Share

SELAMAT TINGGAL, MANTAN
SELAMAT TINGGAL, MANTAN
Penulis: NawankWulan

BAB 1

Saat Kau Mencampakkanku demi Mantan Istrimu, Saat Itu Juga Kuterima Lamaran Saudara Kembarmu

BAB 1

 

"Ini istrimu, Mas?" tanya seorang perempuan yang melirikku sinis. Dia Fika-- mantan istri suamiku, Eris. 

 

"Iya, Fik. Kenalkan, namanya Hanin." 

 

Ekspresi tak suka jelas ketara di wajah perempuan itu, tapi kami tetap saling jabat. 

 

"Selingkuhanmu mana? Bosen? Atau mau cari mangsa lagi?" tanya Mas Eris sekenanya. 

 

"Dia nggak seperti kamu, Mas. Aku menyesal sudah mengkhinati laki-laki sebaik kamu. Sejak kita berpisah, aku justru kerap memikirkan kamu. Bahkan dia minta putus sejak aku lupa manggil namamu, padahal harusnya aku manggil namanya." 

 

Mas Eris cukup kaget saat itu, tapi buru-buru menetralkan ekspresinya. Sementara perempuan itu tersenyum tipis melirikku. Awalnya aku nggak tahu apakah itu benar atau sekadar drama. 

 

Namun, lambat lain aku paham jika alasan-alasan yang diberikannya hanyalah trik untuk menjerat mantan suaminya kembali.  Seperti detik ini, aku kembali membaca status WhatsAppnya. Status dan foto yang seharusnya tak dilakukan oleh seorang mantan. 

 

|Makasih banget atas pertemuan hari ini ya, Mas. Aku suka gamis sama sandalnya. Cantik banget, branded pula. Makasih juga kamu sudah beliin Edo motor baru. Meski dia baru berusia empat tahun dan belum bisa pakai motornya, tapi bisa kupakai buat antar sekolah dia tiap hari. Kebetulan Edo sudah masuk PAUD. Nah, gitu dong, Mas! Meskipun kamu sudah punya istri baru, tapi kamu tetap berkewajiban menafkahi anakmu. Inget ya! Ada mantan istri, tapi nggak pernah ada yang namanya mantan anak. Makasih sudah menjadi ayah dan suami terbaik buat Edo dan buatku. Aku benar-benar menyesal sudah meninggalkan laki-laki sehebat kamu|

 

Sepertinya Mbak Fika memang sengaja memamerkan status itu padaku sebab dia tahu jika aku sering memeriksa handphone Mas Eris. Tak hanya status, tapi dia juga mengupload foto mesranya bersama suamiku. Aku benar-benar heran, bisa-bisanya Mas Eris foto sedekat itu dengan Mbak Fika yang jelas-jelas sudah menjadi mantan dan non mahram.

 

Aku tak paham bagaimana sebenarnya status hubungan mereka berdua. Sudah resmi berpisah, tapi masih teramat mesra. Tak hanya itu saja, aku merasa ada rahasia lain yang disembunyikan Mas Eris dariku, termasuk uang untuk membelikan motor anak kandungnya itu. 

 

Darimana dia mendapatkan uang untuk membelikan Edo motor baru, padahal dua minggu lalu saat aku masuk rumah sakit, biaya ditanggung oleh ibuku karena dia bilang belum gajian dan nggak punya tabungan sama sekali.

 

Jika memang nggak punya tabungan sama sekali, kenapa dia bisa membelikan Edo motor bahkan sengaja membelikan mantan istrinya gamis dan sepatu branded. Padahal selama menikah denganku belum sekalipun dia membelikan barang branded. Hanya dua kali dia membelikanku baju, itu pun daster yang dia bilang harganya tak lebih dari lima puluh ribu.

 

Jikalaupun motor itu kredit, kenapa Mas Eris nggak bicara soal ini sama aku dulu? Bukankah saat berumah tangga, sekecil apapun masalahnya harus jujur agar tak saling curiga? Selama ini, harusnya dia juga paham jika aku nggak pernah melarang dia untuk bertanggungjawab pada anaknya, tapi aku hanya berharap dia jujur dan terbuka dan nggak sembunyi-sembunyi seperti ini. Kalau nggak baca status mantannya, apa dia akan jujur padaku?

 

"Mas, kamu beliin Edo motor baru?" tanyaku saat Mas Eris baru keluar dari kamar mandi.

 

"Tahu darimana?" tanyanya singkat.

 

"Status Mbak Fika di whatsappmu lah, darimana lagi?" balasku sekenanya. 

 

"Ngapain sih pakai acara buka-buka handphoneku segala. Jangan kepo begitu bisa, kan?!" tanya Mas Eris begitu kesal.

 

Aku mendelik kaget melihat ekspresi Mas Eris yang berubah seketika. Seolah tak suka jika aku memeriksa handphonenya bahkan sekadar ingin tahu soal motor itu.

