"Uuukhhh .... " Ariana terdengar melenguh dalam tidurnya.
Kevin masih menungguinya di pinggir ranjang. Dia terus menghentakkan sebelah kakinya, kesal menunggu Kenzo yang sangat lambat dalam menyiapkan bubur dan obat untuk Ariana."Ke mana sih Kenzo? Siapkan bubur saja lama sekali!" gerutu Kevin sambil terus berdecak. "Ini lagi perempuan satu. Kenapa mendadak tumbang segala? Bikin aku repot saja!"Rupanya, sakitnya Ariana saat itu malah menjadi kesulitan tersendiri bagi Kevin. Kevin merasa dia sangat direpotkan oleh Ariana. Padahal sebenarnya Ariana sakit juga karena dirinya.Kenzo akhirnya datang dengan membawa nampan berisikan semangkuk bubur, air putih dan beberapa butir obat penurun demam. Dengan segera, Kevin mengambil alih nampan itu tanpa berkata apa pun kepada sang kakak."Hati-hati! Masih panas lho!" seru Kenzo memperingati Kevin, namun rupanya Kevin sama sekali tidak peduli.Kevin langsung menyimpan nampan itu di atas nakas dan membangunkan istrinya yang masih mengigau. Akan tetapi, Kevin terkesan kasar sekali dalam membangunkan Ariana, membuat Kenzo terkejut dibuatnya."Hey, bangun! Makan bubur dulu! Bangun, Ariana!" Kevin mengguncangkan tubuh Ariana dengan cukup kencang hingga membuat Ariana sedikit mengernyit dan membuka mata."Ukh, Kevin?" erang Ariana. Perlahan dia mencoba untuk bangun, namun rasa pusing masih menderanya."Makan dulu, baru minum obat," ujar Kevin yang kemudian membiarkan Ariana berjuang sendiri untuk duduk. Pada akhirnya Ariana berhasil untuk duduk.Kevin mulai berusaha menyuapi Ariana. Melihat pemandangan itu, hati Kenzo berdenyut nyeri. Dia sedikit memalingkan pandangannya ke arah lain sambil berusaha menenangkan dirinya. Ariana memakan sesuap demi suap bubur dari suapan Kevin."Ini ... kamu yang membuatnya sendiri?" tanya Ariana perlahan."Apa? Bubur ini?" Kevin malah balik bertanya. Dia kemudian menjawab sekenanya tanpa mempedulikan perasaan sang kakak. "Iya, aku yang membuat ini semua. Awas kalau tidak kamu habiskan!"Ariana tersenyum kecil. Di dalam lubuk hatinya dia merasa sangat bahagia karena suami yang dicintainya ternyata masih memiliki rasa peduli terhadapnya. Sementara itu, Kenzo semakin merasa sedih sendirian karena Ariana yang terlihat senang saat ini.Tiba-tiba saja Ariana berteriak sambil mengipasi mulutnya. Hal itu membuat mangkuk buburnya terbalik dan mengenai celana panjang Kevin. Kevin jadi murka dibuatnya."Akhhh! Panas!" teriak Ariana."Panas! Panas! Dasar perempuan kurang ajar! Akibat ulahmu, lihat celana panjangku jadi ketumpahan bubur! Bukan kamu saja yang merasa panas, tapi aku juga!" maki Kevin tak mempedulikan Ariana sama sekali.Kevin langsung bangkit dan beranjak ke kamar mandi, membiarkan kasur di kamar utama itu jadi kotor karena tumpahan bubur. Kenzo tentu tidak tinggal diam melihat itu semua. Dengan