Fitri hanya bisa menutup telinganya dengan bantal ketika mendengarkan semua dari ruang tengah. Wanita itu, yang katanya kekasih Aaron itu benar-benar datang ke apartemen mereka.
Wanita itu datang saat Fitri baru merapikan apartemen. Dan saat Fitri membuka pintu, dengan santainya wanita itu langsung masuk ke dalam apartemen sebelum Fitri mempersilahkan dia masuk.Dia langsung memanggil nama Aaron, dan menyebutkan kata sayang. Saat itulah Fitri yakin kalau wanita itu adalah Erica, kekasih suaminya.Penampilan wanita itu memang luar biasa, tapi caranya memperlakukan orang lain dan tatapannya pada Fitri benar-benar membuat Fitri lost respect pada wanita yang cantik, berkulit putih, berambut indah dan bertubuh elok itu.Dan begitu Aaron keluar kamarnya, tanpa malu-malu wanita itu melumatt bibir Aaron tanpa rasa risih atau malu di depan Fitri.Fitri yang sadar diri langsung pergi dari sana, tapi saat Fitri akan pergi. Aaron memanggilnya dan memerintahkan Fitri untuk membuatkan minuman untuk Erica.Fitri sudah melaksanakan perintah itu, dia membawakan jus jeruk untuk Erica. Meletakkannya dengan sopan di atas meja. Tapi begitu Erica meminum minuman itu, Erica malah membanting jus jeruk itu.Erica mengatakan kalau jus jeruk itu terlalu asam."Kamu ini benar-benar tidak becus ya jadi pelayan!" pekik Erica pada Fitri.Fitri hanya bisa minta maaf, karena saat dia menoleh ke arah Aaron. Pria itu malah menatap tajam padanya dan terlihat tak perduli pada apapun yang di katakan Erica pada Fitri.Fitri sadar, siapalah dia sampai sampai Aaron akan perduli padanya. Pada akhirnya Fitri meminta maaf dan membersihkan semua kekacauan yang di buat oleh Erica, lalu menyiapkan minuman yang baru.Setelah semua itu, Aaron menyuruhnya untuk tidak muncul lagi di hadapan Erica dan Aaron. Fitri pun masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu kamarnya itu. Dia memilih menutup telinganya karena suara-suara yang di timbulkan oleh dua orang yang sedang bergulat panas di ruang tengah itu.Fitri tak menyangka akan menemukan orang-orang seperti Aaron dan Erica. Mereka belum menikah, tak sudah melakukan hubungan seperti itu, di apartemen Aaron pula. Fitri sendiri benar-benar hilang respect pada Erica.Beberapa lama kemudian, Fitri sampai tertidur karena menutup telinganya dengan rapat menggunakan bantal dan juga pendingin ruangan yang sejuk yang membuatnya terlelap.Sampai dia terbangun sendiri, dan dia lihat dari jendela kamarnya, di luar sudah gelap.Dia begitu khawatir pada bunda Irene dan adik-adik pantinya, tapi ponselnya di tahan oleh Aaron. Fitri jadi bingung harus bagaimana.Fitri keluar dari kamar, dan begitu dia ke ruang tengah, dia melihat di sana sudah banyak tissue yang berceceran dimana-mana. Fitri hanya bisa mengusap wajahnya. Untung saja dia tidak mencintai Aaron, kalau dia menikah karena cinta, dan melihat hasil perbuatan suaminya seperti itu. Dia pasti akan sangat sakit hati.Fitri membersihkan semua kekacauan itu. Sampai bersih, sangat bersih dan rapi. Setelah itu dia memasak untuk makan malam, barulah saat itu dia mendengar suara telepon dari ruang tengah.Fitri segera mengangkat telepon itu."Halo, selamat malam!" sapa Fitri."Halo nak, bagaimana dengan tempat tinggal barumu? apa kamu menyukainya?" tanya Adriana."Ibu, iya Bu. Tempat ini sangat nyaman. Terimakasih banyak!" kata Fitri."Kenapa mengucapkan terimakasih terus nak, itu adalah hadiah dari seorang ibu. Oh ya, besok pagi, ibu mau ajak kamu ke panti asuhan. Ibu juga harus kenal dengan besan ibu kan? kamu siap-siap ya besok pagi, jam delapan pagi, ibu akan sampai di apartemen dan menjemput kamu!" kata Adriana.Rasa bahagia Fitri tak bisa dia ungkapkan, matanya berbinar dan