Share

Bab 7: Hadiah Ulang Tahun Irene

Mobil Kevin menepi di bahu jalan sebuah komplek perumahan elit yang ada di Kota Bandung. Dia turun dari mobilnya dan menuju ke salah satu rumah yang terletak di wilayah hook. Layaknya orang yang sedang kunjung pacar, Kevin merapikan diri sedikit sebelum akhirnya membunyikan bel pintu.

Seorang pelayan rumah tangga berusia 40 tahunan terlihat berlari membukakan pintu pagar.

"Den Kevin? Mari masuk ke dalam," sapa Simbok, begitulah pelayan itu disapa.

"Selamat sore, Mbok. Irene sudah pulang?" tanya Kevin dengan senyuman lebar di wajah.

"Non Irene mungkin sebentar lagi pulang. Biasanya selepas maghrib dia baru sampai di rumah. Ayo tunggu di dalam saja, Den Kevin," jawab Simbok ramah.

Kevin masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Dengan begitu cekatan, Simbok melayaninya sebagai tamu kehormatan sang Tuan Rumah. Saking seringnya Kevin datang, Simbok sudah hapal betul jenis minuman dan makanan apa saja yang harus disuguhkan untuk Kevin.

"Terima kasih, Mbok," ucap Kevin berterima kasih.

Seusai mengerjakan tugasnya, Simbok pun menghilang. Menyisakan hanya Kevin yang berada di area ruang tamu. Jam dinding antik di ruangan itu menunjukan pukul enam sore. Seharusnya sebentar lagi Irene akan sampai di rumah.

Kevin merogoh saku celananya. Sebuah kotak kecil berwarna biru berbahan beludru terlihat ada di genggamannya. Perlahan laki-laki itu membuka penutup kotak yang menampakan sebuah cincin bertahtakan berlian yang berkilau ada di dalamnya.

Bunyi deru mobil terdengar di depan rumah. Kevin dengan cepat menutup kembali kotaknya dan menyimpannya di saku celananya. Simbok sudah berlari keluar untuk membukakan gerbang. Mobil itu akhirnya terparkir di garasi. Seorang wanita berusia hampir mendekati 30 tahunan keluar dari mobil dengan menjinjing tas tangannya.

"Non Irene, ada tamu yang sudah menunggu di dalam." Simbok melaporkan kepada majikannya yang baru datang itu.

"Siapa? Kevin ya?"

Seolah sudah bisa menebak, Irene begitu saja menyebut nama Kevin. Memang tidak ada lagi orang yang akan datang ke rumahnya saat ini selain Kevin. Apalagi di dekat rumahnya, dia sempat melihat ada mobil Kevin yang terparkir di sana.

"Benar, Non." Simbok membenarkan tebakan Irene.

Dengan cepat, Irene pun masuk ke dalam rumah, di mana dia melihat Kevin sedang duduk santai di ruang tamunya. Segera dia menghampiri dan menyongsong sang kekasih dengan pelukan hangat.

"Sayang!" seru Irene seraya memeluk Kevin dengan erat. "Aku kangen banget sama kamu!"

"Iya, Sayang. Aku juga. Tapi jangan pelukan di sini juga. Malu, dilihat sama Simbok!" bisik Kevin malu-malu.

Dengan canggung, Irene melepaskan pelukannya segera dari Kevin. Sementara Simbok sudah menutup muka di dekatnya.

"Ya sudah sayang. Ke atas yuk!" ajak Irene sambil menggamit tangan Kevin.

Kevin pun mengikuti Irene ke lantai dua. Irene mengajaknya ke kamarnya di mana mereka sering menghabiskan waktu di sana.

"Tumben kamu bisa datang ke sini, Sayang? Bukannya kamu sedang senang-senangnya sama istrimu itu?" tanya Irene dengan agak sarkas pada Kevin. Terlihat adanya kecemburuan dari nada bicaranya saat itu.

"Aduh, jangan marah dong, Sayang. Walaupun statusku dan wanita itu menikah, tapi aku sama sekali tidak pernah menyentuhnya! Aku bisa bersumpah atas nama Tuhan!" Kevin berlutut di hadapan Irene, untuk membuktikan kesungguhannya.

"Iya-iya. Aku percaya. Terus bukannya kamu katanya habis pergi ke tempat wisata bersama istrimu? Kenapa sekarang justru kamu datang ke rumahku?" tanya Irene untuk kedua kalinya.

"Ada timing yang tepat untuk pergi, Sayang. Lagi pula aku benar-benar ingin bertemu sama kamu. Jangan-jangan kamu gak senang aku datang menemuimu?" Kevin kini mengambil tempat duduk di samping Irene.

Irene mencubit pelan tangan Kevin. "Mana mungkin aku gak senang? Aku ini kangen banget sama kamu, tahu!"

Irene pun merangsek lebih mendekat pada Kevin. Dia menyenderkan kepalanya di bahu Kevin yang bidang dengan tangan yang bergelayut mesra. Rasa senang meliputi hati wanita itu karena sang pujaan hati ada bersamanya.

"Oh iya, Sayang. Aku ada hadiah ulang tahun untuk kamu. Maaf karena aku terlambat memberikannya. Kamu tahu, 'kan? Aku sibuk sekali beberapa bulan ke belakang karena harus menyiapkan segala sesuatu untuk pernikahan dadakan itu," ucap Kevin kemudian.

