Dari dalam kedai orang yang dipanggil Pembunuh Iblis hanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Bagus! Rupanya mereka sudah datang," gumam Teguh Sayekti alias Pembunuh Iblis.
Sekilas mata pemuda berjubah biru melirik ke arah dua orang anggota Pasukan Laskar Hijau yang tubuhnya masih kaku tak dapat bergerak. Lalu dengan mantap kakinya melangkah ke luar.
Di halaman depan kedai makan Pembunuh Iblis melihat Setan Haus Darah duduk di atas punggung kuda dikawal beberapa orang anak buahnya. Jumlah mereka cukup banyak, tak kurang dari dua puluh lima orang.
"Kaukah yang bergelar Pembunuh Iblis, Bocah!" bentak Setan Haus Darah, manakala melihat Teguh Sayekti melangkah keluar.
"Benar! Dan kau tentu ketua perampok yang bergelar Setan Haus Darah!" balas Pembunuh Iblis.
Setan Haus Darah tertawa bergelak.
"Bocah bau kencur macam kau beraninya menantangku! Lekaslah bersujud di hadapanku kalau tak ingin nyawamu lenyap dari raga!" ejek Setan Haus Darah pongah
Si Buta dari Sungai Ular tersenyum getir. Entah kenapa Manggala merasa bersalah melihat kemurungan wajah Arum Sari."Kasihan sekali kau, Arum. Demi Tuhan aku tak bermaksud mempermainkan hatimu. Ini semua gara-gara ucapan guru...," desah Si Buta dari Sungai Ular dalam hati.Arum Sari melirik ke arah Si Buta dari Sungai Ular sejenak. Dilihatnya murid Raja Siluman Ular Putih tengah menatap kosong ke depan. Tapi si gadis membiarkannya. Saat tiba di simpang jalan di pinggiran hutan kecil. Arum Sari mendadak menghentikan langkahnya. Sepasang matanya yang tajam menekuri rumput-rumput kering di bawah dengan seksama."Manggala, lihat! Tampaknya ada bekas beberapa telapak kaki kuda yang baru saja melewati tempat ini," tunjuk tanpa menoleh ke arah Si Buta dari Sungai Ular sedikit pun.Manggala sendiri saat itu tengah berjongkok mengamati bekas-bekas tapak kaki kuda di atas rumput kering sambil sesekali menggumam. Lalu pandang matanya segera dialihkan ke
Lalu disertai geraman kemarahan, tiba-tiba ujung jubahnya dikebutkan dengan kedua telapak tangan disentakkan ke depan!Wesss! Wesss!Yang melesat pertama kali dari serangan balasan Pembunuh Iblis adalah gelombang angin dahsyat yang mampu mengeluarkan suara menggidikkan. Di saat berikutnya, menyusul asap putih yang langsung melesat turun naik diiringi hawa panas bukan kepalang!Blarr...!Gelombang angin pukulan Pembunuh Iblis kontan menyambut pukulan Setan Haus Darah, menimbulkan satu ledakan hebat!Tempat pertarungan kontan terguncang hebat laksana terjadi gempa! Tanah langsungberhamburan tinggi ke udara, meninggalkan lubang-lubang yang menganga lebar!Pagar-pagar rumah penduduk bermentalan sebelum akhirnya hancur berkeping-keping di udara! Sementara beberapa orang anak buah Pasukan Laskar Hijau terlebih du-lu membuang tubuh ke samping hingga luput dari sambaran angin akibat bentrokan pukulan tadi!Tubuh Pembunuh Iblis sendiri kontan
"Baik! Kalau kau keberatan menyebutkan gelarmu tak jadi soal. Asal jangan menyesal kalau nyawamu minggat dari raga!""Aku tak mungkin menyesal. Malah aku senang dapat berjumpa golongan perampok macam kalian. Tapi sayang, aku tak punya barang yang cukup berharga untuk dirampok. Padahal, aku ingin sekali merasakan seperti apa sih enaknya dirampok?""Setan alas! Makin diumbar malah makin kelewatan! Kau akan menyesal telah bertemu denganku, Bocah! Sekarang rasakanlah akibatnya!" geram Setan Haus Darah.Saat itu juga, Setan Haus Darah segera menarik mundur kedua telapak tangannya ke belakang. Lalu dengan kekuatan tenaga dalam penuh ti-ba-tiba kedua telapak tangannya segera disentakkan ke depan.Wesss! Wesss!Seketika meluruk dua gulungan bola api dari kedua telunjuk tangan Setan Haus Darah, siap melabrak tubuh Si Buta dari Sungai Ular. Bahkan sebelum serangan-serangan itu sempat mengenai sasaran, terlebih dahulu telah berkesiur hawa panas bukan kepalang
"Aahh...!"Mendadak terdengar teriakan kesakitan dari samping. Selang beberapa saat, tampak tubuh Arum Sari terhuyung-huyung mendekati Setan Haus Darah, akibat pukulan salah seorang pengeroyoknya.Pimpinan Laskar Hijau yang memang berwatak licik, diam-diam tersenyum gembira. Saat itu pula kedua telapak tangannya yang telah berubah jadi merah menyala hingga pangkal siku dihantamkan ke arah"Tahan!" teriak Si Buta dari Sungai Ular kalap bukan main. Namun sayang, teriakan Si Buta dari Sungai Ular terlambat. Karena....Desss...!"Aaakh...!"Begitu terkena pukulan Setan Haus Darah, seketika tubuh gadis cantik itu terlempar jauh ke samping disertai teriakan kesakitan. Tampak tubuh rampingnya berputar-putar sebentar di udara, sebelum akhirnya terbanting keras.Bukkk!Tampak punggung Arum Sari menghantam keras ke tanah. Tubuhnya menggeliat-geliat sebentar, dan kembali luruh ke tanah."Bajingan! Licik! Kubunuh kau...!
