Dulu aku merasa bangga saat Mas Hanan lebih memilihku dibanding istrinya. Tapi sekarang, kejadian itu seolah menjadi boomerang untukku. Kejadian 1 tahun silam kembali berputar. Dulu aku yang menjadi selingkuhannya, dan sekarang ... aku yang diselingkuhi. Ternyata begini rasanya diselingkuhi? Harus bagaimana aku bersikap? apakah aku bisa setenang Aluna dulu saat memergoki suaminya selingkuh denganku?
Lihat lebih banyak"Mas, ada apa ini? Mereka ini siapa?" tanya Freya berpura-pura.Dia menatap semua orang bergantian. Tak ada satu orang pun yang berani bersuara disana, termasuk Widya dan Aluna yang berdiri didekat Hanan dan Freya. Mereka ingin menyaksikan sendiri, bagaimana cara Hanan menjelaskan pada gadis itu tentang kebohongannya."Ahm ... mereka ini ...," Hanan tak kuasa melanjutkan kalimatnya.Jantung laki-laki itu sudah berdegup kencang. Terlebih melihat tatapan mematikan dari Rosidin. Dia langsung memalingkan muka, enggan menatap wajah ayah mertuanya itu."Kenapa, Nak Hanan? Jelaskan pada gadis itu, siapa perempuan hamil yang sedang terbaring lemah ini!" tekan Rosidin.Freya menoleh pada Hanan, dia memasang tampang bingung, seolah meminta jawaban dari laki-laki itu."Mas?" Freya menatap langsung wajah lelaki disisinya."Di–a ... istri Mas, Fre. Tapi, mas akan segera menceraikannya agar kita bisa menikah." Jawaban Hanan sama sekali tak mengejutkan Freya. Tapi tidak dengan yang lain, terlebih N
Aluna merengkuh tubuh Narti yang terlihat lemah. Perempuan itu tak lagi menangis, dia tak ingin Narti semakin bersedih."Yang sabar, Mbok. Sekarang bapak sama mbok siap-siap, ya? Biar kita ketemu Nayma. Dia pasti senang begitu tau kalian datang menemuinya," bujuk Aluna.Wanita itu mengangguk lemah. Rosidin sendiri hanya diam terpaku. Entah apa yang sedang pria itu pikirkan. Yang pasti, dia pun sama terpukulnya dengan sang istri.Setelah Narti lebih tenang, Aluna meninggalkan keduanya dan meminta mereka segera berkemas. Disisi lain, Hanan sedang dalam perjalanan menuju rumah sang kekasih– Freya. Kalimat Aluna tadi terngiang-ngiang di kepalanya, membuat laki-laki itu tak bisa tenang hingga memutuskan meninggalkan Nayma bersama Widya, sedang dia menemui Freya.Hanan menghentikan mobilnya di halaman rumah bercat putih, laki-laki itu segera turun. Dia mengayunkan langkah hingga teras. Berulang kali ia menarik napas dalam, kemudian menghembuskan secara perlahan.Dadanya berdegup kencang, t
Hanan pulang untuk makan siang, begitu sampai dia langsung mematikan mesin mobil, sebelumnya lelaki itu membunyikan klakson mobil beberapa kali.Dia merasa heran karena Nayma tak kunjung keluar untuk menyambutnya. Biasanya jika Hanan membunyikan klakson mobil, perempuan itu langsung bergegas keluar dan membukakan pintu untuk suaminya. Tapi tidak kali ini, dan itu membuat Hanan keheranan sekaligus khawatir, takut terjadi apa-apa pada Nayma."Assalamu'alaikum ... Yank! Kamu dimana?" panggil Hanan setengah berteriak.Lelaki itu terus berjalan masuk, karena tak kunjung mendapat jawaban. Tujuannya tentu saja kamar, pikiran buruk semakin menggerayangi. Apa mungkin terjadi sesuatu pada Nayma? Mengingat kondisi kehamilannya yang sudah besar.Hanan mendesah lega begitu pintu langsung terbuka. Namun, kelegaannya tak berlangsung lama karena melihat keadaan sang istri yang begitu memprihatinkan.Nayma tergolek di lantai kamar dengan rambut acak-acakan. Laki-laki itu langsung berlari menyongsong t