Irene pun melepaskan Kevin. Kevin terlihat mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya. Dia membuka kotak itu di depan Irene. Sejenak Irene sungguh terpana dibuatnya. Pasalnya Kevin telah menghadiahkan dirinya cincin berlian mahal yang selama ini sudah menjadi idamannya.

"Wah! Bagus sekali, Sayang! Ini 'kan cincin yang aku ingin sekali beli? Kamu tahu dari mana aku menginginkan cincin ini?" ujar Irene bahagia.

"Aku tahu, Sayang. Aku 'kan sangat paham seleramu." Kevin merasa bangga. Dia lalu memasangkan cincin itu ke jari manis Irene. Ternyata cincin itu juga sangat muat di jari manis wanita itu.

"Syukurlah, ternyata sangat cocok buatmu," kata Kevin dengan seulas senyuman puas yang terukir di wajahnya.

"Aku mencintaimu, Kevin." Irene balik menghadiahkan Kevin sebuah ciuman singkat. "Terima kasih, ya."

Tiba-tiba suasana di antara mereka terasa intim. Baik Kevin maupun Irene terlarut dalam suasana tersebut. Mereka saling mendekat hingga akhirnya bertukar ciuman. Mereka berpanggutan lama, semakin terlarut ke dalam gelora asmara. Hasrat yang sempat tertahan selama sehari itu akhirnya tertumpah sudah.

Tanpa terasa waktu pun bergulir. Kini telah memasuki hampir tengah malam. Kevin dan Irene bergelung tanpa busana dengan selimut menutupi tubuh mereka.

"Ya ampun, Sayang! Ini sudah tengah malam. Kamu tidak pulang ke villa?" pekik Irene ketika dia melihat jam dinding di kamarnya saat itu.

Kevin termenung sejenak. Akan tetapi, dia malah menarik selimut hingga hampir menutupi seluruh tubuhnya. "Ah, mendingan aku tidur saja bersamamu daripada harus kembali ke villa itu."

"Maksudmu, kamu mau menginap di sini hari ini?" Irene berusaha meyakinkan Kevin mengenai kata-katanya itu.

"Iya. Malas aku harus terjebak bersama Kenzo dan Ariana," jawab Kevin sekenanya.

Irene kemudian memeluk Kevin erat. "Ya sudah, menginap saja di sini. Kapan lagi kita bisa menghabiskan waktu panjang seperti sekarang?"

Tiba-tiba Kevin mengambil posisi di atas Irene, membuat wanita itu terkejut. Seringai nakal tersungging dari wajah Kevin.

"Kalau begitu, ayo kita mulai ronde kedua. Kita bercinta sampai pagi buta!" ajak Kevin yang langsung menyergap Irene untuk menyambung kegiatan mereka yang terhenti sejenak.

***

Ariana duduk di meja makan sendirian. Dia termenung dan berkali-kali memeriksa jam dinding yang ada di ruang makan. Sudah tengah malam saat itu. Bahkan udara di luar terlihat tak bersahabat dengan hujan yang mulai mengguyur wilayah Bandung.

Wanita itu resah dan gelisah perihal sang suami yang menghilang secara mendadak. Sejak sore itu Kevin pergi, sampai saat ini tak diketahui di mana keberadaannya.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif .... "

Ariana menghela napas panjang. Sudah berkali-kali juga dia mencoba untuk mengirim pesan dan menelepon Kevin namun sama sekali tak terkirim dan tersambung. Sepertinya Kevin sengaja mematikan handphone nya agar tidak dapat dihubungi.

"Apakah dia masih marah padaku terkait insiden tumpahnya bubur itu?" gumam Ariana bertanya-tanya.

Mendadak Ariana merasa merinding sekujur tubuh. Udara malam tak bersahabat untuk tubuhnya yang belum begitu pulih. Dia juga batuk berkali-kali.

"Ya ampun," keluhnya.

Kenzo sebenarnya memperhatikan Ariana dari balik pintu kamarnya yang terbuka. Dia sama sekali belum tidur malam itu. Dirinya khawatir dengan kondisi Ariana yang masih belum pulih betul. Apalagi ketika wanita itu mendadak batuk-batuk. Kenzo langsung mengambil selimut tebalnya dan menyelimutinya di tubuh Ariana.

"Mas Kenzo?" Ariana benar-benar terkejut, tak menyangka jika sang kakak ipar masih terbangun saat itu.

"Ariana, kamu ini ngapain sih? Ini sudah tengah malam, lho! Kamu harus segera masuk ke kamar dan berisitirahat!" omel Kenzo khawatir.

"Aku masih mau menunggu Kevin pulang, Mas," sahut Ariana yang terkesan sangat keras kepala. "Kevin masih belum pulang. Mana mungkin aku tidur begitu saja."

"Kevin tidak akan pulang. Pegang kata-kataku," timpal Kenzo kesal akibat sikap Ariana yang keras kepala.

Ariana mengernyitkan dahinya. Dia bingung dan tak mengerti mengapa Kenzo sebegitu yakinnya jika Kevin tidak akan pulang ke rumah.

"Kenapa Mas yakin sekali terhadap hal itu? Mas mengetahui sesuatu? Mas tahu ke mana Kevin pergi?" tanya Ariana bertubi-tubi.

Kenzo hanya terdiam, tak menjawab pertanyaan dari Ariana. Hatinya terlampau sedih dengan segala kenyataan yang sebenarnya terjadi di antara mereka.

'Mas tahu karena ... Kevin, suamimu itu adalah lelaki bejat. Dia tega membohongimu yang mencintainya dengan sepenuh hati,' batin Kenzo sedih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status