangan asing.
Seharusnya ini yang diinginkannya. Berada dalam kegelapan karena dirinya memang sudah terbiasa akan hal itu, tapi mengapa saat berada di ruangan ini dadanya terasa sesak. Nathalie ingin berada di tempat Arthur, tidur dengan aroma lelaki itu.
Setidaknya mencium aroma lelaki itu bisa membuatnya nyaman. Ruangan ini mempunyai aroma yang berbeda, dan Nathalie tidak menyukainya. Tapi Arthur sudah pergi jauh, ia tidak bisa mengejar lelaki itu. Yang bisa dilakukannya hanya menunggu diam di dalam sini.
Nathalie benci hal ini, tapi dia ingin menangis sekuat-kuatnya. Padahal sejak memasuki neraka itu ia sudah berjanji tidak akan mempercayai siapapun. Nyatanya kini dirinya menggantungkan kembali nasib hidupnya di tangan lelaki yang tidak dikenalnya.
Mungkin suatu saat nanti Arthur juga bisa berubah menjadi orang yang menyeramkan, sama seperti para algojo yang menyiksanya. Tetapi saat ini Nathalie memilih untuk menikmati apapun yang diberikan lelaki itu.
Lalu untuk sekarang, sebaiknya ia belajar bagaimana caranya menjadi gadis yang baik agar Arthur tetap menjadi dirinya yang sekarang. Memperlakukan Nathalie dengan baik.
Nathalie mengepalkan tangannya lalu mengarahkannya ke udara.
Ia akan berusaha sebaik mungkin, hingga nanti ketika Arthur menjemputnya ia bisa menunjukkan kemampuannya pada lelaki itu.
Ia harus bisa makan menggunakan sendok dan garpu!
Lalu ia juga harus rajin mandi!
Dan yang terakhir ...
Nathalie harus belajar bagaimana caranya berbicara. Arthur pasti tidak suka melihat dirinya yang hanya diam jika lelaki itu mengajaknya berbicara.
Pertama-tama, Nathalie harus belajar mengucapkan nama lelaki itu tanpa tergagap.
''Aa-art ...''
Ya Tuhan! Bahkan ketika dirinya sendiri di dalam kegelapan seperti inipun bisa merasa gugup.
Selama ini omongannya tidak pernah di dengar, ketika ia mencoba berbicara maka para algojo itu langsung menghukumnya. Memberinya minuman pahit yang langsung membuat kepalanya sakit luar biasa, lalu setelah itu ia lebih sering diam tanpa memikirkan apapun.
Yang harus dilakukannya bukan berbicara, tapi menghilangkan kegugupan dan rasa takutnya. Arthur pasti suka mendengarnya berbicara, Arthur juga pasti mau mendengarkan pendapat dan keluhannya. Arthur berbeda, lelaki itu tidak sama dengan para algojo. Seharusnya Nathalie mencantumkan hal itu, tapi tetap saja nyatanya tidak seindah keinginannya.
Nathalie terududuk di lantai, memeluk kedua lututnya erat-erat.
''A-r ... Art-hur.''
Ia kembali berlatih mengucapkan nama lelaki itu dengan lancar.
''Je-mput.''
Nathalie tersenyum.
''A-arthur ... je-jem-put a-a ... aku.''
Bersambung....