 

"Wajar dong aku buka-buka handphone suamiku sendiri? Selama ini aku juga nggak pernah menutup-nutupi handphoneku darimu. Aku selalu terbuka dalam hal apapun." 

 

"Terserah kamu, tapi aku nggak suka kamu terlalu lancang, apalagi bertanya banyak hal soal motor itu!" sentak Mas Eris lagi. 

 

"Lancang? Istri buka handphone suami sendiri itu namanya lancang ya, Mas?"

 

Mas Eris hanya membuang pandangan, tak membahas sepatah katapun yang kuucapkan.

 

"Wajar jika aku ingin tahu soal motor itu kan, Mas? Kamu itu sekarang suamiku, bukankah harusnya sama-sama terbuka dalam hal apapun? Dari dulu aku nggak pernah larang kamu kasih jatah bulanan buat Edo asal kamu bisa adil sama aku, tapi bukan berarti kamu seenaknya." 

 

"Jelas nggak boleh ngelaranglah. Memangnya kamu siapa sok mau ngatur-ngatur hidupku. Mau ngasih siapapun terserah aku karena itu uangku bukan uangmu!"

 

"Ya Allah, Mas. Kasar sekali kata-katamu." Mataku mulai berkaca. Tak menyangka jika Mas Eris akan bicara seperti itu. Apakah selama ini dia tak pernah menganggapku sebagai istri sampai dia merasa aku tak memiliki hak apapun atas dirinya?

 

"Bukan kasar, tapi supaya kamu sadar. Intinya, kamu nggak berhak mengatur hidupku, Nin. Aku bebas memberikan uangku pada siapapun, apalagi pada Edo yang anak kandungku sendiri. Ingat, baru enam bulan kita menikah, jadi jangan pernah merasa paling berkuasa. Aku nggak suka!" sentak Mas Eris lagi.

 

"Astaghfirullah, Mas. Kenapa tajam sekali ucapanmu. Coba tunjukkan, apa selama ini aku pernah berkuasa? Bahkan sekadar gaji bersihmu saja aku tak tahu. Aku cukup menerima berapapun yang kamu beri, tapi bukan berarti aku pasrah begitu saja. Aku berhak komplen jika kamu keterlaluan. Apalagi sikapmu akhir-akhir ini di luar batas kewajaran," tukasku lagi. 

 

"Di luar batas kewajaran? Maksudmu?" 

 

"Soal hubunganmu dengan Mbak Fika. Aku nggak suka kamu sering ketemu dia apalagi foto-foto sedekat itu, bahkan pipi kalian menempel satu sama lain. Ingat, kalian sudah berpisah dan haram bersentuhan. Jangan sampai alasan bertemu Edo membuatmu bebas berbuat apa saja sama mantan istrimu itu."  

 

Mas Eris melotot tajam. Dia benar-benar tak suka mendengar protesku atas kedekatannya dengan Mbak Fika.  

 

"Edo yang meminta dan aku rasa nggak ada salahnya kami foto seperti itu. Cuma foto doang dibesar-besarkan!" 

 

"Foto kalian terlalu berdekatan, Mas. Pipi kalian itu saling bersentuhan. Apalagi tanganmu sama dia saling tumpuk begitu. Nggak elok dilihat banyak orang."

 

"Namanya foto bertiga ya begitu, Nin. Sekali lagi Edo yang minta. Sekadar foto saja masa' nggak dituruti. Cemburumu terlalu berlebihan, Hanin!"

 

Mas Eris beranjak dari kursi lalu melangkah ke arah dapur. Dia mengambil air dingin dari kulkas, menuangnya di gelas dan meneguknya hingga tandas. 

 

"Stop bahas Fika kalau kamu nggak ingin makin sakit hati. Asal kamu tahu, dia jauh lebih mengerti tentang aku dibandingkan kamu. Lima tahun kami bersama. Jangan sampai aku menyesal sudah memilihmu sebagai penggantinya. Sekali lagi, foto seperti itu nggak perlu dibesar-besarkan, yang penting bukan foto di atas ranjang."

 

Mas Eris menoleh dan menatapku tajam. Dadaku terasa sesak mendengar kalimat terakhirnya. Air bening itu pun lolos begitu saja dari porosnya. Apa dia pikir aku perempuan lemah yang akan diam saja jika terus diin jak?

 

"Kurasa bukan kamu yang salah memilihku sebagai istri, tapi aku yang keliru menjadikanmu sebagai suami, Mas!" ucapku kemudian. Mas Eris ternganga seketika mendengar balasanku.

 

💕💕💕

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Adriana Epa Hoy
laki2 kaya gitu ma ...di tinggalin aja
goodnovel comment avatar
Putry Ismayanti
jahatnya jadi orang
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
bnr tuh balas aja kelakuan suamimu nina
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status