Sebelum tertidur Lady Amelia berbaring di ranjangnya sambil memikirkan hari yang penuh petualangan sedari dia pulang sekolah tadi. Pelayan baru Kedai Bronson yang bernama Willy itu entah mengapa agak mencurigakan.
Pemuda tadi tidak begitu cocok sebagai seorang yang bekerja sebagai pelayan kedai, ada aura keturunan bangsawan yang terpancar kuat dari caranya menatap dan bagaimana pemuda itu berbicara. Pekerja kasar dari rakyat jelata tidak seharusnya sesopan dan berkelas seperti Willy.
Belum juga pikirannya usai menganalisa Willy si pelayan aneh, sosok Lord William Blackwood turut mengisi benaknya. Pria muda berdarah biru itu begitu romantis dan menyenangkan. Cara pria tadi menciumnya meninggalkan kesan yang mendalam. Lady Amelia tersenyum sendiri sembari menyentuh bibirnya dengan jemari tangannya teringat kelembutan bibir pria bangsawan tadi.
Sayang sekali, ide menikah dengan segala kerumitannya membuat Amelia lebih memilih untuk kabur dari hadapan Lord William Blackwood. Lagi pula tingkah bandelnya dengan kabur dari pesta dimana ayahnya adalah ketua panitia acaranya sangatlah berbahaya, dia pasti akan kena omel dan hukuman.
Setelah kantuknya tak tertahankan lagi, gadis itu pun terlelap di atas bantalnya dengan garis tawa melengkung di bibir ranumnya.
Kicauan burung pipit membangunkan Lady Amelia dari mimpi indahnya. Dengan segera dia mandi pagi dan bersiap-siap karena jarak rumahnya ke sekolah cukup jauh sekitar sejam kurang lebih perjalanan ke Drakenville Senior High School.
Usai sarapan pagi yang selalu terburu-buru di dapur kediaman Stormside, Lady Amelia membawa koper berisi buku pelajarannya sembari bergegas naik ke kereta kuda yang dikemudikan oleh Jeffrey Ross.
"Selamat pagi, Miss Amy!" sapa Jeffrey riang sembari menutup pintu samping kereta kuda. Dia lalu naik ke kursi kusir di bagian depan kereta. Dengan cekatan pemuda seusia Lady Amelia itu menghela sepasang kuda penarik keretanya, "Heeyaa!"
Kereta kuda berlambang petir dan huruf S itu melaju secepat angin topan. Jeffrey dengan handal mengendalikan kedua kuda jantan hitam yang menarik kereta itu. Sedangkan, penumpangnya satu-satunya memilih untuk melihat pemandangan alam yang mereka lalui dari balik kaca jendela kereta kuda.
Sekitar satu jam kemudian mereka pun sampai di halaman parkir belakang Sekolah Elite Terpadu Drakenville. Hanya anak-anak bangsawan dan konglomerat yang boleh bersekolah di sana. Biaya pendidikan di sana cukup tinggi hingga hanya orang tua berkocek tebal yang bisa menyekolahkan putera puterinya di sekolah itu.
Lady Amelia melangkahkan kakinya turun dari kereta kuda ke permukaan tanah berumput hijau yang terpotong rapi. Sebelum dia berjalan jauh menuju ke pintu lobi sekolah, kawan-kawannya memanggil namanya, "Amelia, tunggu!"
Gadis itu menoleh ke belakang dan membuat rambut pirang ikal keemasannya yang terurai sepunggung melayang perlahan di sekitar wajahnya yang rupawan. Sebersit senyuman ramah terukir di sana.
Helen Korzak yang bertubuh gempal terengah-engah, ia pun berkata sembari menyamakan posisi berjalannya dengan Lady Amelia menuju ke kelas, "Apa kau sudah tahu kalau hari ini kelas kita akan dikunjungi oleh Pangeran Ares?"
"Belum. Apa itu penting?" sahut Amelia ringan sambil tertawa renyah melirik memandangi raut wajah teman-temannya yang kesal mendengar tanggapannya.
