Share

Tujuh

Happy Reading and Enjoy~

Nathalie semakin beringsut di balik bahu Arthur. Menatap takut ke arah lelaki bermanik abu di hadapannya. Kedua tangannya meremas jas Arthur hingga kusut. 

Arthur menghela napas. ''Bisakah kau tidak memperhatikannya. Lihat, dia bahkan seperti kelinci yang ketakutan.''

''Kau yakin dia bukan mata-mata yang dikirim musuh padamu? Biasanya musuh mengirim wanita yang terlihat lugu dan polos untuk membuat orang-orang seperti kita merasa kasihan.'' Allard berdecih, menatap tidak suka ke arah Nathalie. 

''Aku membelinya langsung saat pelelangan, bagaimana bisa dia mata-mata. Lagipula klub David's terkenal dengan pelayanan dan transaksinya.''

Allard mengangkat kedua bahunya dengan gaya acuh tak acuh. 

''Mungkin aku yang terlalu khawatir. Aku akan menyuruh pelayan mengantar makan padanya di depan pintu. Aku bahkan belum pernah menunjukkan ruangan itu pada bawahanku selain Grey.''

Arthur berdecak. ''Jangan mempersulitnya. Jika kau tidak meminjamkan ruanganmu, maka aku juga tidak mau membantumu.''

Dengan bersungut-sungut Allard melangkahkan kakinya menuju perpustakaan dan Arthur mengikuti. Di sana, tepat di balik jejeran rak yang tersusun rapi, ada jalan menuju ruang bawah tanah miliknya. Tempat Allard menghabiskan waktunya untuk menenangkan diri. 

Tempat persembunyiannya dari dunia luar. Tempat Allard menjadi gila. Dan kini, hanya demi seorang budak Allard menyewakan tempat rahasianya. Arthur bahkan mengancam tidak mau membantunya demi mendapatkan tempat tinggal untuk budak kesayangannya. 

Benar-benar tidak masuk di akal. Diam-diam Allard berjanji tidak akan menjadi bodoh seperti Arthur. Yang diperbudak dengan budaknya sendiri. 

''Aku tahu kau sedang menyumpahiku,'' ucap Arthur ketika mereka baru saja sampai di depan pintu batu ruangan bawah tanah milik Allard. 

Lama berteman dengan Allard sudah cukup membuat Arthur paham sifat temannya itu. Jika di hadapan kolega bersikap manis, jika di depan pengkhianat bagai iblis. Di depan para wanita yang dikencaninya sendiri Allard cukup kejam, lelaki itu bahkan bisa membunuh tanpa menyentuh. 

''Aku memang menyumpahimu. Pintu ini tidak perlu dikunci, kau cukup menutupnya saja. Ini terlalu berat, aku yakin dia tidak bisa membukanya,'' kata Allard sebelum berbalik pergi. 

Tidak mau berbasa-basi menjelaskan lebih lanjut kelebihan dan kekurangan ruangan bawah tanah miliknya. Arthur mendengus, lalu tersenyum ke arah Nathalie yang diam-diam menghembuskan napas lega setelah Allard pergi. 

''Kau takut dengannya?'' tanya Arthur lembut. 

Nathalie langsung mengangguk, matanya bersinar seolah ia ingin bercerita lebih banyak tentang alasannya tidak menyukai Allard, tapi yang berhasil terucap hanya sepatah kalimat yang terputus-putus. 

''Se-seram! Di-dia seperti al-algojo.''

Arthur terbahak hingga tubuhnya berguncang pelan. Ia tau gadis itu bicara apa adanya. Andai saja Allard tahu apa yang dikatakan Nathalie tentang dirinya, akan jadi seperti apa reaksinya. 

Dengan gemas Arhur mencubit pipi Nathalie hingga membuat gadis itu mengaduh kesakitan. 

''Akan kusampaikan padanya bahwa kau menghinanya.'' Arthur berbisik menakuti. 

''Dia akan mendatangimu dan memukulmu,'' tambahnya lagi. 

Seketika Nathalie langsung mengerucutkan bibirnya, gadis itu merapatkan tubuhnya ke arah Arthur. Memeluk Arthur erat-erat lalu menangis terisak sembari menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

Arthur terdiam, tidak menyangka reaksi Nathalie akan seperti ini. Mungkin gadis itu membayangkan beberapa algojo yang pernah memukulinya. Apakah Nathalie membayangkan Allard sebagai algojo yang akan memukulinya? 

Bukannya merasa kasihan, Arthur malah semakin terbahak. Semenyeramkan itukah sosok Allard di mata Nathalie?

Tetapi seakan tersadar Arthur langsung terdiam. Kondisi Nathalie belum sembuh sepenuhnya, tidak seharusnya ia menakuti gadis itu. 

Ia langung mengusap punggung Nathalie. ''Aku hanya bercanda. Dia tidak akan memukulmu, berhenti menangis, hm?''

Nathalie menyerahkan jari kelingkingnya, meminta agar Arthur menyambutnya. 

