Share

Wajah Di Balik Topeng

Separuh wajah Lady Amelia Stormside tertutupi oleh topeng perak dengan hiasan bulu-bulu angsa lembut berwarna putih. Dia menuruni undakan kereta kuda milik keluarga Stormside setelah Lady Zemira turun terlebih dahulu.

Ayah Lady Amelia yaitu tuan perdana mentri Alexei Stormside sudah berangkat terlebih dahulu ke istana sejak sore sebelum puterinya pulang ke rumah. Sekalipun ia tahu tujuan diadakan pesta dansa malam ini tak lain untuk mencarikan jodoh penerus raja Wisteria Kingdom. Namun, Alexei tak ingin menggunakan kedudukannya untuk menyodorkan puterinya sebagai calon istri sang pangeran. 

Dia kuatir Amelia tak cocok dengan apa yang didambakan oleh Pangeran William Lancester. Kriteria calon istri pangeran sangat tidak jelas karena pemuda itu bersikeras ingin mencari sendiri gadis yang akan dipilihnya.

"Ayo kita masuk, Amy. Kurasa teman-teman sepermainanmu pun sudah ada di dalam aula istana. Bertingkahlah sopan dan anggun, jangan buat Mama papa kecewa!" pesan Lady Zemira menggandeng lengan puterinya memasuki pintu masuk aula istana.

Lautan manusia dalam berbagai kostum pesta yang semarak nampak tumpah ruah di ruangan luas dan megah itu. Gaun-gaun indah buatan penjahit ternama di Wisteria Kingdom menyapu lantai istana seiring dengan gerak-gerik para puteri bangsawan yang berusaha memikat para pemuda keturunan bangsawan dan juga pangeran yang membaur bersembunyi di antara para tamu undangan.

Di panggung pojok ruangan, pemain musik piano, biola, cell, dan harpa memainkan nada-nada merdu nan riang untuk menghidupkan suasana dan juga mengiringi siapa pun yang tertarik untuk berdansa Waltz di tengah lantai dansa. 

Setelah lelah belajar di pagi hari hingga siang di sekolah dan kunjungan ke panti asuhan hingga sore, Lady Amelia merasa tubuhnya seolah kehabisan bahan bakar. Lemas, sedikit mengantuk, dan tak antusias dengan kemeriahan pesta di istana raja yang menurutnya bising dan berisik. Alih-alih bergabung di lantai dansa untuk menikmati pesta, dia justru diam-diam menyelinap keluar menuju taman samping aula istana raja.

Cahaya remang-remang hanya dari sebagian lampu di aula dan rembulan purnama di atas langit biru tua keunguan yang ditemani gugusan bintang berkerlip bak berlian. Gadis itu duduk di atas susuran pagar pembatas aula dengan taman. Cukup nyaman karena memang agak lebar dan berkeramik porselen putih. 

Lady Amelia memejamkan matanya berusaha menikmati aroma wangi bunga-bungaan di taman istana yang terawat dengan baik. Jasmine, mawar, dan juga aroma dedaunan yang baru terpangkas. Semua itu sejenak membuat jiwanya tenang dan senang hingga ...

"Kabur dari pesta, Nona Cantik?" 

Gadis itu menahan lidahnya sebelum mengumpat terkejut karena dirinya tertangkap basah oleh seseorang. Dia memang terkesan kabur dari pesta, itu bukan perilaku baik dari puteri seorang perdana mentri. Perlahan Lady Amelia mengedarkan pandangannya mencari dari mana suara pria yang terkesan maskulin dan berwibawa itu berasal.

Sesosok bayangan pria bertubuh tegap dan jangkung membelakangi arah cahaya lampu aula melangkah mendekatinya. Jantung gadis itu berdegup kencang, dia menahan napasnya karena terlalu tegang menanti sosok itu menampakkan parasnya.

"Perkenalkan ... Sir William Blackwood! Siapa nama Anda, Miss?" Sebuah tangan terulur ke hadapan Lady Amelia.

Awalnya dia melihat telapak tangan pria itu lalu beralih naik ke wajah yang tertutupi separuh topeng warna hitam kontras dengan warna kulit mukanya yang pucat. Hanya bibir merah muda yang tak terlalu tebal dengan garis senyum yang nampak.

"Halo, Sir Blackwood. Panggil saja aku Amy. Bukan tamu penting di pesta dansa ini, jadi kurasa aku lebih senang menyepi di sini saja menikmati keindahan taman istana di malam hari. Aroma bunga mekar membuatku tenang," jawab Lady Amelia menyembunyikan identitasnya kepada lord muda yang menjadi tamu pesta di hadapannya.