Dengan segera Abigail Everton mengerang. Dia lalu menjawab, "Penting bagi kami, gadis yang berharap jodoh potensial demi masa depan yang cemerlang. Siapa tahu sang pangeran akan terpesona dan jatuh cinta pada pandangan pertama kepada salah satu dari kita saat masuk ke kelas nanti 'kan?!"
Lady Amelia memutar bola matanya dan enggan berkomentar, lagi pula mereka sudah masuk ke kelas. Dia duduk dengan tenang di bangkunya yang biasa di pojok depan sebelah kanan dekat pintu masuk kelas lalu membongkar buku di kopernya. Sementara teman-temannya masih sibuk bergosip dan memoles wajah mereka dengan bedak dan juga perona bibir agar nampak menarik di mata sang pangeran.
Deheman kencang Master John Ludwig Stevenson membuat seisi kelas terdiam dalam keheningan. Sesosok pemuda bertubuh jangkung dan tegap mengikuti guru mereka hingga berhenti di tengah depan papan tulis.
"Ladies, tolong perhatiannya sebentar! Perkenalkan ini adalah Prince Ares Kincaid yang akan bergabung dengan kita pagi ini hingga siang nanti, beliau akan melakukan survey pengetahuan dan keterampilan siswa tingkat akhir Drakenville Senior High School. Tolong jangan bertindak bodoh dan konyol selama pelajaran!" tutur Master John dengan nada serius dan ketegangan yang terasa nyata.
Sang pangeran tampan seperti dalam buku-buku dongeng anak-anak itu melemparkan senyum beserta tatapan menilainya ke seisi kelas dan mengakibatkan desahan serempak dari para gadis, kecuali Lady Amelia yang bersikap biasa.
Namun, justru pembawaannya yang tenang menyita perhatian sang pangeran. "Master John, apa saya boleh duduk di kursi deret nomor 2 baris pertama di situ?" pinta Pangeran Ares dengan sengaja agar bisa duduk bersebelahan dengan Lady Amelia.
"Baiklah. Adlyn, tolong kamu pindah duduk ke kursi lain yang kosong!" perintah Master John kepada gadis berkucir dua berambut cokelat madu dengan wajah berbintik-bintik yang duduk di sebelah Amelia.
Setelah berterima kasih, sang pangeran pun duduk di kursi sebelah Lady Amelia. Dan kelas pagi pun dimulai. Pelajaran trigonometri lanjutan diberikan oleh Master John diperhatikan oleh seisi kelas. Namun, tatapan mata sang pangeran tertuju ke wajah gadis di sebelah kanannya.
"Apa boleh berkenalan denganmu, Miss?" ucap Pangeran Ares pelan seraya mengulurkan tangan kanannya di hadapan Lady Amelia.
Dengan cepat Lady Amelia menjabat tangan pemuda itu dan menyebutkan namanya, "Amelia Stormside, Your Grace!" Dia segera mengikuti kembali pelajaran dari gurunya yang mengajar di depan kelas.
Sikap yang terkesan dingin itu membuat sang pangeran kesal, dia pun mendengkus lalu membuang muka tak ingin beramah-ramah kepada Lady Amelia lagi. Namun, pada akhirnya pemuda itu tetap melirik curi-curi pandang.
Saat jam istirahat jeda antar pelajaran, para gadis bangsawan lainnya mengerumuni Pangeran Ares untuk mengajaknya berkenalan. Memang sang pangeran menanggapi dengan ramah sekalipun tak satu pun nama gadis-gadis itu yang dia ingat selain Amelia Stormside. Sayangnya justru si pemilik nama indah itu sibuk berbicara dengan Master John di meja guru.
"Master John, saya ingin meminta izin tidak masuk sekolah besok pagi karena ada acara penting keluarga yang harus saya hadiri," tutur Lady Amelia. Dia ingin meminta izin membolos karena besok adalah hari pertama turnamen ketangkasan 5 tahunan yang diadakan di Georgiatown, Wisteria Kingdom. Namanya telah terdaftar sebagai Alexander Banning, peserta turnamen asal Wisteria.