berkaca-kaca. Dia baru saja memikirkan bagaimana caranya menghubungi bunda Irene dan bertanya tentang kabar adik-adik panti. Tapi ibu mertuanya malah mau mengajaknya kesana."Iya Bu, aku akan siap saat ibu datang!" kata Fitri senang."Bagus! lalu dimana Aaron? apa dia memperlakukanmu dengan baik?" tanya Adriana lagi."Tuan....!""Tuan?" tanya Adriana menyela."Em... maksudku Aaron, dia... dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi akan kembali!" kata Fitri yang memang tidak melihat ada tanda kehidupan Aaron di apartemen."Oke baiklah, ibu hanya menyampaikan itu saja. Kamu jaga diri baik-baik ya nak!""Iya Bu!"Dan panggilan telepon pun berakhir, Fitri menghela nafas lega sambil memeluk gagang telepon di dadanya. Dia begitu senang bisa pergi ke panti dan bertemu dengan bunda Irene dan adik-adik pantinya.Keesokan paginya, Fitri sudah membuatkan sarapan dan membersihkan rumah. Fitri ingat, dia tidak boleh masuk ke kamar Aaron. Karena itu dia hanya mengetuk pintu untuk memberitahukan kalau sarapan sudah siap.Tapi setelah beberapa kali mengetuk, tak ada jawaban dari dalam kamar. Karena penasaran, Fitri membuka kamar itu, takutnya terjadi sesuatu pada Aaron. Tapi ternyata Aaron tengah tertidur lelap di atas tempat tidurnya sendirian."Jadi wanita itu sudah pergi" gumam Fitri yang langsung kembali menutup pintu.Fitri pun sarapan sendiri, karena dia memang ingin cepat-cepat pergi ke panti asuhan. Tak lama setelah Fitri selesai sarapan, pintu apartemen terbuka. Dan memperlihatkan Aaron yang pulang dalam keadaan berantakan.Tapi meski melihat hal itu, Fitri hanya diam. Dia tidak berani bertanya sampai Aaron masuk ke dalam kamarnya.Tak lama setelah itu bel pintu apartemen berbunyi, Fitri segera membuka pintu. Dan ternyata yang datang adalah Adriana."Selamat pagi nak! bagaimana? sudah siap?" tanya Adriana yang memang selalu memeluk Fitri dan mencium pipi kanan dan kiri menantunya itu setiap mereka baru bertemu."Sudah Bu" jawab Fitri."Oh ya, mana suamimu. Dia juga sudah siap kan?" tanya Adriana."Dia ada di kamar... tapi Bu...!"Melihat ekspresi Fitri, Adriana tahu kalau Aaron tidak mau ikut. Maka Adriana pun bergegas ke kamar Aaron dan mengetuk pintunya dengan kencang.Tok tok tokAaron yang mendengar suara ketukan keras di pintu mengira itu adalah Fitri. Dia kesal sekali, sampai dalam keadaan tanpa atasan karena memang dia ingin mandi. Aaron membuka pintu itu dengan kesal."Beraninya kamu...!"Aaron menjeda kalimatnya, ketika dia melihat bukan Fitri, tapi ibunya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Kamu bilang apa?" tanya Adriana."Ibu!""Apa ibu, ibu? cepat pakai pakaian yang rapi, kita akan menemui bunda Irene di panti asuhan!" kata Adriana tegas."Untuk apa?" tanya Aaron malas."Untuk apa? untuk apa? kamu ini baru menikah dengan Fitri, tentu saja kamu harus berkunjung ke rumah ibu mertua kamu. Kamu ini bagaimana sih? cepat ganti baju saja, lima menit sudah harus siap!" kata Adriana.Tatapan mata Aaron benar-benar mematikan ketika dia melihat ke arah Fitri.'Dia pasti akan mengamuk setelah ini!' batin Fitri.***To be continued...Aaron, Fitri dan ibunya sudah sampai di depan panti asuhan bunda Irene. Bunda Irene yang memang selalu ramah dan tersenyum ketika melihat siapapun meskipun baru bertemu dengannya, tersenyumlah ramah pada Adriana. Banyak juga hadiah yang di bawa oleh Adriana. Aaron langsung menarik tangan Fitri. Mengajaknya menjauh dari Adriana dan berkata."Dengar, katakan pada ibu pemilik panti itu, kalau aku memang sudah sering kemari. Seperti yang kita sepakati, jika ibuku curiga sebelum aku mendapatkan jabatanku kembali, kamu akan tetap aku tuntut. Mengerti!" ucap Aaron tegas sekali saat berbisik pada Fitri. Fitri hanya bisa mengangguk paham, baru setelah itu Aaron melepaskan Fitri. Fitri pun minta ijin pada ibu mertuanya untuk bicara dengan ibu panti."Nak, ada apa semua ini. Nyonya itu menyebutmu sebagai menantunya? apa yang sebenarnya terjadi?" tanya bunda Irene pada Fitri. "Bunda sebenarnya..."Fitri pun pada akhirnya menceritakan semuanya kepada bunda Tiara. Tidak ada yang dia tutupi kar