DALAM terpaan angin siang, seorang kakek renta berpakaian serba biru tengah terkantuk-kantuk di bawah rindangnya sebuah pohon. Usianya kira-kira tujuh puluh tahun. Rambutnya awut-awutan tak terawat. Saking kurusnya, membuat sepasang matanya mencekung ke dalam.Kakek renta ini terus bertelekan pada tongkatnya. Kepalanya tertunduk, sehingga wajahnya yang kasar tertutup rambut putih. Dengkurnya pun mulai terdengar, pertanda mulai terlelap. Di saat kakek renta yang tengah menikmati semilirnya angin siang, mendadak....Krakkk!Terdengar suara ranting kering terinjak, membuat si kakek terkejut. Saat itu pula hidungnya yang tajam menangkap bau harum. Seketika rasa kantuknya terbunuh oleh perasaan ingin tahunya."Eh...! Bau apa ini?"Kakek berpakaian biru itu mengenduskan hidungnya ke sana kemari. Bersamaan dengan gerakan hidung, kepalanya pun bergerak perlahan ke samping. Dan seketika matanya terbentur pada seorang gadis cantik yang tengah berkelebat cepa
Wesss! Wesss! Blammm! Blammm!Hebat sekali bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi yang barusan terjadi. Seketika terdengar ledakan dahsyat yang bagai menggetarkan alam sekitarnya. Bahkan ranting-ranting pohon pun kontan hangus terbakar terkena sambaran angin bentrokan itu! Sementara, Peramal Maut tampak terhuyunghuyung beberapa langkah ke belakang. Kedua telapak tangannya saat ini terasa panas bukan main. Sedang Ratu Adil sendiri terpental jauh ke belakang.Tadi, tenaga dalam yang dikerahkan hanya sebagian saja. Maka tak heran kalau gadis ini menerima akibat yang cukup lumayan. Darah segar kontan membasahi sudut-sudut bibir, pertanda gadis murid Ratu Alit dari Nusa Kambangan ini telah menderita luka dalam cukup lumayan."Sungguh aku tak mengerti. Hanya karena aku tak mempercayai ramalanmu kau tega hendak membunuhku, Peramal Maut?" desis Ratu Adil seraya menggeleng-geleng."Siapa pun juga yang tak mengakui kebenaran ramalanku berarti mati!" dengus Peram
"Hea!"Tiba-tiba Peramal Maut menghentakkan kedua telapak tangannya ke depan, membuat tubuh Ratu Adil jadi berguncang hebat. Darah segar mulai mengalir dari sudut-sudut bibirnya. Andai saja gadis ini tak menderita luka dalam akibat kelicikan Peramal Maut tadi, belum tentu ini mengalami guncangan yang demikian hebat.Meski keadaannya amat mengkhawatirkan, namun bukan berarti Ratu Adil harus menyerah begitu saja. Apa pun yang akan terjadi, tekadnya siap menghadapi pertarungan, walau selembar nyawa taruhannya.Melihat tubuh Ratu Adil makin berguncang hebat, diam-diam Peramal Maut tersenyum penuh kemenangan. Lelaki tua ini pun bertambah semangat untuk merobohkan lawannya. Maka dengan sekali menghentakkan kembali kedua telapak tangannya ke depan...."Aughhh...!"Terdengar satu jeritan amat menyayat yang diiringi terpentalnya tubuh Ratu Adil jauh ke belakang. Tampak tubuh murid Ratu Alit itu berputarputar sebentar di udara, lalu terbanting keras di tanah
Seperti pemimpinnya, ia juga memangku seorang gadis yang tampak ketakutan. Wajahnya yang cantik berbentuk lonjong pucat pasi. Matanya jelalatan ke sana kemari memperhatikan laki-laki berperangai kasar yang terus mendekapnya erat-erat. Namun dalam keadaan tertotok begitu tak mungkin si gadis bisa memberontak."Bagaimana, Ketua? Apa usulku tadi dapat diterima?" ulang lelaki bertampang bengis di samping Setan Haus Darah."Hhh...!" Setan Haus Darah mendesah, tak langsung menjawab. Rahangnya tampak mengembung dengan kedua pelipis bergerak-gerak."Tentu saja aku tak dapat melupakan penghinaan ini, Surono! Si Buta dari Sungai Ular harus mampus di tanganku. Tapi, aku juga sadar. Pemuda keparat itu bukanlah pendekar sembarangan. Meski usianya masih muda, tapi ilmunya tinggi sekali. Buktinya aku sendiri tak mampu menghentikan sepak terjangnya.""Mungkin kita harus meminta bantuan Ki Banaspati, Ketua," usul salah seorang anggota Pasukan Laskar Hijau dari belakang, s