"Silakan saja, Amy. Namun, pastikan kau mengejar ketertinggalan pelajaranmu melalui catatan pelajaran teman sekelasmu, oke?" jawab Master John dengan ramah yang ditanggapi dengan anggukan patuh oleh Lady Amelia.
Setelah pelajaran yang berlangsung di kelas Advanced 3 dari pagi hingga tengah hari, sang pangeran mendapat kehormatan untuk berkomentar mengenai jalannya kegiatan belajar mengajar. "Semua murid di kelas ini begitu tenang dan memerhatikan penjelasan dari guru. Itu patut diapresiasi. Mungkin sebuah post test akan berharga untuk melihat daya tangkap murid atas pelajaran hari ini dari Master John!" ujar Pangeran Ares Kincaid dengan sengaja yang membuat seisi kelas heboh karena tak siap.
Mungkin sang pangeran tidak mengetahui bahwa para gadis itu sibuk memerhatikan dirinya yang memesona di mata mereka.
Namun, Master John menyuruh murid-muridnya mengeluarkan selembar kertas kosong untuk jawaban post test. Dia pun menuliskan 3 buah soal di papan tulis untuk dikerjakan oleh murid-muridnya. Lima menit kemudian kertas jawaban dikumpulkan untuk dievaluasi hasilnya oleh sang pangeran bersama Master John.
Tumpukan kertas jawaban dengan nilai rendah karena kesalahan menjawab soal membuat Master John kecewa hingga kertas jawaban milik Lady Amelia yang diperiksa dan benar semua hasilnya. Senyum bangga terukir di wajah sang pangeran, penilaiannya bahwa gadis yang disukainya itu istimewa tidaklah meleset.
Sang pangeran memanggil nama gadis itu, "Miss Amelia Stormside silakan maju ke depan!"
Dengan tatapan ragu sekaligus bingung Lady Amelia bangkit dari bangkunya lalu mendekati Pangeran Ares. Dia bertanya, "Apa ada yang salah dengan jawaban soal post test saya, Pangeran?"
"Tak ada yang salah. Jawabanmu benar semua," balas sang pangeran lalu dia mengeluarkan dari kantong jasnya sebuah medali emas dengan grafir logo kerajaan Drakenville. Benda berharga itu diberikan ke tangan Lady Amelia sembari dia berkata, "Miss Amelia Stormside, ini hadiah untuk ketekunanmu dalam belajar!"
Kemudian Master John pun mengajak seisi kelas untuk bertepuk tangan atas prestasi kawan mereka hari ini. Dia lega karena di antara 24 orang muridnya, ada satu gadis yang dapat menjawab ketiga soal post test dengan benar dan menyelamatkan kehormatannya sebagai pengajar di hadapan sang pangeran.
Sebuah medali emas dengan grafir logo Drakenville digenggam oleh Lady Amelia sambil dia amat-amati saat duduk di dalam kereta kuda yang melaju kencang meninggalkan halaman belakang sekolahnya menuju ke Kedai Bronson. Setiap usai sekolah, gadis itu dan teman-teman dekatnya memang menghabiskan waktu senggang di sana."Apa yang harus kulakukan dengan medali emas ini? Kalau hanya menyimpannya sepertinya tidak akan berguna, bukan? Ahh ... dijual saja, uangnya bisa kudonasikan untuk anak-anak panti asuhan milik Madam Tania!" ujar Lady Amelia kepada dirinya sendiri sembari melihat kilau keemasan medali tebal bulat itu tertimpa sinar matahari yang menembus kaca jendela kereta kudanya.Setelah 20 menit berlalu, perjalanan kereta kuda pun usai. Jeffrey Ross mengetok bagian depan kereta seraya berseru, "Miss Amy, kita sudah sampai!" "Terima kasih, Jeff. Aku akan turun," jawabnya dari dalam kereta kuda lalu Lady Amelia membuka pintu. Dia meninggalkan koper sekolahnya di bangku kereta dan hanya m