cekatan, dia berusaha membantu Ariana terlebih dahulu dalam meredakan panas di lidahnya.Ariana meneguk banyak air dingin. Kenzo dengan sabar menemaninya sampai wanita itu tak merasa kepanasan lagi. Setelah semua selesai, Kenzo langsung membersihkan tumpahan bubur di tempat tidur. Ariana menatap Kenzo dengan sangat bersalah."Maaf, Mas. Gara-gara aku yang tidak hati-hati jadinya malah .... ""Udah, gak apa-apa. Ini bukan salah kamu. Dia aja yang gak hati-hati dalam menyuapi kamu," tampik Kenzo sambil tertawa kecil. "Kamu masih lapar kan? Mas ambilkan bubur yang baru ya?"Ariana hanya bisa mengangguk kecil, sementara Kenzo pun keluar dari kamar dengan membawa mangkok dan sendok kotor itu. Dari dalam kamar mandi di kamar utama, suara gemericik air shower terdengar keras. Ariana menghela napas beratnya."Padahal hubungan kami sedikit membaik tadi. Tapi gara-gara kecerobohanku, jadinya Kevin marah lagi," gumam Ariana kecewa.Tak lama setelahnya, Kenzo kembali membawakan bubur untuk Ariana. Kenzo berniat untuk menyuapi Ariana, namun Ariana yang merasa canggung dengan cepat menolaknya."Sudah, Mas Kenzo. Tidak apa-apa. Biar aku makan sendiri saja," ucap Ariana seraya tersenyum kecil."Oh ... baiklah." Raut wajah Kenzo kembali merasa kecewa. Dia baru menyadari kebodohan yang telah diperbuatnya. "Kalau begitu, duduk di meja rias dulu. Biar Mas bereskan tempat tidurmu. Kamu bisa bangun, 'kan?"Ariana mengangguk. Kenzo membantu Ariana melangkah sampai ke meja rias. Kemudian dia menyimpan nampan dengan mangkuk bubur baru, segelas air putih dan obat di meja itu. Pria itu kemudian membereskan bekas kekacauan yang sempat terjadi sebelumnya sambil merutuki diri di dalam hati.'Kenzo, dasar kau bodoh! Untuk apa kau menyuapi Ariana? Jelas dia pasti tidak mau karena tidak enak pada suaminya!'Kenzo melirik sejenak memperhatikan Ariana. Wanita itu kini bisa makan bubur sendiri walaupun secara perlahan. Kenzo menghela napas lega. Dia kembali fokus pada kegiatannya untuk merapikan tempat tidur dan menggantinya dengan sprei baru.Tak lama setelah itu, Kevin keluar dari kamar mandi. Dia sudah berganti pakaian baru dan terlihat segar kali ini. Rambutnya masih basah dan klimis. Dia bersenandung kecil bersiap untuk keluar dari kamar."Mau ke mana, Sayang?" tanya Ariana.Kevin terlihat tak mengindahkan sama sekali Ariana. "Mau cari angin."Kenzo menatap tajam adiknya itu. Dia yakin betul pasti Kevin keluar bukan untuk sekedar mencari angin, tapi untuk bertemu dengan selingkuhannya yaitu Irene. Kini di kamar itu hanya ada Ariana dan Kenzo. Suasana mendadak canggung di antara keduanya."Ariana, sudah selesai makannya? Jangan lupa obat penurun demamnya diminum ya," ucap Kenzo sembari mengangkut mangkuk kotor bekas makan Ariana."Iya. Terima kasih, Mas," sahut Ariana singkat. Raut wajahnya terlihat sangat sedih."Seprai sudah Mas ganti baru. Kamu bisa langsung melanjutkan istirahat. