Share

Masa Yang Sulit

Gadis itu mengingatnya, mengingat bagaimana dia di perlakukan buruk oleh kedua orang tuanya. Bahkan, ia termasuk gadis yang tidak bisa membaca dan juga tidak bisa menulis hingga sekarang. Dia juga tidak tahu bagaimana dirinya bisa menjadi seorang pembunuh, psikopat yang sangat sadis.

Tapi dia tidak pernah ingat melakukan apapun. Semua tanpa sadar, tidak ada yang tersimpan di kepalanya. Hingga ia seperti orang bodoh yang lupa ingatan. Seperti kajadian tadi, saat penangkapan dirinya, ia sangat terkejut ketika tangannya sudah berlumur darah dan memegang pisau, korban pun dalam keadaan terikat tali dengan lidah menjulur keluar dan terpotong.

Dia histeris, seolah menjadi orang kehilangan akal, gila, stres dan tak berprikemanusian. Anggapan-anggapan itu membuat dia seakan-akan menjadi tersangka utama pada pembunuhan tadi. Psikopat sejati yang sadis tanpa rasa iba terhadap korbannya.

Gadis itu teringat, bagaimana ia menjadi pribadi yang dingin dan tidak lagi ceria seperti sebelum penyiksaan itu terjadi. Yang seharusnya ia sekolah, namun ia mengalah oleh keadaan dan berjuang mencari uang untuk membahagiakan ibu juga ayah tirinya.

****

Tiga tahun pun berlalu. Waktu bergulir dengan sangat cepat.

Usia Dina menginjak 7 tahun, anak perempuan malang itu seharusnya sudah bersekolah. Tetapi, kedua orang tuanya tidak mengijinkannya untuk bersekolah dengan dalih keterbatasan biaya. Kedua orang tuanya tidak peduli dengan Dina akan pintar atau bodoh selamanya. Mereka lebih mementingkan bagaimana mendapatkan uang dari pada harus keluar uang.

"Din, Dina!" teriak wanita itu dari dalam dapur. Ia berjalan tergopoh-gopoh ke kamar putrinya itu. "Ya Tuhan! Nih, anak, masih tidur?" sambungnya dengan mata melotot. "Udah jam berapa ini? Cepat bangun, cari duit sebanyak-banyaknya!"

"Tapi Dina capek, Mah! Badan Dina pada sakit dan pegal-pegal!"

"Alasan mulu kamu, cepat mandi dan bantu mamah cari uang. Kita ini bukan orang kaya, jadi jangan cuma maunya enak-enakkan saja tanpa mau bekerja!" sergah ibunya. Selalu saja kasar padanya. "Selesai mandi, mamah tunggu di depan. Ingat, jangan lama-lama mandinya!"

Dina kecil hanya mengangguk tanpa berani melihat wajah ibunya. Ia pun masuk ke dalam kamar mandi menuruti perintah ibunya walau sebenarnya dia sedang tak enak badan.

Selesai mandi, Dina berangkat atas paksaan ibunya. Ia bekerja dari pagi hingga malam, sedangkan ayah tirinya hanya di rumah, tidak melakukan apapun. Makan, tidur, dan juga menikmati hasil kerja keras ibu dan anak. Itulah kegiatannya selama menikah dengan ibu dari Dina itu.

Dina mulai berjalan, menelusuri kampung-kampung di sekitar rumahnya. Berteriak menjajakkan dagangannya, menyebutkan apa saja kue-kue yang ia jual agar menarik perhatian para pembeli.

"Kue-kue ... donatnya Bu, Pak, ada pisang goreng, ada kue cucur, ada bakwan jagung dan sayuran, kue gemblong juga ada. Kue-kue," teriaknya.