"Bravo, Miss Amy!" teriak Jeffrey Ross dengan tercengang saat dia melihat nona mudanya melambaikan tangan di atas benteng setinggi 50 meter setelah gadis itu memanjatnya dengan bantuan tali tambang.Setelah mencopot tali tambang yang tadi dia lemparkan hingga melingkari batu dinding benteng, Lady Amelia menggulung tali tambang itu dengan rapi lalu mengikatnya sebelum melemparkannya ke bawah dimana kusir kereta kudanya berada. Dia lalu berjalan santai menuruni tangga menuju ke pintu keluar samping benteng yang minim penjagaan itu. Wisteria Kingdom sudah lama memang tidak pernah terlibat perang dengan negara tetangga. Prajurit yang masih tersisa lebih banyak yang berusia di atas 30 tahun dibanding yang masih remaja. Setelah menemui Jeffrey Ross, nona muda keluarga Stormside itu pun berkata, "Tubuhku ringan, itulah sebabnya tak ada kesulitan untuk memanjat dengan tali, Jeff. Lagi pula kakiku menapak di tembok pastinya itu teknik yang bagus untuk menambah kecepatanku naik ke atas.""Wow
Tidak mencukur wajah selama beberapa hari membuat wajah sang pangeran dari Wisteria Kingdom tersamarkan seperti buruh kalangan rakyat jelata. Pangeran William sengaja mengenakan pakaian dari bahan kain longgar yang warnanya sudah memudar. Hari ini adalah hari pertama turnamen ketangkasan 5 tahunan yang diadakan Wisteria Kingdom dan Drakenville Kingdom. Dia sengaja menyamar sebagai pemuda biasa untuk sekadar berkompetisi secara sportif dengan peserta lainnya. Ketika Pangeran William melewati taman istana menuju ke dinding depan benteng istana, dia berpapasan dengan Jenderal Sebastian Dalio. Sedikit menyembunyikan rasa gelinya, sang jenderal menyapa sang pangeran, "Selamat pagi, Your Grace. Hari yang cerah untuk berkompetisi!" "Pagi yang segar, Jenderal! Oya, jangan panggil aku dengan gelarku, cukup Willy saja, oke?" balas Pangeran William sambil berjalan cepat menuju ke lokasi turnamen babak pertama."Apa tidak masalah seperti itu, Pangeran? Ehh—Willy?" ujar Jenderal Sebastian ragu
Pengumuman peserta yang lolos ke babak kedua turnamen ketangkasan 5 tahunan dibacakan oleh Jenderal Sebastian Dalio di panggung yang dibangun di depan tembok luar benteng istana yang digunakan sebagai base camp panitia dari dua kerajaan yang berkompetisi bersama.Jenderal Jason Oliviera dari Drakenville Kingdom duduk di samping kursi yang ditempati oleh Perdana Menteri Alexei Stormside. Beliau berbincang dengan volume pelan mengenai hasil peserta lolos babak kedua yang berimbang dari Wisteria dan Drakenville Kingdom. Selain itu Jenderal Jason juga bertugas mengantarkan Puteri Alea Briggita Kincaid yang akan tinggal sementara di istana Wisteria sebagai tamu kerajaan."Your Lordship Stormside, saya ingin menitipkan Puteri Alea kepada Anda. Beliau akan tinggal di istana Wisteria hingga akhir turnamen," ujar Jenderal Jason Oliviera dengan nada serius, dia sendiri harus pulang petang ini ke Drakenville bersama Pangeran Ares Kincaid dengan naik kuda dikawal sekompi prajurit pengawal berpang
"Your Grace, perkenalkan ini puteri tuan perdana menteri. Nama beliau adalah Lady Amelia Stormside," tutur Marsha Steinfield yang mendapat tugas melayani Tuan Puteri Alea Briggita Kincaid selama tinggal di istana Wisteria Kingdom.Sang puteri sedang duduk di depan cermin rias mendandani dirinya dengan perona bibir merah jambu. Dia akan makan malam bersama Pangeran William Lancester dan juga berencana untuk memaksanya menemani berjalan-jalan di taman seusai makan malam nanti.Puteri Alea melirik wajah Lady Amelia dari pantulan bayangan cermin karena dia sedang memunggungi semua orang di kamar tidur nan luas itu. Dia memicingkan matanya tak senang, dia mengenali wajah gadis yang ternyata adalah puteri Alexei Stormside. Mereka satu sekolah di Drakenville dan Lady Amelia cukup populer di mata siswa laki-laki.Pikiran negatif Puteri Alea membuatnya iri dengan kecantikan Lady Amelia. Dia kuatir bila Pangeran William melihat gadis itu justru calon raja incarannya akan menaksir Lady Amelia da