Happy Reading and Enjoy~Nathalie meringkuk di sudut kamar, punggungnya menyentuh ranjang. Ia sudah melakukan semuanya, sudah belajar lebih baik lagi.Bahkan dirinya sudah bisa makan tanpa berserakan, ia juga sering mandi. Semua sudah dilakukannya, tapi kenapa Arthur masih belum menjemputnya?Nathalie menyentuh lantai marmer ruangannya dengan jari telunjuk, membentuk lingkaran secara berulang-ulang. Ia mengerutkan dahi mendengar langkah kaki yang mendekat.Gelap dan sendiri membuatnya peka terhadap bunyi. Ini bukan jadwal makan, tapi mengapa ada orang yang datang? Apa mungkin itu Arthur?Ketika memikirkannya ia tersenyum lalu berdiri, berlari ke arah pintu dan mengintip dengan antusias. Lalu seketika senyumnya padam, Nathalie tidak mengenal orang itu. Bahkan pakaiannya tidak seperti pakaian yang biasa mengantarkan makanan padanya.Lalu siapa
Happy Reading and Enjoy~ ''Selamat ulang tahun, Nathalie.'' Nathalie tersenyum lembut, gadis itu menoleh ke arah kekasihnya. ''Kau menyiapkan semua hadiah ini untukku?'' tanyanya dengan suara pelan. Tom mengangguk lalu mengecup dahi Nathalie dengan sayang. ''Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu senang.'' Waktu itu ulang tahunnya yang ke-25. Tepat saat Tom ingin melamarnya. Suasanya cukup meriah hingga tidak ada yang sadar semabuk apa Nathalie pada malam itu. Para tamu juga mabuk dan tidak terlalu menyadari apa yang terjadi. Nathalie sendiri sudah berdiri dengan kepala berdenyut, langkahnya menjadi tidak stabil. Gadis itu datang ke kamar yang sudah dipesan Tom untuk merayakan ulang tahun kedewasaannya. Seperti janjinya pada lelaki itu, ia akan tidur dengan Tom tepat pa
Happy Reading and Enjoy~Kedua mata gadis itu berbinar saat mereka memasuki toko boneka. Arthur sudah memesannya, toko itu harus kosong sebelum mereka sampai. Nathalie pasti tidak bisa berada di tempat ramai.Tanpa mempedulikan Arthur, gadis itu berlari menuju boneka beruang yang besar. Boneka yang bahkan lebih besar dari tubuhnya sendiri. Nathalie menoleh ke arah Arthur dengan senyum lebar.''A-aku m-mau ini,'' katanya semangat.Arthur tersenyum. ''Hanya itu? Kau bisa membeli boneka lain jika kau mau.''Nathalie buru-buru menggeleng. ''A-aku hanya m-mau yang ini.''Gadis itu terdiam, men
Happy Reading and Enjoy~Arthur terdiam menatap wanita cantik yang berdiri di dalam apartemennya, di gendongannya ada Nathalie yang terlelap.''Mom,'' sapanya pelan. Tidak percaya bahwa ibunya akan mengunjunginya tanpa memberitahu terlebih dahulu.Sementara Clara menatap anaknya dengan senyuman, tetapi dahi wanita itu berkerut. Menatap bingung ke arah wanita yang berada dalam gendongan Arthur—atau lebih tepatnya mencoba mengenali siapakah wanita itu.Kepalanya bergerak untuk memerintahkan Arthur membawa Nathalie ke dalam kamar terlebih dahulu.Arthur menelusuri ruangan apartemen dengan matanya, memeriksa apakah ayahnya ikut atau tidak. Rasanya mustahil jika ayahnya membiarkan ibunya pergi mengunjunginya tanpa dikawal. Dengan sikap posessif yang mengerikan itu, Lucas pasti datang juga ke kediamannya.Setelah membaringkan Nat