Di dalam kamarnya, ponsel Aaron yang gantian terus menerus berdering. Aaron mendengar itu, tapi Erica terus mencoba untuk menghalangi kekasihnya itu pergi darinya. "Sayang, aku akan angkat teleponnya sebentar. Kalau itu dari ibu, kartu kredit ku bisa-bisa di blokir" kata Aaron. Dengan terpaksa, meskipun enggan. Akhirnya Erica turun dari pangkuan Aaron dan merapikan kemejanya yang kancingnya sudah terbuka semua. Aaron mengusap bibirnya yang basah lalu meraih ponselnya. Matanya melebar ketika melihat siapa yang tengah menghubunginya. Aaron bergegas keluar dari kamar dan menuju ke kamar Fitri. Saat itu Fitri sedang merapikan pakaiannya di lemari, tapi Aaron masuk ke dalam kamarnya dan langsung mencium leher Fitri dan memberikan isapan kencang di sana. "Agkhhh" Fitri berteriak kesakitan, dia mendorong Aaron sampai jatuh ke lantai. "Kamu berani mendorong ku?" tanya Aaron marah. Fitri yang seharusnya marah, bukan? tapi kemudian dia ingat surat kontrak itu. Dia hanya bisa memegang le
Erica mendekati Aaron tapi Aaron sudah kehilangan keinginan untuk menyentuh Erica. Hal itu membuat Erica bertanya-tanya. "Honey, why?" tanya Erica yang terlihat kesal dan menghalangi Aaron yang ingin masuk ke dalam kamar mandi. "Sorry sayang, ibuku tadi mengatakan hal yang tidak enak. Aku jadi hilang mood. Aku akan mandi, setelah itu kita lebih baik jalan-jalan saja ya" kata Aaron."Oke" jawab Erica sambil tersenyum. Tapi setelah Aaron masuk ke dalam kamar mandi, dengan cepat Erica merubah wajahnya menjadi kesal. Dia merasa kalau penolakan Aaron itu pasti berhubungan dengan Fitri. Erica yang sama sekali tidak ingin kecolongan, lantas pergi ke kamar Fitri dengan kesal. Padahal dia masih memakai atasan yang memperlihatkan semua bagian perutnya dan celana pendek sekali, hanya menutupi bagian pangkal pahanya saja. Pintu kamar Fitri juga di buka dengan kasar, saat itu kebetulan Theo baru kelar dari kamarnya setelah merapikan pakaian. Dia melihat Erica dengan kesal membuka pintu kamar
Fitri menangis ketika Aaron menarik kasar perban dari lehernya. Aaron juga melihatnya, goresan panjang berwarna merah kehitaman terdapat di leher Fitri yang tadi berusaha dia tutupi dengan perban. "Tuan, tadi nona Erica marah pada nona Fitri. Dia mencakar leher nona Fitri, begitu melihat tanda merah yang tuan tinggalkan di leher nona Fitri" kata Theo berusaha menjelaskan. Aaron langsung melemparkan perban itu ke lantai. Aaron menatap luka Fitri itu dan memalingkan wajahnya. "Theo, obati wanita kampungan ini. Kalian malam malam saja di sini, pesan layanan kamar" kata Aaron yang langsung pergi meninggalkan ruangan itu dengan cepat. Theo melihat Fitri kembali menangis menjadi sangat sedih. Untung saja kotak obatnya dia tinggalkan di kamar Fitri. "Aku akan obati lukamu, setelah itu aku akan pesan makanan" kata Theo. Theo mengobati lagi luka di leher Fitri. "Fitri, kamu pasti...""Aku tidak apa-apa kak, hanya lehernya saja yang sakit kok. Yang lain tidak" ucap Fitri berbohong. Di
