"Sudahlah! Jangan terlalu banyak berbasa-basi! Asal kau dan penduduk kampung tak lagi menuduh kami perampok, aku sudah cukup berterima kasih," tukas Si Buta dari Sungai Ular. Diam-diam Manggala mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengirimkan totokan jarak jauh ke arah beberapa orang penduduk kampung yang tubuhnya masih kaku tak dapat digerakkan.
"Mendengar sepak terjang Setan Haus Darah dan pasukannya aku pun jadi tak tahan lagi untuk menyelidikinya. Percayalah, aku akan menggempur habis mereka bila bertemu nanti. Selamat tinggal, Kawan!"
Habis berkata demikian, tanpa banyak cakap Si Buta dari Sungai Ular segera menyambar lengan Arum Sari. Mereka langsung berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Teguh Sayekti yang baru saja menegakkan tubuhnya kembali sejenak menggeleng-gelengkan kepala penuh kagum. Hanya dalam beberapa kelebatan saja, sosok Si Buta dari Sungai Ular dan telah di kejauhan sana. Lebih heran lagi, manakala melihat penduduk kampung yang tubuhnya tadi
"Silakan, Tuan!" ucap gadis pelayan seraya menggerakkan ibu jarinya.Teguh Sayekti alias Pembunuh Iblis tersenyum sekilas. Gadis pelayan itu pun buru-buru beringsut dari tempatnya."Hey, Pelayan! Cepat kemari!" bentak salah seorang laki-laki kasar itu galak."Baik, Tuan."Dengan tergopoh-gopoh, buru-buru gadis pelayan itu mendekati laki-laki yang memanggilnya barusan. Pembunuh Iblis yang hendak menyuapkan makanan ke mulutnya jadi menahan gerakan ketika melihat tangan kekar laki-laki kasar itu tahu-tahu merengkuh pinggang gadis pelayan ke dalam pelukannya."Jangan, Tuan! Jangan!" ratap gadis pelayan itu seraya menggelengkan kepala kesana kemari menghindari mulut laki-laki berperangai kasar itu yang hendak menciumnya."Sungguh sayang! Kenapa dunia ini selalu diwarnai tindak kekerasan? Kenapa hanya untuk melampiaskan nafsu harus memaksakan diri? Hm...! Aneh. Kalau semua laki-laki di muka bumi ini berlaku sewenang-wenang, bagaimana mungkin dunia
Trang! Trang! Trang! Trang!Empat golok kontan beterbangan manakala pergelangan tangan para pengeroyok terkena totokan tangan Teguh Sayekti. Di saat mereka terperangah kaget, pemuda berjubah biru itu segera bertindak. Jari-jari tangannya yang terkembang kembali bergerak cepat menotok.Tukkk! Tukkk! Tukkk! Tukkk!Keempat orang anggota Pasukan Laskar Hijau itu kontan membelalak lebar dengan tubuh kaku tak dapat digerakkan."Katakan! Di mana pimpinan kalian yang bergelar Setan Haus Darah bersembunyi! Cepat!" bentak Teguh Sayekti, seraya mencengkeram leher laki-laki kasar yang pertama menyerangnya tadi. Mata anggota Pasukan Laskar Hijau itu membelalak ketakutan. Kedua bola matanya mengerling ke arah ketiga orang kawannya di samping. Namun anehnya, mereka diam tak mempedulikannya. Sikap mereka pun sama seperti orang yang tengah ditodong Teguh Sayekti. Takut. Entah takut pada siapa."Kau tak mau mengatakannya, he!" dengus Teguh Sayekti makin memperkeras
Dari dalam kedai orang yang dipanggil Pembunuh Iblis hanya mengangguk-anggukkan kepala."Bagus! Rupanya mereka sudah datang," gumam Teguh Sayekti alias Pembunuh Iblis.Sekilas mata pemuda berjubah biru melirik ke arah dua orang anggota Pasukan Laskar Hijau yang tubuhnya masih kaku tak dapat bergerak. Lalu dengan mantap kakinya melangkah ke luar.Di halaman depan kedai makan Pembunuh Iblis melihat Setan Haus Darah duduk di atas punggung kuda dikawal beberapa orang anak buahnya. Jumlah mereka cukup banyak, tak kurang dari dua puluh lima orang."Kaukah yang bergelar Pembunuh Iblis, Bocah!" bentak Setan Haus Darah, manakala melihat Teguh Sayekti melangkah keluar."Benar! Dan kau tentu ketua perampok yang bergelar Setan Haus Darah!" balas Pembunuh Iblis.Setan Haus Darah tertawa bergelak."Bocah bau kencur macam kau beraninya menantangku! Lekaslah bersujud di hadapanku kalau tak ingin nyawamu lenyap dari raga!" ejek Setan Haus Darah pongah
