Share

Bab 4

SETELAH KITA BERPISAH BAG 4.

POV HANS

**

Namaku Hans Irawan. Aku sudah menjalani pernikahan selama hampir setahun dengan istriku Rizka Arumi. Namun, sampai hari ini kami belum dikaruniai anak. Sudah berobat ke sana kemari. Namun, Kata Dokter Rizka sebenarnya baik-baik saja tidak ada masalah yang berarti untuknya.

Aku menyalahkan dia karena sampai sekarang belum mempunyai anak. Aku tetap tidak mempercayai ucapan Dokter yang mengatakan kalau Riska itu sehat. Buktinya sampai sekarang kami belum mendapatkan keturunan. Biasanya orang menikah banyak sekali yang hamil setelah 2 bulan pernikahan. Tapi Riska sampai hampir setahun tidak juga memiliki tanda-tanda kehamilan.

Rizka menyarankan kepadaku agar aku juga periksa untuk mengetahui apakah kondisi kesehatanku baik. Namun, perkataan Rizka seakan mengejekku. Aku merasa baik. Aku tidak apa-apa. Aku sehat-sehat saja bukan aku yang salah tetapi Riska. Di ranjang aku adalah lelaki kuat dan bergairah. Hasrat juga membara jadi aku menganggap ajakan Rizka ke Rumah Sakit bagaikan ejekan untukku.

Karena aku menolaknya. Rizka mengatakan harus bersabar sebab yang memberikan anak kepada sebuah keluarga itu adalah Allah. Itu murni hak prerogatif Allah sebagai Tuhan dan Kita sebagai manusia hanya bisa berdoa dan memasrahkan diri agar diberikan apa yang kita inginkan.

Mendengar hal itu aku hanya bisa menerima saat itu. Karena kesibukan yang berarti. Aku juga tidak terlalu memikirkan masalah-masalah dengan Rizka lagi. Aku mulai sibuk dengan pekerjaanku dan teman-temanku.

Suatu hari yang tidak terduga, saat ada pegawai baru yang masuk kerja di kantor kami. Dia Delia, perempuan yang begitu cantik dan aku menyukainya. Melihatnya pada pandangan pertama dengan senyuman yang menawan membuat aku tertarik padanya.

Awalnya biasa-biasa saja hanya sebagai rekan kerja dan aku mengaguminya karena dia itu cantik dengan kulit yang putih serta senyuman yang menawan. Suaranya juga lemah lembut apalagi dia memiliki pekerjaan yang cukup baik sebagai pegawai kantoran yang lulus pula di departemen ini bersama denganku.

Aku menilai Delia adalah wanita luar biasa. Berbeda sekali dengan Rizka. Aku mulai membanding-bandingkan Delia dengan istriku, Rizka. Entah mengapa aku melihat Delia itu jauh lebih menyenangkan daripada Rizka yang hamil saja nggak bisa.

Saat itu berkas-berkas Delia jatuh di depanku dan aku membantunya, itulah pertama kali aku cukup dekat dengan dia. Aku memberanikan diriku untuk mengajaknya minum kopi di Kafe tak jauh dari kantor dan dia memberikan lampu hijau dengan menganggukkan kepalanya.

Semakin lama hubungan kami semakin intens dengan sering berkomunikasi lewat aplikasi hijau. Saling bertanya kabar satu sama lain bahkan kami saling bercanda bersama ketika bekerja. Kini aku benar-benar melupakan Rizka. Tidak peduli lagi dengan program kehamilan yang kami rencanakan bersama.

Saat itu untuk pertama kalinya aku menjemput Delia karena katanya motornya mogok. Suami Delia itu pekerjaannya hanya serabutan dan dia juga sudah malas dengannya. Anak Delia bernama Intan pun yang masih berusia dua tahun lebih sering dititipkan kepada suaminya ataupun mertuanya daripada dirinya sendiri yang mengurus. Delia beralasan kepada keluarganya, pekerjaan di kantor sedang banyak apalagi dia pegawai yang memang ditargetkan menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga keluarganya mengerti.

Aku menaiki mobilku untuk melaju ke tempat kerja. Sebenarnya terlalu pagi untuk kami bekerja. Di sini mulai aktif pekerjaan sekitar pukul setengah sembilan pagi untuk kantor. Jadi di daerah ini cukup santai kalau aku katakan.