''Kau ingin aku berjanji? Untuk apa?''

Gadis itu menunjuk dirinya sendiri lalu kemudian menunjuk Arthur, sebelum akhirnya menunjuk jalan pulang. 

Arthur mengerut dahinya, mencoba mencerna maksud Nathalie. 

''Kau ingin aku berjanji untuk menjemputmu?'' 

Nathalie mengangguk kuat-kuat dengan wajag murung. 

''Ka-kau tidak mem-membu-angku, kan?''

''Tentu saja tidak, dari mana kau dapat pikiran seperti itu.''

Arthur mendaratkan kecupan di ubun-ubun Nathalie, layaknya seorang ayah yang ingin meninggalkan putrinya. 

''Aku pergi cukup lama, tapi aku tidak membuangmu. Aku akan menjumputmu lagi. Kau harus mandi dan makan, kau ingat apa-apa saja yang harus dilakukan ketika mandi, kan?''

Gadis itu mengangguk antusias. 

''Kau harus belajar menggunakan sendok dan garpu. Aku ingin setelah menjemputmu nanti kau sudah bisa makan dengan rapi. Kalau kau tetap tidak bisa, mungkin aku akan berpikir ulang untuk membawamu.''

Biasanya anak kecil akan cenderung melakukan apa yang dikatakan jika diberi ancaman. Hal ini diterapkan oleh Arthur.

''Kalau begitu, aku pergi dulu.''

Arthur mendekat, memberi kecupan hangat di pipi Nathalie. Gadis itu hanya menatapnya dengan pandangan khawatir dan gelisah. 

Nathalie tidak benar-benar masuk ke dalam ruangan Allard sebelum melihat sosok Arthur lenyap di kegelapan. Meninggalkannya sendiri di ruangan asing. 

Seharusnya ini yang diinginkannya. Berada dalam kegelapan karena dirinya memang sudah terbiasa akan hal itu, tapi mengapa saat berada di ruangan ini dadanya terasa sesak. Nathalie ingin berada di tempat Arthur, tidur dengan aroma lelaki itu. 

Setidaknya mencium aroma lelaki itu bisa membuatnya nyaman. Ruangan ini mempunyai aroma yang berbeda, dan Nathalie tidak menyukainya. Tapi Arthur sudah pergi jauh, ia tidak bisa mengejar lelaki itu. Yang bisa dilakukannya hanya menunggu diam di dalam sini. 

Nathalie benci hal ini, tapi dia ingin menangis sekuat-kuatnya. Padahal sejak memasuki neraka itu ia sudah berjanji tidak akan mempercayai siapapun. Nyatanya kini dirinya menggantungkan kembali nasib hidupnya di tangan lelaki yang tidak dikenalnya. 

Mungkin suatu saat nanti Arthur juga bisa berubah menjadi orang yang menyeramkan, sama seperti para algojo yang menyiksanya. Tetapi saat ini Nathalie memilih untuk menikmati apapun yang diberikan lelaki itu. 

Lalu untuk sekarang, sebaiknya ia belajar bagaimana caranya menjadi gadis yang baik agar Arthur tetap menjadi dirinya yang sekarang. Memperlakukan Nathalie dengan baik. 

Nathalie mengepalkan tangannya lalu mengarahkannya ke udara. 

Ia akan berusaha sebaik mungkin, hingga nanti ketika Arthur menjemputnya ia bisa menunjukkan kemampuannya pada lelaki itu. 

Ia harus bisa makan menggunakan sendok dan garpu! 

Lalu ia juga harus rajin mandi!

Dan yang terakhir ...

Nathalie harus belajar bagaimana caranya berbicara. Arthur pasti tidak suka melihat dirinya yang hanya diam jika lelaki itu mengajaknya berbicara. 

Pertama-tama, Nathalie harus belajar mengucapkan nama lelaki itu tanpa tergagap.

''Aa-art ...''

Ya Tuhan! Bahkan ketika dirinya sendiri di dalam kegelapan seperti inipun bisa merasa gugup. 

Selama ini omongannya tidak pernah di dengar, ketika ia mencoba berbicara maka para algojo itu langsung menghukumnya. Memberinya minuman pahit yang langsung membuat kepalanya sakit luar biasa, lalu setelah itu ia lebih sering diam tanpa memikirkan apapun. 

Yang harus dilakukannya bukan berbicara, tapi menghilangkan kegugupan dan rasa takutnya. Arthur pasti suka mendengarnya berbicara, Arthur juga pasti mau mendengarkan pendapat dan keluhannya. Arthur berbeda, lelaki itu tidak sama dengan para algojo. Seharusnya Nathalie mencantumkan hal itu, tapi tetap saja nyatanya tidak seindah keinginannya.

Nathalie terududuk di lantai, memeluk kedua lututnya erat-erat. 

''A-r ... Art-hur.''

Ia kembali berlatih mengucapkan nama lelaki itu dengan lancar. 

''Je-mput.''

Nathalie tersenyum. 

''A-arthur ... je-jem-put a-a ... aku.''

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status