Ia pun terduduk lelah. Keringat mengucur, lalu ia melihat kue-kue di baskom masih terlihat banyak. "Ya Tuhan, masih banyak banget makanannya. Nanti aku dimarahin mamah lagi!" keluh Dina, ia takut saat melihat ibunya marah. "Aku gak boleh berdiam diri kalau gitu, bisa-bisa kue-kue ini gak akan habis!" lanjutnya, beranjak bangun dan mulai menjajakan dagangannya.

****

Gadis itu ingat semua awal ia menjadi sangat marah. Awal ia menyakiti orang tanpa sadar dan suara.

Waktu itu, ia terus berjalan dan hingga dia sampai di sebuah sekolahan. Namun, bukan keuntungan yang didapat, justru,

Braak

Anak-anak nakal mengganggunya yang sedang berdagang. Semua dagangannya berantakkan, berhamburan ke lantai. Kotor. "Hei ... anak miskin! Berani-beraninya kamu berdagang di sini!" celetuk seorang anak laki-laki berseragam SD berbadan besar sambil menoyor kepala Dina.

Bocah itu terdiam, matanya tetap memandang kue-kue yang kini di makan oleh ayam-ayam. "Kamu tau, kalau mau dagang di sini harus bayar pada kami!" ocehnya layaknya preman. Dina mengabaikan ucapan anak laki-laki itu, ia mengusir ayam-ayam itu dan memunguti kue-kue itu.

Di kepalanya, mulai terniang suara ibunya yang memakinya. Suara ibunya yang marah dan menyiksanya. "Kue-kueku!" Ia membersihkan satu persatu kue-kue itu.

"Hei ... kau dengerin aku kan, bocah miskin!" pekik anak laki-laki itu jengkel. Kemudian ia menghampir dan menendang Dina hingga terjatuh. Bocah perempuan itu semakin marah, kue-kue yang berhasil ia selamatkan harus terkena kotoran lagi.

Dina mengepalkan tangannya. Memendam rasa marah yang sudah tersulut dan berkembang menjadi sangat marah. Ia menatap tajam ke bocah laki-laki bertubuh besar dan berkulit sawo matang itu. "Kalian!"

"Kenapa? Kau ingin marah? Mau melawan kami yang berjumlah 5 orang, huh?" tantang bocah laki-laki itu bertelak pinggang.

Sudah habis kesabaran Dina atas perlakukan mereka. Ini bukan kali pertama mereka melakukan hal buruk padanya, tapi sudah berulang-ulang. Dina tetap sabar atas semuanya yang terjadi. Dan kali ini, dia tidak bisa memaafkan perbuatan anak-anak nakal itu.

"Kalian harus ganti daganganku, CEPAT!" teriak Dian, sangat jengkel dengan jawaban anak-anak nakal itu.

Anak-anak itu justru tertawa senang melihat Dina semarah itu. "Kalau kita gak mau ganti, kamu mau apa?"

Dina melangkah maju, sudah tidak ada lagi berunding atau berdebat. Itu tidak akan membuat anak-anak nakal itu tersadar atau mengganti kue-kuenya. Bocah perempuan itu mendorong bocah besar itu hingga terjengkang. "Kalau begitu, aku akan menghajar kalian semua!" teriak Dina sambil menunjuk-nunjuk pada kelima bocah laki-laki pengganggu itu.

"Kau berani sama kita-kita?" tanya bocah laki-laki beranjak bangun dibantu teman-temannya.

"Iya!" Mata Dina melotot, sangat tajam.

"Kalau begitu ...." Dia melirik pada teman-temannya. "Hajar dia!"

Keempat anak laki-laki bertubuh lebih kecil dari bocah besar itu berlari, maju dan hendak menghajar Dina sesuai perintah bocah besar itu.

"Hiaaat!"

Dina menatap sangat serius, tajam penuh dendam. Tangannya mengepal, giginya. bergemerutuk. Ia sudah sangat kesal harus tiap hari dimarahi bocah-bocah nakal di hadapannya itu. Kali ini, dia tidak mau berdiam diri lagi.

****

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status