Share

Bab 04. Sifat Asli

Desya tak sempat melihat siapa orang yang masuk ke dalam kamar. Dia tak sadarkan diri. 

Seseorang membopongnya dan dibawanya turun ke kamar pembantu. 

"Sudah kamu bersihkan Irma?" 

"Sudah Mas, letakan saja Desya disitu," ucap Irma seraya menunjuk pada ranjang usang yang sudah lama tak terpakai.

Ternyata orang itu adalah Rangga. Rangga memindahkan Desya ke kamar pembantu karena Irma tidak mau tidur di kamar pembantu yang kotor dan sempit. 

Sedikit berat bagi Rangga untuk menuruti keinginan Irma bertukar tempat tidur. Pikirannya mulai kacau bagaimana nanti jika Desya sadar dan dia mempertanyakan soal ini?

"Irma, kalau Desya kamu suruh tidur di sini, mau tidak mau, aku juga harus tidur di sini juga. Kamu bagaimana sih?"

"Ya tidak apa-apa kan, Mas? Kalau kamu mau, kamu bisa tidur denganku di atas." 

Rangga hanya menurut saja dengan wanita pujaan hatinya. Logikanya sudah tidak bisa membedakan antara siapa nyonya dan penumpang di rumah itu. Pria itu tak peduli siapa dirinya tanpa Desya.

*****

 Mata Desya terbuka melihat sekelilingnya menjadi berbeda. Ranjang yang semula empuk menjadi keras. Dinding-dinding yang dititupi walpaper berubah menjadi cat yang mulai lapuk dan banyak binatangnya. Mencoba bergerak, namun kakinya terlampau sakit. Lebih sakit saat sebelum dia sadar dari pingsannya.

"Aneh... bukankah kakiku seharusnya sudah lebih baik kemarin?

Desya masih mengamati tempatnya berada. Ketika sadar, dia ada di mana, Desya segera berteriak memanggil suaminya.

"Mas Rangga!" 

Rangga yang sedang bercengkrama dengan Irma di kamar atas seketika loncat dari ranjang dan berlari menuju kamar pembantu menemui Desya.

“Mas, kenapa aku ada di sini?” tanya Deysa.

Rangga terdiam mencoba mencari alasan agar Desya tak marah padanya.

“Begini, Sya. Kaki kamu kan sakit. Jadi, aku pindahin kamu ke sini biar kamu tidak kesusahan kalau mau ke teras atau ke dapur,” ucap Rangga beralibi.

“Tapi Mas, kenapa aku di kamar pembantu?”

“Ibu mau di kamar tamu, Sya,”

“Lalu Irma?”

“Irma ada di kamar kita,”

“Apa Mas? Irma pakai kamar kita? Nanti, kamu tidur di mana Mas? Di sini sangat sempit.” 

“Gampang, Sya. Aku bisa tidur di ruang tamu. Tenang, Sya. Ini hanya sementara saja sampai Ibu pulang kok. Kan, gak enak kalau Irma sebagai tamu malah harus tidur di sini, kan?”

Desya mencoba mencerna dan menerima keputusan suaminya. Kepalanya masih terasa sakit, kakinya berdenyut-denyut. Rangga yang seharusnya selalu berada di sampingnya tidak ada basa basi sedikitpun untuk menemaninya dan langsung pergi begitu saja.

Kini bertambah satu lagi penderitaan Desya. Sudah dirinya tak bisa berjalan, suaminya berubah, tak kunjung miliki anak, dan sekarang harus tinggal di kamar pembantu yang kotor dan sempit?

Dari kamar pembantu terdengar dentingan peralatan masak. Harum bawang goreng membuat Desya penasaran siapa yang memasak. Desya mencoba mengangkat kakinya perlahan meski terasa berat dan sakit, mengintip dari balik jendela. Ternyata Irma! Kemudian, Ibu mertuanya datang dan terdengar obrolan diantara mereka.

