Share

Bab 05. Obat

Irma dan Rangga kikuk dan salah tingkah mencari alasan apa untuk menutupi semua ini. Irma dan Rangga hanya bisa saling pandang mencari jalan keluar dari masalah yang mereka buat sendiri.

“Ibu … “ sapa Rangga yang tiba-tiba melihat Ibunya sudah berada diantara mereka.

Ibu Rangga duduk dan menatap Irma tajam. “Kamu ingin morotin anak saya?”

“Tidak bu,” ucap Irma cepat.

“Ibu dengarkan dulu. Jadi, Irma ini sebenarnya calon istri kedua Rangga.”

“Rangga ingin kasih Ibu cucu. Ibu tau sendiri kan kalau Desya belum bisa hamil, tolong Ibu jangan marah,” susul Rangga yang kemudian berlutut di kaki ibunya.

Mendengar kata cucu, Ibu Rangga mulai tenang. “Oh, bagus kalau begitu, tapi bagaimana dengan Desya apa sudah mengetahui hal ini? Kalau nanti dia minta cerai, bagaimana perusahaan kalian?”

“Tenang bu, sebagian perusahaan sudah di tangan Rangga. Aku sudah tidak membutuhkan Desya lagi sebenarnya. Aku hanya iba dengan keadaannya sekarang.”

****** 

Desya masih di kamarnya. Kepalanya bertambah pusing setelah minum obat dari Irma. Keadaannya semakin buruk, kakinya yang semula sudah bisa ditekuk kini menjadi lebih kaku dari sebelumnya.

“Apa ini? Kenapa setiap kali aku minum obat selalu merasakan sakit luar biasa di bagian kakiku?”

Desya meringis kesakitan, memanggil nama suaminya berkali-kali, namun tak ada jawaban. Desya mengambil ponselnya mencoba menghubungi Rangga melalui ponsel namun tak ada jawaban. 

Apa yang sebenarnya terjadi? Desya meratapi dirinya yang semakin melemah dan seperti sudah tak dihargai.

Sore itu, Irma memberikan Desya obat lagi namun kali ini Irma langsung pergi. Hanya berpesan agar saat dia kembali obat sudah diminum. Desya mengiyakannya, tetapi setelah Irma pergi Desya menyimpan obat itu dan tidak meminumnya. Dia melihat huruf-huruf yang tercetak di sebuah tablet dan mencari tau di Internet apa sebenarnya obat yang dia minum?

Benar saja obat yang Irma berikan padanya adalah obat yang dilarang edarannya karena terdapat kandungan yang berbahaya bisa merusak sel-sel dalam tubuh. Betapa terkejutnya Desya saat mengetahui hal itu. Pantas saja setelah meminum obat itu Desya merasakan aneh pada tubuhnya!

“Sudah diminum obatnya?” Tiba-tiba, Irma membuka pintu dan bertanya.

“Sudah Irma,” ucap Desya pelan.

“Bagus, yang rajin ya minum obatnya biar cepat sembuh!” ucap Irma lalu pergi membanting pintu kamar Desya.

Kini Desya mengerti ada yang tidak beres di rumah itu. Dia pun berniat untuk mencoba pura-pura tidak tahu apa pun agar tidak ada yang curiga.

*****

“Mas Rangga …” panggil Desya setelah melihat suaminya berada di dapur.

Rangga menoleh dan menghampiri Desya. Namun, dia segera menunjukkan wajah jijik ketika menyadari istrinya seperti orang gila. Baju yang lusuh, wajah yang pucat seperti mayat, badan yang mulai kurus, dan aroma tidak enak di dalam kamar itu karena Desya tak pernah mandi.

“Hoekkk ....” Rangga seolah ingin muntah

“Kenapa Mas?” tanya Desya.

“Kamu bau sekali Desya. Apa kamu tidak pernah mandi?” ucap Rangga sambil menutup hidungnya.

“Maaf Mas, aku mau bilang ke Mas Rangga kalau sebenarnya Irma tidak mengurusku. Dia hanya datang ke sini memberi makan dan obat. Tak membantuku membersihkan diri atau yang lainnya,” keluh Desya seolah meminta pembelaan dari Rangga.

“Ya Sudah nanti aku minta Irma urusin kamu ya. Aku mau pergi dulu, tidak tahan berada disini lama-lama.” Rangga melengos pergi kesal tanpa melihat Desya lagi.

Seperginya Rangga, hati Desya berdenyut nyeri. Suaminya benar-benar berubah.

Dalam diamnya, Desya memutar otak dan berpikir untuk keluar dari zona ini dan mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.

*****

“Mobil ini bagus, Mas. Terima kasih sudah berikan ini untukku ya Mas,” ucap Irma dengan manja yang bergelendotan dengan suami sahabatnya.

“Pakai saja, wanita itu tidak akan lagi bisa memakai mobil ini. Cacat dan susah sembuh,” ucap Rangga malas. Perasaanya pada Desya sudah benar-benar hilang. Terlebih, mengingat penampilan Desya kemarin. Rangga seketika bergidik jijik.

“Lalu kapan kamu menikahi aku, Mas?”

“Setelah semuanya beres.”

Percakapan mereka di garasi mobil ternyata didengar oleh Desya di kamar pembantu yang berada di sebelah garasi depan. Mereka seolah lupa bahwa Desya berada di sini.

Desya menahan tangisnya menemukan bukti yang sudah tak bisa dia hindari lagi.

“Jelas sudah apa yang sebenarnya mereka rencanakan. Mereka sudah bermain di belakangku. Kurang ajar!” 

Desya memaki dalam hati. Tak ada yang bisa dia lakukan sekarang, dirinya tak berdaya. Bagi mereka, Desya hanyalah seorang mayat.

Diam dan diam, menangis, kemudian mengusapnya sendiri. Menderita, siapakah yang akan dia percaya lagi ketika semua orang yang dia sayangi berbuat jahat kepadanya.

Desya tak mempunyai keluarga lagi, dia sebatang kara? Dia tidak bisa berpikir bagaimana keluar dari neraka ini.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sebuah nama tak asing muncul membuat Desya segera mengangkat telepon itu.

"Halo Desya, bagaimana kabarmu?"

Entah mengapa, sapaan orang tersebut membuat Desya semangat dan mempunyai ide untuk menyelamatkan dirinya. Desya mulai tersenyum tipis. Akan ada yang dia rencanakan dengan orang yang menelponnya.

"Halo Pak Rehan ..." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status