Share

Pesona Sang Jenderal

"Ohh ... sial, cepat sekali gadis itu berlari! Kemana dia?!" rutuk sang pangeran bertolak pinggang di ambang pintu keluar aula sambil celingukan mengamati beberapa kereta kuda yang bergerak meninggalkan halaman depan istana.

Dari arah belakangnya seorang pria bertubuh tinggi tegap berlari-lari mendekati William. "Ada apa, Your Grace? Apakah ada yang tidak beres?" tanya pria itu saat sang pangeran membalik badannya.

"Begitulah, Sebastian ... nampaknya merpatiku lepas dan terbang menghilang!" ujar sang pangeran mengibaratkan anak dara yang dia sukai pergi meninggalkannya begitu saja.

Namun, sang jenderal Wisteria Kingdom mengerutkan dahinya sembari melihat ke arah langit mencari bayangan burung merpati yang dimaksud oleh sang pangeran. "Kenapa malam-malam begini mencari merpati, Your Grace? Apa ingin berkirim surat kepada seseorang?" tanya Jenderal Sebastian Dalio penasaran.

Mengetahui sang jenderal muda salah paham, William pun tertawa. "Ahh ... lupakan saja, Sebastian. Mungkin kami belum berjodoh!" Dia pun memilih berjalan menuju ke kamarnya di paviliun belakang gedung aula dikawal oleh Jenderal Sebastian Dalio.

Dalam perjalanan melalui jalan setapak taman samping aula istana mereka berdua berpapasan dengan beberapa wanita muda pekerja istana dan disapa dengan ramah. 

"Selamat malam, Your Grace. Selamat malam, Your Lordship!" seru beberapa wanita muda itu kompak dan dibalas dengan anggukan resmi oleh kedua pria berparas tampan itu sembari berlalu.

Seorang gadis dayang istana menatap mengikuti arah langkah berlawanan kedua pria bertubuh tegap itu hingga ia dikejutkan oleh rekannya yang memanggilnya. "Hey, Marsha! Ayo—kau tertinggal! Jangan berharap sesuatu yang mustahil, Dear. Sang jenderal dan pangeran tidak mungkin melirik wanita seperti kita ini," tegur Aileen Moore, salah satu rekannya.

Dalam hatinya Marsha merasa sendu, sudah 5 tahun semenjak dia beranjak dewasa hatinya tertaut kepada Jenderal Sebastian Dalio yang tak lain adalah teman semasa kecilnya dulu. Pria itu semenjak kecil memang selalu bersikap ksatria dan pemberani membela kebenaran. Jadi bukan hal yang mengherankan bila karirnya di militer menanjak dengan cepat hingga diangkat menjadi jenderal muda Wisteria Kingdom.

Sesampainya di Pavilion Phoenix, Pangeran William Lancester mengobrol dengan sang jenderal yang mengantarkannya sebelum masuk ke paviliunnya. "Apa turnamen ketangkasan 5 tahunan banyak peminatnya, Jenderal?" tanyanya.

"Cukup besar antusiasmenya, Your Grace. Ada sekitar ratusan orang pendaftar dari Wisteria serta Drakenville. Oya, Pangeran Ares juga turut berpartisipasi. Akankah Anda bergabung dalam turnamen ketangkasan 5 tahunan juga?" jawab Jenderal Sebastian Dalio dengan sopan.

Sebuah kerutan di alis pangeran muncul, dia berpikir bahwa pangeran negara tetangganya menyukai tantangan sekaligus mengingatkannya akan Lady Amelia yang dia temui tadi pagi di Kedai Bronson. Dia tiba-tiba menepuk jidatnya teringat bahwa besok pagi dia memiliki janji bekerja kepada Madam Susan Bronson yang galak.

"Ada apa, Your Grace? Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya Jenderal Sebastian sedikit bingung melihat sang pangeran yang bertingkah aneh seolah memiliki pikiran rahasianya sendiri.

"Ohh—tak ada yang penting, Sebastian. Beristirahatlah. Oya, daftarkan juga namaku sebagai William Blackwood di turnamen ketangkasan 5 tahunan itu. Aku tak ingin para prajurit mengistimewakan posisiku sebagai peserta turnamen karena statusku," pesan sang pangeran lalu menepuk-nepuk bahu jenderal muda yang dahulu tumbuh bersamanya di masa kecil hingga remaja.

"Selamat malam, Your Grace. Sampai jumpa besok," pamit Jendral Sebastian Dalio sembari menunggu sang pangeran masuk dan menutup pintu depan Paviliun Phoenix.