Happy Reading and Enjoy~''Clara, apa kau tidak lihat wajah Arthur? Anak kita itu tidak senang jika kita menginap di sini. Kita akan mengganggu kegiatannya dengan budak itu.''''Nathalie, Lucas. Wanita itu punya nama, jangan memanggilnya dengan sebutan budak.''Clara menatap Lucas tajam, memperingati. ''Aku masih ingin berada di sini. Arthur katakan, apa kau tidak mau mommy tinggal denganmu?''Tatapan Clara tertuju pada Arthur sepenuhnya. Ini memang selalu menjadi yang terumit. Sementara ayahnya sendiri memberi kode agar Arthur mengangguk. Ia tahu Ayahnya ingin berduaan dengan ibunya, tapi jika dirinya menuruti perkataan ayahnya, ibunya akan berkecil hati. Mau tidak mau sasaran yang paling empuk menimpakannya pada Nathalie. Arthur menoleh pada Nathalie yang bersembunyi di belakang tubuhnya. Gadis itu mencengkram erat kemeja yang dikenakannya, tangannya sendiri bergetar. Nathalie tidak terlalu takut dengan Clara, gadis itu bahkan mudah akrab dengan ibunya. Lain halnya dengan Lucas
Happy Reading and Enjoy~''Annie, pergilah sejauh mungkin. Aku yang akan mengatasi semuanya.'' Wajah lelaki itu tidak terlihat jelas, tapi Nathalie masih bisa mengenalinya. Dia adalah Tom, kekasihnya. ''Aku tidak bisa meninggalkanmu! Aku juga tidak mau membunuhmu, kita akan mati bersama.''Tom mengacak rambut frustrasi. ''Ayolah, Annie, jangan keras kepala. Aku bisa menangani mereka, pergilah sejauh yang kau bisa.''''Aku tidak mau!'' Nathalie berteriak, air matanya mengalir. Hari ulang tahunnya yang ke-17 adalah mimpi buruk. Setidaknya, bagi Nathalie yang memiliki hati selembut kapas. Di hari ulang tahun ke-17 keluarganya akan mengadakan adat yang sudah turun temurun. Membunuh minimal satu orang sebagai percobaan bahwa dirinya beranjak dewasa. Mirisnya, orang yang pertama dibunuh harus kekasihnya. Karena mereka dididik untuk berhati dingin. Mereka mendekat. Tom dan juga dirinya terlahir dalam keluarga yang memiliki adat gelap, mau tidak mau dibesarkan dengan cara yang keras. Te
Happy Reading and Enjoy~Setelah mendapat ceramah panjang seputar didikannya pada Nathalie, akhirnya kembarannya pulang juga. Gadis yang menjadi penyebab kupingnya panas malah sibuk bersembunyi di balik tubuhnya. Takut, karena Ara berbicara dengan nada tinggi sembari menyebut-nyebut namanya. Arthur menghadap Nathalie yang masih tertunduk. Mungkin gadis itu tidak tau apa salahnya. Ia pulang karena ingin mengambil berkas yang tertinggal, bisa saja ia menyuruh bawahannya untuk mengambil, tapi hasrat ingin melihat Nathalie sulit dihindari. Alhasil ia pulang dan mendapat pertunjukan yang cukup istimewa. ''Kau sudah makan?'' Arthur berjalan ke dapur sembari menggenggam tangan Nathalie. Ia berjalan selangkah lebih cepat dari gadis itu, dan Arthur juga tidak tau apakah Nathalie menggeleng atau mengangguk. Maka dari itu ia kembali bertanya, ''Kau sudah makan?''''Be-belum.'' Dengan cekatan Arthur menyiapkan piring beserta sarapan untuk Nathalie. Ia juga menyediakan susu dan sereal. ''Aku
Happy Reading and Enjoy~Seseorang memberitahunya tentang keberadaan Nathalie. Antara percaya dan tidak percaya, wanita yang selama ini dicintai dan ditunggunya. Bagaimana bisa hidup nyaman dengan seorang pria di sebuah apatermen mewah. Tom tertawa sinis, miris sekali. Sementara dirinya menjadi buronan keluarganya sendiri demi menyelamatkan gadis itu. Denyutan mematikan merambat hatinya, ia menghela napas banyak-banyak untuk menghirup udara. Dadamya terasa sesak.Ia berhenti di depan toko, mematut dirinya di kaca. Seorang pria dengan rambut acak-acakkan sebahu menatapnya dari pantulan. Itu dirinya sendiri. Bajunya kusam dan tubuhnya bahkan bau busuk. Sebagian mengira ia orang gila, sebagian yang lain mengira dirinya hanya orang jalanan biasa. Ah, Tom tidak peduli. Ia tersenyum sinis, untuk apa ia hidup dengan kesengsaraan seperti ini. Seharusnya ia terima saja tawaran keluarganya agar membunuh Nathalie. Toh, gadis itu juga tidak memikirkan perasaannya. Dari pada ia jadi buronan kel