Share

Bab 7

Di dalam kamarnya, ponsel Aaron yang gantian terus menerus berdering. Aaron mendengar itu, tapi Erica terus mencoba untuk menghalangi kekasihnya itu pergi darinya.

"Sayang, aku akan angkat teleponnya sebentar. Kalau itu dari ibu, kartu kredit ku bisa-bisa di blokir" kata Aaron.

Dengan terpaksa, meskipun enggan. Akhirnya Erica turun dari pangkuan Aaron dan merapikan kemejanya yang kancingnya sudah terbuka semua.

Aaron mengusap bibirnya yang basah lalu meraih ponselnya. Matanya melebar ketika melihat siapa yang tengah menghubunginya. Aaron bergegas keluar dari kamar dan menuju ke kamar Fitri.

Saat itu Fitri sedang merapikan pakaiannya di lemari, tapi Aaron masuk ke dalam kamarnya dan langsung mencium leher Fitri dan memberikan isapan kencang di sana.

"Agkhhh"

Fitri berteriak kesakitan, dia mendorong Aaron sampai jatuh ke lantai.

"Kamu berani mendorong ku?" tanya Aaron marah.

Fitri yang seharusnya marah, bukan? tapi kemudian dia ingat surat kontrak itu. Dia hanya bisa memegang lehernya yang merah dan terasa ngilu sambil menundukkan wajahnya.

"Maaf tuan, tuan mengagetkan aku" kata Fitri mengatakan apa yang menyebabkan dia mendorong Aaron.

Mata Aaron melotot tajam ke arah Fitri, Fitri hanya bisa menunduk sambil menahan rasa sakit di lehernya sambil menggerutu di dalam hati.

'Apa si singa ini juga vampir? kenapa menggigit leherku, apa dia mau minum darah seperti yang di film-film' batin Fitri.

"Dengar tidak?" pekik Aaron.

Ternyata saat Fitri membatin di dalam hatinya, Aaron sedang bicara padanya.

"Apa?" tanya Fitri yang langsung jadi gelagapan.

"Kamu ini selain kampungan, bodoh, ternyata tuli juga ya?" tanya Aaron kesal.

Lengkap sudah Aaron menghina Fitri. Fitri hanya bisa menghela nafasnya saja. Salahnya juga malah menggerutu dalam hati tadi.

"Aku bilang, ibuku menelepon. Cepat buka bajumu dan tutupi tubuhmu dengan selimut" kata Aaron pada Fitri.

Mendengar hal itu sontak saja Fitri membulatkan matanya dengan sempurna.

"Hah, apa tuan? buka baju? bukankah di dalam kontrak tidak akan ada..."

Belum selesai Fitri bicara, Aaron sudah berdecak kesal.

"Ck... siapa juga yang mau menyentuhmu. Aku sama sekali tidak berselera padamu, meskipun kamu berdiri dengan tanpa sehelai benang pun di depanku. Buka bajumu dan tutupi dengan selimut. Cepat!" pekik Aaron.

Fitri tersentak kaget, tapi dia langsung berdiri dan melakukan apa yang Aaron suruh sambil membelakangi Aaron.

"Cepat wanita kampung" serunya lagi membuat Fitri segera membuka sisa penutup di bagian dadanya.

Fitri meraih selimut dan melilitkan di tubuhnya.

"Sudah tuan" kata Fitri pelan.

Aaron berbalik dan menepuk keningnya. Fitri melilit semua tubuhnya sampai bawah dagu dengan selimut putih hotel itu.

"Siapa yang menyuruhmu jadi kepompong! aku bilang tutupi dadamu. Cepat kemari!" seru Aaron.

Tanpa ijin dari Fitri, Aaron menarik selimut yang Fitri kenakan. Membuat bagian dadanya terekspos oleh mata bulat Aaron.

Melihat pemandangan di depannya, meski tadinya Aaron mengatakan tidak berselera dengan gadis kampungan seperti Fitri. Tapi ucapan dan tubuhnya memberikan reaksi yang berbeda.

Meskipun Fitri segera menutupi dia buah melon yang menggantung di depan dadanya itu. Mata Aaron tadi sudah sempat melihatnya, dan hal itu membuat jakun Aaron naik turun. Juga merasakan perasaan yang begitu membuatnya canggung.

"Tuan, selimutnya.."

Perkataan Fitri itu membuat Aaron langsung tersadar dari sikap bodohnya yang terus melihat ke arah dada Fitri bahkan ketika sudah di tutupi oleh kedua tangan Fitri.