“Kamu selain cantik juga pintar memasak ya,” ucap Ibu Rangga memuji.

“Iya bu, terima kasih.”

Desya membayangkan waktu dirinya memasak bersama ibu mertuanya, memasak makanan kesukaan Rangga. Andai saja kecelakaan itu tak terjadi mungkin Desya masih bisa berdiri dan melakukan aktivitas seperti biasa.

“Masakan kesukaan Rangga ya?” tanya Ibu Rangga seketika membuat Desya yang mendengar dari balik jendela kamarnya melebarkan matanya terkejut dan tak habis pikir. Bagaimana Irma bisa tahu makanan kesukaan suaminya?

Desya hanya menyaksikan kebersamaan ibu mertua dan sahabatnya itu dari balik jendela, merasa bahwa dirinya saat ini tak berguna sama sekali. Rangga menjadi tak acuh semenjak kondisinya seperti itu. 

Desya terduduk lemas dan menangis sesenggukan.

Dentingan alat masak sudah tak terdengar, Desya membuka sedikit tirai jendelanya dan tak melihat siapapun disitu. Ternyata, mereka sudah pindah ke ruang makan.

Lapar. Itu yang Desya rasakan. Namun tak seorangpun datang menghampirinya untuk memberinya makanan.

Desya menangis dalam diam. Terdengar decit kaki yang berjalan ke kamarnya, seseorang mengetuk pintu dan masuk. 

“Sya, makan dulu nanti minum obatnya,” ucap Irma menaruh sepiring nasi berisikan sayur, segelas air mineral dan beberapa keping obat.

“Terima kasih Irma.” 

“Sya, ayo makan. Lalu, minum obatnya supaya kamu cepat sembuh,” Irma menyuapi Desya yang tak kunjung menyentuh makanan itu. 

“Tak usah Irma, aku bisa sendiri.”

“Makan Desya, Makan!” bentak Irma tak sabar.

Desya terdiam dan melihat ke arah Irma dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin Irma bisa membentaknya seperti itu? Bukan hanya seorang perawat, tapi Irma juga sahabat Desya.

Dengan arogannya, Irma tiba-tiba menjejalkan makanan dengan sendok ke mulut Desya.

Desya yang masih tak percaya hanya bisa menangis dan ingin sekali berteriak. Namun, mulutnya penuh dengan makanan. Kenapa dia diperlakukan begitu kasar oleh sahabatnya sendiri?

“Bagus, sekarang minum obatnya cepat … “

Desya tak mau mengangakan mulutnya, hingga Irma emosi. Dijejalkan lagi obat itu secara kasar ke dalam mulutnya.

Irma pergi meninggalkan Desya dalam tangisnya. Tangis pilu yang tak pernah sekalipun terpikirkan akan menjadi seperti ini keadaan hidupnya. Apa maksud dari semua ini?

“Mas, Desya sudah aku beri makan dan juga obat,” ungkap Irma.

“Wah, bagus! Tidak salah aku memilihmu sebagai perawat pribadinya,” puji Rangga tanpa tahu kelakuan Irma tadi.

“Oh ya Mas, aku mau minta sesuatu boleh?” 

“Minta apa aja boleh kok.”

“Asyik, aku mau mobil Mas!”

“Mobil? Untuk apa?” ucap Rangga bingung.

“Kenapa harus dipertanyakan lagi? Bukankah tadi Kamu bilang boleh?”

“Ya sudah, pakai saja mobil Desya. Nanti aku balik nama menjadi namamu.”

Irma tampak senang sekali karena permintaannya selalu dituruti oleh Rangga. Namun, seseorang ternyata sedang mengamati mereka dari percakapan pertama. Melihat tajam ke arah Irma dan Rangga seolah menahan sesuatu yang ingin dilontarkan.

“Maksud kalian apa?” tanya Ibu secara tiba-tiba.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status