Aku sengaja menjemput Delia pukul 07.00 pagi. Kami bersama-sama berangkat kerja. Saat itu hubungan kami cukup dekat. Aku bahkan bisa memegang tangannya. Bisa di katakan aku dan Delia sedang di mabuk asmara. Kami tidak mempedulikan pasangan kami masing-masing dan larut dalam dunia kami sendiri. Aku mencintainya dan dia mencintaiku. Apalagi coba?

Melihatnya ketika itu nafsu memenuhi dadaku. Ku parkirkan mobilku di tempat sunyi. Di mana hanya hamparan sawah yang terlihat. Tidak ada pemandangan lain apalagi rumah warga. Di situ kuberanikan diriku untuk menyicipi Delia karena aku sudah gak tahan dengan hasrat liar ini. Apalagi dia sangat cantik dengan senyum menawan.

Delia terbuai oleh rayuanku. Dia pasrah saja saat aku mengajaknya bermain di mobil. Kami memadu kasih untuk pertama kali di mobil tanpa rasa bersalah. Delia bahkan memujiku bisa memuaskan nya. Dia bahagia lahir batin denganku, katanya. Itulah awal mula hubungan terlarang ku dengan Delia. Wanita berparas cantik jelita. Aku bahkan lupa dengan Rizka, istriku.

Suatu hari entah kenapa wajah Rizka muram. Tidak seperti pagi-pagi biasanya dia akan melayaniku dengan baik. Namun, kali ini tidak dia ketus melihatku. Tentu saja aku tidak ambil pusing selama ini aku sudah cukup memberikannya nafkah. Jujur saja. Entah kenapa aku merasa rugi saat menafkahi Rizka yang bahkan tidak bisa memberiku anak.

"Kalau suami kita gak diambil Tuhan ya diambil pelakor!" katanya pagi itu.

Aku tersentak dengan perkataannya. Mungkinkah Rizka tahu hubunganku dengan Delia. Aku hanya berpikir masa bodoh saat itu. Yang penting aku bahagia dan senang. Lagian sudah kupikirkan untuk membuang Rizka dari hidupku dan mengganti Delia.

Kata Delia. Dia juga siap menikah denganku. Dia akan menceraikan suaminya yang bekerja serabutan. Ah, sungguh bahagia hidupku akan bersatu dengan Delia, wanita yang ku puja saat ini.

Namun, kejadian ini harus aku alami di mana, aku kepergok dengan Delia sedang berada di dalam mobil ketika kami melakukan hubungan terlarang kami. Di sana juga ada Rizka, istriku. Tidak menyangka dia bisa mengorgoki kami berdua di sini. Beberapa waktu yang lalu Rizka terlihat ketus. Apa mungkin dia menyusun rencana ini untuk menjatuhkan ku dan Delia? Istri gak tahu diri!

Ingin saat itu ku maki Rizka karena berusaha menjebakmu. Dia yang melaporkan perbuatanku kepada pihak Polisi syariat sehingga aku ditangkap seperti ini. Dipermalukan dengan Delia. Namun, aku tak melakukannya karena sangat ramai. Nanti bila di rumah dia pasti akan kupukul dengan keras biar saja dia rasakan sakit hatiku.

Hingga akhirnya aku dikirim ke kantor bersama dengan dirinya untuk dimintai keterangan aku terancam terkena Qanun dan dicambuk 100 kali. Aku saat ini hanya bisa pasrah mengakui perbuatanku karena sudah begitu banyak bukti-bukti yang diberikan oleh Polisi Syariat yang sedang mewawancarai ku dengan penuh amarah. Beberapa kali aku mengelak tapi aku tidak bisa mengelak terus-terusan sebab bukti yang diberikan mereka itu valid adanya.

Saat itu orang tuaku datang. Tentu saja aku merasa ketakutan apalagi terhadap kerasnya ayahku. Aku bersyukur ayahku tidak ikut. Hanya Abang ku, Zaki bersama Ibu yang ikut.

Plak!

Aku memegang pipiku ketika Ibu dan Bang Zaki datang. Ibu begitu saja menggamparku. Aku terhenyak dengan perlakuannya. Ku pegangi pipiku karena ibu me-mu-kul dengan cukup keras.

"Anak gak tahu di un-tung kamu!" katanya m a r a h.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status