Theo sudah bangun dan mendatangi kamar Aaron, untuk memberitahu bosnya itu kalau mobil yang akan membawa mereka berlibur berkeliling kota ini akan tiba sedikit terlambat. Karena memang kebanyakan dari para turis mengelilingi kota dengan berjalan kaki, tapi karena cuaca di tempat ini memang sedikit panas, karena memang musim panas. Erica tidak mau berjalan-jalan dengan berjalan kaki. Dia mau naik sebuah mobil yang mewah dan hanya berdua saja dengan Aaron. Tidak ingin ada supir yang akan mengganggu mereka saat ingin bermesraan kapan saja. Aaron mengetuk pintu kamar Aaron, dia hanya mengetuk. Memang seperti itu, dia tidak akan bicara atau berhenti mengetuk sebelum Aaron membuka pintunya. Dan suara ketukan pintu itu membuat Erica merasa sangat terganggu. Sedangkan Aaron, dia sedang berada di dalam kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap setelah dari balkon tadi. Erica yang kesal sampai melemparkan bantal yang tadi dipakainya ke lantai. "Berisik sekali sih, siapa yang pagi-pagi begin
Theo langsung mengajak Fitri berjalan-jalan di dekat hotel itu. Di sana juga terdapat banyak penjual oleh-oleh dan banyak sekali stand makanan dari hotel sampai ke arah pantai. "Ini pertama kalinya aku ke luar negeri..." Fitri yang takut salah bersikap dan membuat Theo malu atau risih nantinya mengatakan dulu kalau dia memang baru pertama kalinya pergi ke luar negeri. Tapi Theo langsung menyela ucapan Fitri itu. "Aku tahu, karena aku yang mendaftarkan paspor mu" kata Theo. Fitri terkekeh canggung, dan apa yang di katakan Theo itu benar. Memang Theo yang memberikan paspornya kemarin lusa. "Maksudku, kalau aku terlihat kampungan...""Kamu tahu Fitri, akan lebih baik jika seseorang itu bersikap seperti dirinya, maksudku sikap apa adanya. Menunjukkan bagaimana sebenarnya dirimu, itu akan lebih membuat langkahmu menjadi ringan" kata Theo. Fitri tersenyum mendengar apa yang di katakan Theo. Dia jadi ingin tahu seperti apa kehidupan pria yang mengatakan pada Fitri untuk menganggapnya
Jam 11 siang, Adriana menghubungi Fitri. Fitri pun panik, dia tidak terbiasa berbohong. Dan sebenernya dia sama sekali tidak ingin berbohong, karena ibu mertuanya itu sangat baik padanya. "Kak, ibu Adriana menelpon. Apa yang harus aku katakan?" tanya Fitri yang panik. "Sebentar, aku akan hubungi bos" kata Theo yang kemudian meraih ponsel dari kantongnya. Tapi ternyata, begitu dia menyalakan layar ponselnya, ponselnya tidak bisa menyala. "Astaga, ponselku mati. Bagaimana aku tidak menyadari ini" kata Theo yang lalu menghidupkan ponselnya lagi. Dan begitu dia menghidupkan ponselnya, sudah banyak sekali panggil tak terjawab dan pesan dari Aaron. Theo pun segera menghubungi Aaron. "Hei, akhirnya kamu menghubungiku. Kenapa dengan ponselmu" omel Aaron di ujung telepon. "Maaf bos, ponselku mati. Aku tidak menyadarinya. Bos, Nyonya besar menghubungi nona Fitri, panggilan video. Kami harus bilang apa?" tanya Theo. "Dimana kalian?" tanya Aaron. "Di salah satu kafe di pinggir pantai" j
Malam harinya, setelah makan malam Theo mengantarkan Fitri ke kamarnya. Fitri yang kebetulan mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamar Aaron, merasa ingin tahu apa pria itu sudah kembali atau belum. "Kak, apa tuan sudah kembali?" tanya Fitri. "Belum, dia akan menginap di pulau seberang dengan nona Erica. Matikan saja ponselmu kalau takut nyonya besar akan menghubungi kamu dan kamu bingung harus menjawab apa" kata Theo memberikan solusi pada Fitri. Fitri mengangguk paham. "Baiklah, aku masuk dulu kak. Selamat malam" kata Fitri. "Selamat malam" Malam itu Fitri merasa dia bisa tidur dengan nyenyak, sebenarnya kasur hotel itu sangat nyaman, kemarin dia tidak bisa tidur karena siksaan dari suaminya dan kekasihnya itu. Luka di lehernya terasa sakit. Sekarang luka itu sudah sembuh, meski masih berbekas tapi sudah tidak terbuka, dan sudah kering. Salep orang kaya memang berbeda. Dan di pulau seberang, jangan tanya sedang apa Aaron dan Erica. Tentu saja mereka melakukan apa yang s