"Tutupi saja, ayo ke tempat tidur" kata Aaron yang langsung menarik Fitri ke tempat tidur.

"Eh.."

Aaron yang memang tidak menggunakan atasan langsung memeluk Fitri dari belakang.

"Pura-pura tidur" kata Aaron pada Fitri.

Setelah Fitri memejamkan mata, Aaron baru mengangkat telepon sambil mengacak-acak rambutnya.

Adriana melakukan panggilan video, itulah kenapa Aaron harus bergegas ke kamar Fitri.

"Huammm"

Aaron berpura-pura habis bangun tidur. Baru dia menyapa ibunya.

"Ibu ada apa?" tanya Aaron.

"Kalian sudah sampai? kenapa tidak mengabari ibu, mana menantu ibu?" tanya Adriana.

Seperti yang sudah di kira oleh Aaron sebelumnya, kalau Adriana pasti akan mencari Fitri.

Aaron langsung mengarahkan kameranya pada pada Fitri yang tertidur di pelukan Aaron.

"Dia sedang tidur, dia sangat lelah.."

"Kalian tidak sedang bersandiwara kan?" tanya Adriana.

"Kapan sih ibu akan percaya padaku, lihat ini!" kata Aaron membenarkan helaian rambut panjang Fitri yang menutupi lehernya, hingga memperlihatkan bekas isapan bibir Aaron di leher Fitri.

Melihat tanda merah kehitaman itu, Adriana tersenyum malu.

"Nah begitu dong, kalian sudah menikah jadi harus semakin dekat begitu. Ibu tunggu kabar baik pokoknya kalau kalian pulang ya. Ya sudah, tidak usah bangunkan Fitri, dia pasti lelah. Kalian bersenang-senang lah di sana ya. Sampai jumpa" kata Adriana yang langsung mengakhiri panggilan videonya.

Fitri masih memejamkan matanya, dia mendengar semua itu. Dia pikir telepon dari Adriana sudah berakhir, tapi dia tidak berani buka mata. Dia takut Aaron akan marah kalau dia buka mata sebelum Aaron perintahkan.

Sedangkan Aaron yang memeluk pinggang Fitri malah merasa kenyamanan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dia melihat Fitri dari ujung kepala sampai pinggangnya.

'Tidak ada yang istimewa, aku pasti sedang berhalusinasi tadi, karena bisa terpana melihat tubuh wanita kampungan ini' batin Aaron.

Tapi di peluk seperti itu terus, Fitri juga merasa tidak nyaman.

"Tu... tuan. Aku sudah boleh bangun?" tanya Fitri pelan yang rasanya aneh saja di peluk seperti itu sedangkan dia tidak memakai atasan.

Mendengar suara Fitri, Aaron langsung menarik tangannya dan melompat dari tempat tidur.

"Heh, bangun saja. Kenapa terus berpura-pura tidur? senang dapat pelukan dariku?" tanya Aaron terdengar begitu kesal pada Fitri.

Fitri merapikan selimut yang menutupi dadanya, sambil mengernyitkan keningnya, dia menoleh ke arah Aaron.

"Lihat kerutan di keningmu itu, kamu sudah seperti nenek-nenek. Pokoknya kamu jangan ganggu aku ya, kalau butuh apapun katakan pada Theo. Aku yakin ibu tidak akan menghubungi kita dalam waktu dekat" kata Aaron yang terburu-buru luar dari kamar Fitri bahkan sambil membanting pintu kamar Fitri.

Fitri pun terduduk lemas di tepi tempat tidurnya.

"Hah, salah saja terus. Dia yang memelukku kan tadi? kenapa dia menyalahkan aku? dan kerutan di kening..."

Fitri memegang keningnya.

"Apa benar aku seperti nenek-nenek?" tanya Fitri yang kemudian bangun dan bercermin di kaca meja rias.

Fitri melihat keningnya, mengerutkannya lagi, dan mengembalikan seperti semula.

"Ah, tidak seperti nenek-nenek. Tidak ada bekasnya walau berkerut. Dasar singa aneh, itu pasti hanya alasan untuk menghina dan mengatai aku saja" gumamnya yang sudah kebal pada setiap perkataan kasar Aaron.

Tapi Aaron masih mengacak rambutnya di luar pintu kamarnya.

"Haih, kenapa keinginan ku menyentuh Erica jadi hilang. Ada apa denganku" ucapnya kesal sendiri.

***

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status