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk panggil Mas," lanjut Kenzo lagi. Begitu kentara jika pria itu mengkhawatirkan kondisi Ariana.Ariana tersenyum tipis. Dia merasakan sebuah ironi di dalam hatinya yang tanpa sadar terucap begitu saja dari bibirnya."Mengapa Mas Kenzo yang notabene adalah kakak iparku malah lebih perhatian dan mengkhawatirkan kondisiku ketimbang Kevin yang adalah suamiku sendiri?"Kevin membulatkan matanya. Dia langsung menoleh pada Ariana. "Apa kamu bilang?"Ariana merasa gugup ketika menyadari jika dia sudah keceplosan berbicara. Sebisa mungkin dia berusaha untuk mencari alasan lain. "Ah ... enggak, Mas. Aku tadi bilang jika efek obatnya entah mengapa sangat cepat bereaksi. Aku sepertinya sudah mengantuk sekarang.""Oh. Kalau begitu, kamu harus segera tidur." Kenzo mengulas senyumnya. Dia membantu Ariana untuk berpindah tempat dan berbaring kembali di tempat tidur. "Selamat beristirahat ya. Semoga kondisimu bisa pulih kembali.""Terima kasih untuk segalanya, Mas," ucap Ariana sebelum Kenzo meninggalkan kamar itu.Kenzo hanya membalas ucapan Ariana dengan sebuah senyuman tipis. Dia menutup pintu kamar dengan hati-hati kemudian mulai membersihkan dapur dan perlengkapan makan kotor. Kenzo penasaran dengan kondisi sekitar yang mendadak sepi. Dirinya lalu melongok ke luar Villa dan mendapati jika di depan sana mobil Kevin sudah tak terparkir lagi."Sudah kuduga! Memang Kevin itu kurang ajar! Istri sedang sakit, dia malah pergi menemui wanita lain!" omel Kenzo tak terima.Tiba-tiba sepintas terbayang kembali ucapan Ariana tadi. Kenzo kini tertegun di tempatnya."Benar kata Ariana. Mengapa aku yang bukan siapa-siapa untuknya malah sekhawatir ini pada Ariana? Aku ini kenapa?"Mobil Kevin menepi di bahu jalan sebuah komplek perumahan elit yang ada di Kota Bandung. Dia turun dari mobilnya dan menuju ke salah satu rumah yang terletak di wilayah hook. Layaknya orang yang sedang kunjung pacar, Kevin merapikan diri sedikit sebelum akhirnya membunyikan bel pintu.Seorang pelayan rumah tangga berusia 40 tahunan terlihat berlari membukakan pintu pagar."Den Kevin? Mari masuk ke dalam," sapa Simbok, begitulah pelayan itu disapa."Selamat sore, Mbok. Irene sudah pulang?" tanya Kevin dengan senyuman lebar di wajah."Non Irene mungkin sebentar lagi pulang. Biasanya selepas maghrib dia baru sampai di rumah. Ayo tunggu di dalam saja, Den Kevin," jawab Simbok ramah.Kevin masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Dengan begitu cekatan, Simbok melayaninya sebagai tamu kehormatan sang Tuan Rumah. Saking seringnya Kevin datang, Simbok sudah hapal betul jenis minuman dan makanan apa saja yang harus disuguhkan untuk Kevin."Terima kasih, Mbok," ucap Kevin berterima kasih.