Si Buta dari Sungai Ular tersenyum getir. Entah kenapa Manggala merasa bersalah melihat kemurungan wajah Arum Sari."Kasihan sekali kau, Arum. Demi Tuhan aku tak bermaksud mempermainkan hatimu. Ini semua gara-gara ucapan guru...," desah Si Buta dari Sungai Ular dalam hati.Arum Sari melirik ke arah Si Buta dari Sungai Ular sejenak. Dilihatnya murid Raja Siluman Ular Putih tengah menatap kosong ke depan. Tapi si gadis membiarkannya. Saat tiba di simpang jalan di pinggiran hutan kecil. Arum Sari mendadak menghentikan langkahnya. Sepasang matanya yang tajam menekuri rumput-rumput kering di bawah dengan seksama."Manggala, lihat! Tampaknya ada bekas beberapa telapak kaki kuda yang baru saja melewati tempat ini," tunjuk tanpa menoleh ke arah Si Buta dari Sungai Ular sedikit pun.Manggala sendiri saat itu tengah berjongkok mengamati bekas-bekas tapak kaki kuda di atas rumput kering sambil sesekali menggumam. Lalu pandang matanya segera dialihkan ke
Lalu disertai geraman kemarahan, tiba-tiba ujung jubahnya dikebutkan dengan kedua telapak tangan disentakkan ke depan!Wesss! Wesss!Yang melesat pertama kali dari serangan balasan Pembunuh Iblis adalah gelombang angin dahsyat yang mampu mengeluarkan suara menggidikkan. Di saat berikutnya, menyusul asap putih yang langsung melesat turun naik diiringi hawa panas bukan kepalang!Blarr...!Gelombang angin pukulan Pembunuh Iblis kontan menyambut pukulan Setan Haus Darah, menimbulkan satu ledakan hebat!Tempat pertarungan kontan terguncang hebat laksana terjadi gempa! Tanah langsungberhamburan tinggi ke udara, meninggalkan lubang-lubang yang menganga lebar!Pagar-pagar rumah penduduk bermentalan sebelum akhirnya hancur berkeping-keping di udara! Sementara beberapa orang anak buah Pasukan Laskar Hijau terlebih du-lu membuang tubuh ke samping hingga luput dari sambaran angin akibat bentrokan pukulan tadi!Tubuh Pembunuh Iblis sendiri kontan
"Baik! Kalau kau keberatan menyebutkan gelarmu tak jadi soal. Asal jangan menyesal kalau nyawamu minggat dari raga!""Aku tak mungkin menyesal. Malah aku senang dapat berjumpa golongan perampok macam kalian. Tapi sayang, aku tak punya barang yang cukup berharga untuk dirampok. Padahal, aku ingin sekali merasakan seperti apa sih enaknya dirampok?""Setan alas! Makin diumbar malah makin kelewatan! Kau akan menyesal telah bertemu denganku, Bocah! Sekarang rasakanlah akibatnya!" geram Setan Haus Darah.Saat itu juga, Setan Haus Darah segera menarik mundur kedua telapak tangannya ke belakang. Lalu dengan kekuatan tenaga dalam penuh ti-ba-tiba kedua telapak tangannya segera disentakkan ke depan.Wesss! Wesss!Seketika meluruk dua gulungan bola api dari kedua telunjuk tangan Setan Haus Darah, siap melabrak tubuh Si Buta dari Sungai Ular. Bahkan sebelum serangan-serangan itu sempat mengenai sasaran, terlebih dahulu telah berkesiur hawa panas bukan kepalang
"Aahh...!"Mendadak terdengar teriakan kesakitan dari samping. Selang beberapa saat, tampak tubuh Arum Sari terhuyung-huyung mendekati Setan Haus Darah, akibat pukulan salah seorang pengeroyoknya.Pimpinan Laskar Hijau yang memang berwatak licik, diam-diam tersenyum gembira. Saat itu pula kedua telapak tangannya yang telah berubah jadi merah menyala hingga pangkal siku dihantamkan ke arah"Tahan!" teriak Si Buta dari Sungai Ular kalap bukan main. Namun sayang, teriakan Si Buta dari Sungai Ular terlambat. Karena....Desss...!"Aaakh...!"Begitu terkena pukulan Setan Haus Darah, seketika tubuh gadis cantik itu terlempar jauh ke samping disertai teriakan kesakitan. Tampak tubuh rampingnya berputar-putar sebentar di udara, sebelum akhirnya terbanting keras.Bukkk!Tampak punggung Arum Sari menghantam keras ke tanah. Tubuhnya menggeliat-geliat sebentar, dan kembali luruh ke tanah."Bajingan! Licik! Kubunuh kau...!
DALAM terpaan angin siang, seorang kakek renta berpakaian serba biru tengah terkantuk-kantuk di bawah rindangnya sebuah pohon. Usianya kira-kira tujuh puluh tahun. Rambutnya awut-awutan tak terawat. Saking kurusnya, membuat sepasang matanya mencekung ke dalam.Kakek renta ini terus bertelekan pada tongkatnya. Kepalanya tertunduk, sehingga wajahnya yang kasar tertutup rambut putih. Dengkurnya pun mulai terdengar, pertanda mulai terlelap. Di saat kakek renta yang tengah menikmati semilirnya angin siang, mendadak....Krakkk!Terdengar suara ranting kering terinjak, membuat si kakek terkejut. Saat itu pula hidungnya yang tajam menangkap bau harum. Seketika rasa kantuknya terbunuh oleh perasaan ingin tahunya."Eh...! Bau apa ini?"Kakek berpakaian biru itu mengenduskan hidungnya ke sana kemari. Bersamaan dengan gerakan hidung, kepalanya pun bergerak perlahan ke samping. Dan seketika matanya terbentur pada seorang gadis cantik yang tengah berkelebat cepa