Hari terus berlalu, hingga tak terasa kehamilan Nayma sudah menginjak bulan ke delapan. Perempuan itu sudah agak kesusahan dalam berkegiatan, perutnya yang membuncit kadang menghalangi gerakannya.Seperti pagi ini, Nayma sedang kepayahan saat menjemur pakaian yang baru saja selesai ia keringkan. Meski kehamilannya sudah membesar, tapi tak sedikit pun perempuan itu bersikap manja. Bahkan sampai sekarang ia tak berniat mencari asisten rumah tangga untuk membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, padahal Hanan sendiri sudah memintanya.Selesai menjemur pakaian, Nayma masuk kedalam lewat pintu dapur, karena memang posisi jemurannya berada di halaman belakang.Terdengar ketukan di pintu depan, Nayma mengernyit heran. Dia mencoba menerka-nerka, siapa yang datang bertamu pagi-pagi seperti ini? Apa mungkin Hanan ketinggalan sesuatu?Bergegas Nayma menuju pintu, keheranan perempuan itu semakin bertambah ketika melihat seorang laki-laki berpakaian kurir berdiri disana. Menyadari seseorang datang,
'Duhh ... gila, sih, ini. Gimana caranya aku bisa menghalangi niat Freya kemari? Mana udah di jalan, lagi.' Hanan membatin gelisah."Eum ... Yank, kita bicara nanti setelah mas balik ngantor ... boleh, nggak?" Ragu, tapi Hanan tetap mengutarakan maksudnya."Enggak! Kalau kamu milih balik kerja sekarang tanpa menjelaskan semuanya padaku, lebih baik nggak usah pulang sekalian!" tolak Nayma mentah-mentah."Mas akan jelasin, Yank, tapi nanti. Mas mohon ... boleh, ya?" Hanan memohon penuh harap.Lagi. Dia harus merasakan kecewa karena Nayma tetap menolak. Nayma menggeleng tegas, dan menatap Hanan dengan tajam.Lelaki itu menghembuskan napas kasar. Dia memutuskan membalas isi pesan tadi terlebih dulu. Kebohongan kembali ia umbar, demi bisa menutupi kebohongan yang sudah lebih dulu ia lakukan.[Jangan, Fre. Ini aku lagi jalan mau balik ngantor. Kita ketemu nanti sore aja, ya?]Disisi lain, seorang perempuan cantik sedang tersenyum sinis sebab membaca pesan yang dikirim oleh Hanan. Dia jelas
Nayma membolak-balik berkas yang ia temukan demi memastikan jika ia tidak salah lihat. Perempuan itu menatap berkas yang merupakan surat rumah itu dengan bingung, apalagi disana jelas tertera nama Hanan sebagai pemiliknya."Ini surat rumah, dan atas nama mas Hanan? Tapi ... rumah mana yang ia miliki? Rumah yang ditempati Aluna sekarang jelas milik Aluna sendiri, lantas ini ...." Nayma mencoba berpikir keras, dia menerka-nerka dengan apa yang ia lihat.Dan apa yang ia lihat selanjutnya kembali membuat perempuan itu membelalakkan mata."Ja–di ... rumah ini milik mas Hanan? Tapi ... kenapa dia mengakuinya sebagai kontrakan didepanku?" Nayma membelalak dan menutup mulutnya karena rasa kaget luar biasa."Perihal rumah pun dia tak mau jujur? Cobaan apalagi ini, Tuhan? Apa yang sebenarnya sedang mas Hanan rencanakan? Kenapa laki-laki itu seolah memiliki banyak sekali rahasia?"Air mata sudah mengaliri pipi Nayma. Dia terduduk lemas diantara tumpukan baju yang belum sempat ia rapikan ke dalam