"Hmm ... ide bagus. Lautan manusia itu juga membuatku pusing dengan aroma parfum para gadis bangsawan yang semerbak. Kurasa aku butuh sedikit udara segar," sahut pria muda itu mengangguk-anggukkan kepalanya setuju. 

Dia mengikuti arah pandangan Lady Amelia ke taman istana yang indah. Beberapa lampu taman menerangi semak-semak bunga yang terawat oleh tukang kebun kerajaan. "Ohh ... jadi Miss Amy ini penggemar bunga? Tunggu di sini ya!" 

Sang pangeran yang menyamar menjadi tamu pesta itu melompat turun lalu berlari kecil memotong setangkai bunga mawar Perancis merah muda yang sedang mekar dan menghilangkan duri-durinya dengan pisau belati yang tersimpan di sabuknya. Dia pun bergegas kembali ke tempat gadis tadi duduk lalu mengulurkan setangkai bunga indah itu. "Untukmu!" ucapnya.

"Wow, terima kasih, Sir Blackwood!" balas Lady Amelia menerima setangkai bunga mawar itu lalu mencium aromanya yang lembut. Dia tersenyum dan bertanya, "apakah aku harus membayarnya?"

Sang pangeran memerhatikan raut wajah gadis di balik topeng perak yang nampak familiar baginya seolah mereka pernah bertemu sebelumnya. "Panggil aku dengan namaku saja, William cukup. Dan sebuah dansa sederhana bersamamu akan sangat menyenangkan, Miss Amy. Bolehkah?" jawabnya tak melepaskan genggaman tangannya di tangan Lady Amelia.

"Baiklah—di sini atau—" 

Sang pangeran menarik tangan gadis itu hingga turun ke taman berumput pendek. "Di sini saja!" potong William yakin lalu meraih pinggang gadis itu hingga tubuh mereka saling menempel untuk melakukan langkah dansa pertama.

Di bawah indahnya cahaya rembulan purnama yang lembut dan sayup-sayup musik mini orkestra kedengaran dari aula istana mereka saling bertukar tatapan dalam langkah-langkah dansa Waltz sederhana. 

"Apa aku boleh tahu dimana rumahmu, Miss Amy?" selidik sang pangeran masih terus mengayunkan tubuh pasangan dansanya penuh percaya diri.

Lady Amelia merasa kebingungan bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Dia berusaha mengarang identitasnya. "Di Mayflower Village, aku anak asuh Madam Tania's Orphanage, Sir!" jawabnya.

"Ohh—begitukah? Aku akan berkunjung ke sana besok, apa boleh?" kejar William curiga.

"Umm ... tidak bisa, aku sekolah di Drakenville. Kau tak akan bisa menemukanku di rumah! Dan aku harus pulang sekarang. Terima kasih untuk dansa yang indah ini, Sir William Blackwood!" sergahnya cepat, Lady Amelia berusaha melarikan diri sebelum identitasnya yang sebenarnya terkuak.

Namun, sang pangeran tak ingin gadis buruannya kabur dengan mudah. Dia memeluk punggung Amy dan menangkup wajah gadis itu dengan telapak tangannya yang lebar. Sebuah ciuman lembut menghentikan protes yang nyaris meluncur dari bibir ranum merah ceri itu. 

Ribuan kupu-kupu seolah beterbangan di dalam perut Amy disertai degupan kencang jantungnya. Segala penolakan dan rasa kuatirnya seperti menguap begitu saja ketika dia larut dalam ciuman tiba-tiba dari pria yang merengkuhnya erat. Kedua kakinya goyah seakan-akan terbuat dari jelly, Lady Amelia segera melingkarkan kedua tangannya di leher sang pangeran. 

Ketika ciuman manis itu usai, keduanya bertatapan dari balik topeng yang mereka kenakan. "Siapa kau sebenarnya, Amy? Jujurlah kepadaku—" Sang pangeran ingin tahu kebenaran identitas gadis yang membuatnya penasaran.

Namun, saat akal sehat kembali ke dalam otak Lady Amelia, dengan segera dia menegakkan tubuhnya dan berkata, "Sepertinya aku telah lancang, Sir. Sampai jumpa di lain kesempatan!" Dia segera berlari masuk ke dalam aula istana dan mencari Lady Zemira untuk mengajak mamanya pulang dengan alasan tidak enak badan.

Sebuah kejar-kejaran di tengah lautan manusia yang berpesta di aula besar itu terjadi. Namun, langkah cepat kedua wanita Stormside itu menghilangkan jejak untuk sang pangeran yang kebingungan sedang mencari gadis pujaan hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status