"Jadi kamu gak mau tidur, Ariana?" Kenzo berusaha untuk meyakinkan, siapa tahu Ariana berubah pikiran.Ariana menjawab dengan sebuah gelengan kepala. "Iya, Mas. Aku pokoknya mau menunggu Kevin pulang dulu ke villa."Kenzo menghela napas berat. Rupanya Ariana adalah orang yang kukuh pada pendiriannya jika sedang memiliki keinginan hati."Ya sudah. Ingat, kalau sudah lewat dari jam satu pagi, kamu tidur saja. Itu artinya dia tidak akan kembali malam ini.""Baik, Mas." Ariana mengerti. "Terima kasih sudah mengingatkanku. Lebih baik Mas tidur duluan. Bukankah besok hari senin? Mas 'kan harus pergi ke kantor?"Kenzo tidak menjawab. Sejujurnya dia merasa gemas dengan sikap Ariana yang keras kepala dan tidak peka. 'Bagaimana aku bisa tidur saat melihatmu yang begadang padahal sedang sakit seperti ini?' batin Kenzo.Ariana menyadari jika Kenzo melamun sambil menatapnya. Wanita itu melambaikan tangannya beberapa kali ke depan wajah Kenzo. "Mas Kenzo? Halo? Mas?""Y ... ya?" Kenzo terlempar ke
Cukup lama kedua sejoli ini memadu kasih dengan penuh kesyahduan di bawah pancuran air shower. Irene berniat mengakhiri aksi keduanya ketika tubuhnya mulai menggigil kedinginan."Sudah ... Sayang. Aku sudah ... kedinginan ini. Kulitku keriput semua. Apa kamu tega ... membuat kulitku terlihat seperti ... nenek-nenek?" ucap Irene agak terbata dengan gigi yang bergemeletuk."Oh iya, saking asyiknya aku sampai tak sadar jika kita menghabiskan waktu selama itu. Kalau begitu cepat berpakaian, Sayang. Aku takut kamu sakit." Kevin mematikan shower dan memberikan handuk untuk Irene.Irene segera memakai handuknya. Dia lalu menuju ke kamar dan mengecek handphone-nya. Dirinya terkejut ketika mendapati jika ada panggilan tak terjawab sebanyak lima kali dari kantornya."Ya ampun ... aku sampai tak sadar dengan telepon masuk ini," ujar Irene merutuki dirinya sendiri."Telepon dari sekretarismu? Kalau begitu hubungi balik saja dia sekarang," usul Kevin.Irene menghubungi ke kantornya dengan sangat t
"Permisi, Pak. Ada tamu yang sudah menunggu." Seorang wanita yang merupakan sekretaris perusahaan Kenzo mengabari melalui sambungan telepon."Tamu? Siapa? Persilahkan dia masuk," perintah Kenzo kemudian."Baik, Pak Kenzo."Sambungan telepon terputus. Sang sekretaris pun mengulas senyum manis pada kedua tamu yang mendadak datang di siang hari untuk menemui bosnya."Silahkan masuk, Bapak sekalian. Pak Kenzo sudah menunggu di ruangannya.""Terima kasih, Mbak." Seorang pria setengah baya berperawakan tinggi tambun itu balik tersenyum senang. Dia pun mengajak kawan yang datang bersamanya untuk masuk ke ruangan Kenzo.Kenzo terkejut begitu mendapati ada kedua tamu tak diduga yang datang menemuinya pada siang itu. "Lho? Pak Joko?""Selamat siang, Pak Kenzo. Maaf saya datang tidak mengabari dulu." Pak Joko terlihat sungkan di depan Kenzo. "Saya soalnya datang bersama tamu dari jauh.""Ah ... kalau begitu, silahkan duduk." Kenzo langsung berpindah tempat ke sofa khusus, berhadapan dengan kedu
Kenzo rupanya masih tak menyadari apa yang menyebabkan Ariana merasa kecewa. Ariana masih terdiam dengan mulut yang bergetar menahan air mata."Hei, Ariana. Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Kenzo mendekati Ariana dan bertanya dengan nada yang lembut.Ariana memalingkan wajah. "Gak apa-apa, Mas. Kalau begitu, Mas simpan saja bungkusan makanannya. Biar nanti aku makan. Berarti Mas sudah makan di luar tadi?""Belum, kok." Kenzo segera menjawab. Dirinya baru sadar apa yang membuat Ariana mendadak sedih. "Aku membeli makanan di luar bukan berarti karena tidak mau makan masakanmu, Ariana."Ariana kini memandang Kenzo lekat. Matanya sudah sangat berkaca-kaca. "Tapi ... Mas sudah membeli makanan di luar. Apa artinya kalau bukan karena masakanku tidak enak?"Kenzo menghela napas panjang. "Bukan. Mas hanya ingin membelikanmu makanan yang enak. Selama kamu dan Kevin datang, Mas sebagai Tuan Rumah sama sekali belum menjamu kalian dengan baik."Mendengar penjelasan Kenzo tadi, Ariana terliha
