Share

bab 4. Detektif?

Mutia berjalan perlahan ke arah ruang tengah, dia lalu mengeluarkan ponselnya.

"Tunggu, kalau aku melaporkan pak Andi dan Bu Laras ke Bu Mawar, jangan-jangan nanti malah ada keributan. Bisa-bisa aku enggak kerja di sini lagi. Padahal aku kan masih butuh duit. Duh.

Tapi kalau aku diem'in aja tentang perselingkuhan Bu Laras dan mas Damar, ck, enak aja. Nggak sudi dong. Apa aku melipir saja pada Bu Mawar. Siapa tahu bisa kerja di tempat Bu Mawar kalau aku memberikan informasi tentang istri kedua suaminya.

Nggak salah dong ya kalau aku berusaha membalas kecurangan yang telah mereka lakukan padaku? Emangnya hanya orang kaya yang bisa sakit hati? Aku juga punya hati lah! Enak aja menyakiti Mutia!"

Mutia pun lalu mengambil ponsel. "Aku harus tahu alamat rumah atau paling tidak akun media sosial Bu Mawar alias istri pertama pak Andi."

Mutia lalu mencari akun F******k dengan nama Mawar.

"Ck, kenapa banyak banget nama mawar di sini?"

Mutia lalu menggulir layar ponsel nya dengan perlahan.

"Mawar merah, mawar putih, mawar melati semuanya indah. Yasalaam. Yang mana sih? Aku juga belum tahu wajah istrinya pak Andi. Duh, Mutia!"

Mutia menepuk jidatnya yang agak lebar perlahan.

"Hm, ya sudah. Beresin dulu meja makan bekas pak Andi makan tadi."

Mutia beranjak ke ruang makan. Saat melewati kamar kosong yang berisi baju-baju Larasati yang hendak distrika, langkah Mutia terhenti karena mendengar suara dari dalam.

Pintu kamar yang tertutup sedikit membuat Mutia dengan perlahan mendorong nya sedikit dengan ujung telunjuk nya. Dan pemandangan di dalam membuat Mutia terkesiap.

Damar, sang suami tampak mencium dan memeluk baju dalam Larasati!

Mutia menarik nafas panjang. Mencoba agar tidak menangis meskipun dalam hatinya terasa sesak.

'Ya Tuhan, tega sekali mas Damar. Padahal aku sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk nya. Dia masih tega bermain gila dengan majikan padahal pernikahan kami belum genap setahun.'

Dengan perlahan, Mutia mengambil ponselnya. Lalu dia mengambil gambar Damar dengan hati-hati.

'Baiklah, Mas. Kalau memang kamu begitu mencintai Bu Laras, aku yang akan pergi. Aku nggak sudi berbagi hati apalagi berbagi alat tempur dengan perempuan lain. Tidak ada maaf bagimu. Tapi aku belum puas kalau kalian tidak mengalami sakit hati seperti yang telah aku alami, Mas,' desis Mutia kemudian berlalu dari kamar penuh baju itu.

**

Mutia baru saja selesai beberes ruang makan saat Damar memeluknya dari belakang.

"Mut, kamu nggak minta jatah?"

Mutia menghela nafas panjang. Lalu perlahan menggeleng. "Aku lagi capek, Mas. Baru saja masak, nyuci piring. Habis ini nyapu dan setrika lho," sahut Mutia sambil menahan rasa jijik membayangkan Damar yang berbagi peluh dengan Larasati.

Bibir Damar mengerucut. "Ck, kamu nggak sayang lagi sama aku, Mut!? Mumpung suasana lagi sepi nih."

Mutia menoleh dan melotot. Rasanya dia ingin menampol pipi suaminya itu. Setelah entah berapa kali, suaminya sudah usluk-usluk dengan Larasati, sekarang suaminya yang dengan seenaknya mengatasinya dengan ucapan tidak sayang?

'Mas Damar benar-benar butuh cermin!' maki Mutia dalam hati.

"Hm, rasanya tadi kayak datang bulan. Nanti aku cek, Mas," elak Mutia membuat wajah Damar muram.

"Sayur!"

Mendadak telinga Mutia menangkap suara Abang penjual sayur langganan.

"Nah, kebetulan tukang sayur langganan sudah datang. Aku mau beli cabai, terung, dan ayam titipan Bu Laras. Bentar ya Mas."

Mutia agak mendorong tubuh Damar yang menghalangi langkahnya hingga bergeser beberapa langkah.

Sementara itu Mutia langsung berlari ke pintu depan.

"Nah, ini orangnya datang!" seru Yu Nem saat melihat Mutia mendekat ke arah tukang sayur.

"Ada apa Yu?" tanya Mutia dengan nada cuek. Tangannya sibuk memilah sayuran yang akan dibelinya.

"Tadi suami nya Bu Laras kan?" tanya Yu Nem mulai mengajak gibah berjamaah.

Mutia hanya mengangguk.

"Wah, ramah dan ganteng ya. Walaupun sudah tua tapi terlihat masih perkasa. Keren banget!" puji Yu Nem yang langsung diamini oleh asisten rumah tangga lain yang sedang bergerombol di sana.

"Apa tidak ada tanda-tanda suami kamu mulai berubah sikap? Biasanya cemburu atau ...,"

"Eh, siapa sih itu kok rasanya baru lihat?" tanya Yu Sri memotong ucapan yu Nem. Tangannya menunjuk ke seorang pemuda tampan yang muncul dengan sepeda kayuh di pagar depan perumahan.

"Wuah, nggantengnya! Kayak mantan pacar saya dulu!" seru Yu Nem penuh percaya diri membuat para asisten rumah tangga lainnya yang mengelilingi tukang sayur itu mengelus dada dan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mutia mengerut kan dahinya saat lelaki muda itu menatap rumah Larasati dengan seksama. Kemudian berlalu mengelilingi kompleks.

"Ini sayuran dan ayam saya, Bang. Totalnya berapa?" tanya Mutia sambil menunjukkan barang yang akan dibelinya.

Tukang sayur itu menatap barang yang dibeli Mutia. "Ayam sekilo, terung dan lombok seperempat ya. Semua 50 ribu, Mbak."

Mutia mengangsurkan selembar uang berwarna biru kepada tukang sayur itu dan bergegas pergi.

Baru saja dia hendak masuk ke pintu rumah, saat terdengar suara lelaki memanggil nya.

"Mbak."

Mutia menoleh. Dan tampaklah lelaki yang bersepeda kayuh itu mendekat ke arah Mutia.

"Ada apa, Mas?"

Pemuda itu menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sebelum mengeluarkan ponselnya.

"Apa mbak pernah melihat orang ini?" tanya laki-laki muda itu membuat Mutia terkesiap. Karena foto yang ada di ponsel dan sedang ditanyakan oleh pemuda itu adalah foto pak Andi!

Mutia tercengang. Batinnya sibuk menduga-duga.

'Siapa lelaki ini? Kenapa dia kenal dengan pak Andi? Apa dia detektif yang disewa Bu Mawar seperti di tivi-tivi?' batin Mutia sebelum akhirnya dia menjawab,

Next?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar babu sok pintar yg cuma bisa ngebatin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status