Setelah membolos sekolah sehari untuk mengikuti turnamen ketangkasan 5 tahunan, Lady Amelia kembali masuk sekolah dan dia segera mengejar ketertinggalan pelajarannya di hari kemarin. Saat teman-temannya ramai bercanda di kelas sembari menunggu guru mereka masuk memberikan pelajaran pagi, Lady Amelia menyalin catatan teman dekatnya Queenta Larson yang selalu rajin memerhatikan pengajaran guru di kelas. "Amy, tumben sekali kau meliburkan diri dari sekolah. Apa ada acara penting kemarin?" tanya Queenta santai sambil mengamati kawannya itu menulis di buku dengan cepat.Lady Amelia menjawab dengan volume suara pelan sambil terus menulis, "Aku mengikuti turnamen ketangkasan 5 tahunan, Queenta. Dan kabar baiknya aku lolos babak selanjutnya yaitu memanah jitu. Doakan agar aku berhasil lolos babak ketiga. Aku butuh hadiahnya untuk didonasikan ke panti asuhan.""Wow, itu keren! Selamat dan semoga berhasil kalau begitu, Sobat. Aku hanya tak mampu membayangkan betapa sulitnya bersaing dengan pa
"Heeyaa!" Jeffrey Ross memacu kedua kuda jantan hitam penarik kereta milik keluarga Stormside.Sang nona muda berada di dalam kereta kuda yang melaju menuju ke Kedai Bronson. Tempat makan siang seusai sekolah bagi Lady Amelia dan teman-temannya selalu sama sedari dulu. Itu dikarenakan lokasi kedai itu memang di jalan raya perbatasan Drakenville dan Wisteria yang pasti dilalui mereka saat berangkat serta sepulang sekolah."Jeff, kau tak lupa kalau kita akan berlatih memanah 'kan?" tanya Lady Amelia dari jendela depan kereta yang dia buka."Tentu saya ingat, Miss Amy! Busur dan anak panah sudah saya siapkan di bagian belakang kereta. Sepertinya kita bisa berlatih di halaman belakang Kedai Bronson siang ini untuk menghemat waktu," ujar Jeffrey Ross seraya memelankan laju kedua kudanya. Kereta itu membelok ke halaman parkir pengunjung Kedai Bronson."Dimana pun tak masalah, Jeff. Aku hanya perlu berlatih hingga bisa memanah dengan jitu besok lusa!" jawab Lady Amelia dengan antusias. Namun
Sejenak gadis itu mempertimbangkan syarat dari Willy bila dia ingin diajari memanah. Turnamennya tersisa 2 hari lagi dan waktunya belajar memanah jitu tidak banyak. Maka akhirnya ...."Baiklah! Aku setuju, tetapi aku harus membawa Jeff untuk menemani kita berkencan," jawab Lady Amelia memberikan syarat kencan yang diinginkannya. Seorang lady yang masih lajang tidak boleh pergi berdua saja dengan seorang laki-laki, itu hal yang tabu di Wisteria Kingdom.Dalam benaknya sang pangeran pun mengerti etiket bangsawan itu, dia menganggukkan kepalanya seraya berkata, "Tentu saja, My Lady. Kita harus mematuhi norma yang berlaku di kalangan terhormat. Aku akan pikirkan mengenai kencan pertama kita nanti. Mungkin ada baiknya sekarang kita mulai saja latihan memanahnya, apa kau siap?""Kapan pun—" Lady Amelia melengkungkan bibirnya dan membiarkan Willy mengajarinya cara memanah yang benar."Berdirilah di sini!" pinta sang pangeran yang dituruti oleh gadis itu. Mereka berdiri berdekatan dengan posi