"Apa-apaan kau sembarang menuduhku! Seenaknya mengurusi kehidupanku! Urus hidupmu sendiri!" Kevin semakin keras menyanggah ucapan kakaknya.Kenzo jelas semakin tidak terima dengan sikap Kevin yang terus egois dan berpura-pura. "Jelas ini urusanku juga! Aku sebagai saksi bagaimana sikapmu kepada istrimu di sini! Sadarlah, Kevin! Kau ini sudah menikah dengan Ariana!""Lalu? Aku harus apa? Apa karena aku sudah menikah, jadi aku tidak boleh ada urusan lain? Aku tidak bisa seperti itu! Aku tidak bisa sepertimu!" sergah Kevin lagi.Kenzo menggertakkan giginya. Dia memandang Ariana dan menunjuk Ariana yang masih gemetar di tempatnya."Kamu, Ariana! Apa kamu sadar jika suamimu ini tidak memberikan timbal balik yang sama untukmu? Mengapa kamu begitu mempercayai dia dan terus menunggunya? Kamu berkorban walaupun tak menerima imbalan yang sama dari Kevin."Ariana terdiam di tempatnya. Dia hanya bisa menunduk, tak menjawab ucapan Kenzo tadi. Kemudian, Kenzo berpaling lagi pada adiknya yang masih m
"Apa? Kita mau pergi ke mana, Sayang?" Ariana berusaha untuk mencerna perkataan Kevin saat itu."Gak usah banyak tanya! Kita pindah dari sini. Aku akan menyewa kamar hotel bintang lima untuk kita menginap beberapa hari ke depan sampai masa bulan madu kita selesai," sahut Kevin ketus."Kenapa kita harus pindah? Maksudku, bukankah rencana kita datang ke Bandung adalah untuk tinggal di villa ini?" Ariana merasa ada hal yang janggal terkait kepindahannya yang mendadak saat itu.Kevin malah terlihat semakin kesal atas pertanyaan Ariana yang bertubi-tubi padanya. Dia membanting sendok sampai berdeting jatuh dengan suara yang nyaring. Ariana terkejut hingga berhenti berkata lagi."Aku sudah bilang, kamu jangan bertanya lagi! Kepalaku jadi sakit dan tidak mood makan, tahu!" bentak Kevin yang membuat Ariana semakin terkejut. "Memang kamu pikir aku nyaman tinggal di sini bersama Kenzo? Kamu ingin kejadian kita bertengkar kemarin malam terulang lagi?""Bukan begitu maksudku, Sayang .... ""Atau
Kevin sudah menunggu di kamar hotel itu sejak dari sore hari. Akan tetapi Irene sama sekali belum terlihat batang hidungnya hingga detik itu. Kevin berdecak kesal. Dia sudah tak sabar lagi menunggu kekasih hatinya untuk datang.Diteleponnya kembali Irene yang lagi-lagi sangat slow respond. Irene tak kunjung mengangkat teleponnya, walaupun dia sudah berkali-kali mencoba menghubunginya. Pada akhirnya, Kevin menyerah. Dia melempar handphone miliknya ke atas tempat tidur."Ke mana dia? Kenapa sekarang dia jadi pembangkang seperti ini dan membuatku menunggu lama?"Kevin meneguk wine yang sudah tersedia di kamarnya. Padahal wine itu sengaja disediakan pihak hotel untuk jamuan makan malam romantis untuk Kevin dan Irene. Tak lama setelahnya, Kevin mendengar ada dering telepon dari handphonenya. Begitu tertera nama Irene di sana, dengan cepat Kevin langsung mengangkat telepon itu."Irene! Kamu di mana? Aku sudah menunggu sangat lama dari sore hari! Aku pikir kamu bisa izin pulang cepat hari ini