Sebastian berjalan santai menyusuri jalan setapak menuju sisi selatan istana Wisteria Kingdom. Malam itu langit begitu cerah hingga banyak rasi bintang yang terlihat jelas menemani rembulan purnama bersinar terang di angkasa. Sekalipun usianya sudah cukup umur untuk menikah, pemuda itu masih ingin fokus membangun karirnya yang menanjak cepat di bidang militer.

Keahliannya menggunakan pedang, tombak, dan panah ditambah kekuatan fisiknya mendukung perkembangan karirnya. Dia menjadi orang kepercayaan Jendral Besar Raymond Summerset dalam memberantas para pemberontak yang belakangan mulai meresahkan semenjak baginda raja jatuh sakit keras.

"Tidak! Tolong jangan lakukan ini padaku, Tuan! Lepaskan aku! Aku tidak mau!" Suara penolakan seorang wanita yang ketakutan diwarnai tangisan tertahan kedengaran di telinga Sebastian. Dia sepertinya mengenali wanita itu.

Dengan tergesa-gesa sang jenderal mencari asal sumber suara perbantahan pria dan wanita yang masih berlangsung sengit. Bahkan, suara robekan kain terdengar dari balik tanaman hias di taman istana. 

"Tolong ... tolong ...!" jerit wanita itu yang terhenti oleh bekapan telapak tangan pria bertubuh gempal yang memeluk tubuh ramping wanita muda itu.

"Ya Tuhan, Marsha Steinfield!" seru Sebastian terperangah dalam keterkejutan mengetahui identitas wanita yang diperlakukan dengan kurang ajar oleh bangsawan yang nampaknya asalah salah satu tamu pesta dansa istana.

"Lepaskan wanita itu atau aku tak segan-segan bertindak tegas terhadapmu, Sir!" perintah Sebastian dengan tatapan mata berbahaya yang penuh tekad.

Begitu tubuhnya terbebas dari belitan lengan gemuk bangsawan berbadan subur itu, Marsha segera berlari untuk berlindung di balik punggung sang jendral muda. Dia memegang mantel Sebastian erat-erat dengan tangannya yang gemetaran.

"Ahh ... kenapa kau ikut campur hal yang bukan urusanmu, Jenderal Dalio? Apa wanita itu kekasih gelapmu?!" tuduh Lord Thomas Soothesby meradang karena kesenangannya dihentikan oleh Sebastian.

"Menjadi urusanku tentunya karena kau melakukan tindakan tidak senonoh di lingkungan istana dengan dayang istri paduka raja. Jaga kelakuan Anda, Lord Soothesby. Ini bukan tempat yang cocok untuk bertindak mesum, Anda pastinya tahu itu!" Sebastian menunjuk-nunjuk wajah lebar mengkilap berwarna kemerahan itu. Dia begitu jijik dengan pria bangsawan yang melakukan tindakan tak terhormat kepada teman masa kecilnya.

Lord Thomas Soothesby berdecak kesal. Namun, pada akhirnya kedudukan Jenderal Sebastian Dalio membuatnya mengalah. Dilihat dari sisi mana pun dia tak akan menang bila memaksakan kehendaknya. "Huh, lebih baik aku pulang dan menghabiskan malam panas dengan gundik-gundikku yang cantik!" tukasnya lalu berjalan gontai menjauhi Sebastian dan Marsha.

Sang jenderal membalik badannya menghadap Marsha Steinfield seraya bertanya, "Apa kau baik-baik saja, Miss Marsha?" 

Wajah Marsha mendadak terasa hangat dan merona karena mendapatkan perhatian pria pujaan hatinya. Dia pun menatap takut-takut lalu menjawab sembari menekuk lututnya, "Terima kasih atas bantuan Anda, Your Lordship! Saya berutang budi kepada Anda."

Sebastian melepas mantelnya lalu mengenakannya ke tubuh Marsha yang kerah gaunnya robek akibat tingkah kasar Lord Thomas Soothesby tadi. "Pakai dulu mantelku, kamu lebih memerlukannya," ujar sang jenderal lalu dia mengajak Marsha untuk diantar kembali ke wisma dayang.

Setelah sampai di depan pintu masuk wisma dayang, Marsha akan melepaskan mantel pinjaman dari sang jenderal. Namun, Sebastian berkata, "Jangan dilepas! Pakai saja dulu, penampilanmu berantakan, pasti rekan-rekanmu akan mempertanyakan kejadian tak mengenakkan tadi."

"Ohh, baiklah. Akan saya kembalikan secepatnya, Your Lordship!" ujar Marsha dengan wajah merona sekali lagi.

"Beristirahatlah, Miss Marsha. Aku pergi sekarang!" pamit sang jenderal lalu membalik badannya berjalan menjauh dari wisma para dayang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status