"Bapak pasti akan memaafkan Nayma, Non. Tapi ... tidak untuk sekarang." Rosidin menjawab pada akhirnya. Narti dan Aluna langsung menatap pria itu."Tapi–" Baru saja Aluna hendak menyanggah, Rosidin sudah lebih dulu memotong."Maaf, Non. Bapak izin ke kamar dulu." Pria itu lantas bangkit, kemudian berlalu begitu saja.Aluna menghempaskan napas, dia bangkit dan duduk disamping wanita yang menunduk sedih. Aluna tau, Narti pasti sangat terpukul dengan masalah ini. Ibu mana yang tega berpisah bahkan tak berkomunikasi sedikit pun dengan anaknya? Bagaimana pun buruknya sikap sang anak, tetap saja hanya ibu yang sanggup memaafkan."Mbok, yang sabar, ya?" Aluna mengusap punggung wanita itu."InsyaAllah mbok selalu sabar, Non. Hanya saja ... kadang rasa rindu itu datang juga." Narti menunduk, meski sudah berusaha tegar, tetap saja perasaan tak bisa dibohongi."Luna paham apa yang sedang mbok rasakan. Luna juga seorang ibu, tapi kita juga tak bisa menyalahkan bapak. Mungkin sikapnya kali ini ada
Hanan cepat-cepat menepis pikirannya, dia dan Aluna sudah berpisah, tak seharusnya dia memikirkan hal itu lagi. Laki-laki itu bergegas membuka pintu mobil, dan segera tancap gas menuju rumah.Disisi lain, meski masih kesal dengan suaminya, Nayma tetap menjalankan kewajibannya di rumah, yakni memasak. Seperti siang ini, baru saja selesai memasak untuk makan siang. Perempuan itu memilih ngadem di halaman belakang, karena biasanya jam segitu angin sepoi-sepoi akan setia membelai kulit.Tak lama terdengar klakson mobil diluar, Nayma tau itu jelas Hanan–suaminya. Biasanya dia akan langsung berlari keluar dan menyongsong suaminya, tapi tidak untuk sekarang. Hatinya masih saja membeku, meski sudah melihat sendiri bagaimana upaya Hanan untuk berubah selama beberapa hari ini."Assalamu'alaikum, Yank!" seru Hanan begitu masuk. Lelaki itu heran karena melihat keadaan rumah begitu sepi. Biasanya, meski tak menyambutnya kedepan, Nayma duduk di ruang tengah sambil menonton TV. Hanan mencoba mencar
"Nay?" Hanan menatap Nayma terkejut. Perempuan itu membalas tatapan Hanan dengan tangan terlipat di dada. Dia ingin melihat, apa kali ini suaminya akan menurut?"Jangan bercanda, Yank. Kamu tau sendiri, kan? Nyari kerjaan sekarang ini susah, lho. Kalau aku harus resign, gimana dengan kita? Kita butuh tabungan, kamu lagi hamil, nggak lama lagi lahiran. Terus kalo nggak dari sekarang nabungnya, kapan lagi?" Hanan mencoba melontarkan alasan yang menurutnya bisa Nayma tangkap."Ya, tinggal cari kerjaan lain! Aku nggak masalah kamu kerja apa aja, gaji kecil pun aku nggak masalah. Yang penting kamu punya banyak waktu untuk aku dan calon anak kita. Tau nggak, sih, Mas? Waktu kebersamaan itu lebih berharga dari segalanya." Nayma masih tetap bersikeras dengan keputusannya."Kamu salah, Nay. Kamu lupa? Sebuah kebahagiaan itu tercipta bukan hanya soal waktu bersama, tapi juga uang yang banyak. Uang adalah segalanya. Kebahagiaan bisa dibeli dengan uang. Kalau aku kerja dengan gaji kecil, yakin ka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.