Share

BAB 5B

"Sepertinya ini, Nin. Coba kamu cek isinya," perintah Mas Eros saat mengambil kotak itu dan memberikannya perlahan padaku. Sebuah kotak kayu yang agak berdebu. 

Perlahan aku membukanya. Benar kata Mas Eros, beberapa berkas penting Mas Eris memang berada di tempat itu, termasuk surat cerainya dengan Mbak Fika, akta nikah dan kartu keluarga juga ada di sana. Semua lengkap, syukurlah. 

 

"Aku ambil saja, Mas. Mau kusimpan sendiri," ucapku pada Mas Eros yang masih duduk di kursi. Kuambil akta nikah dan kartu keluarga untuk mengurus gugatan esok lalu gegas kukembalikan kotak itu agar Mas Eros mengembalikannya ke atas lemari. 

 

"Terima kasih, Mas," ucapku setelah laki-laki di sampingku meletakkan kotak berdebu itu kembali pada tempatnya.

 

Mas Eros hanya menganggukkan kepala lalu keluar kamar. Kusimpan buku nikah dan kartu keluarga itu ke dalam tas jinjing. Tas yang selalu kubawa ketika bepergian.

 

Aku tak menyangka jika ini adalah jalan akhir yang kutempuh. Menggugat cerai suami, satu hal yang tak pernah terpirkan selama ini. Meski awalnya tak ada cinta di hatiku untuk laki-laki itu, tapi sejak menjadi istrinya aku berusaha untuk menerima dan mencintainya sepenuh hati. 

 

Aku percaya bahwa ini adalah bagian dari takdirNya untuk hidupku. Aku berusaha menjadi istri terbaik untuknya dengan belajar memasak, mengurus keperluannya dan selalu menjalankan perintahnya dengan baik. Namun, detik ini rasanya sudah berbeda. 

 

Tiap kali aku mengingat statusku sebagai istrinya, tiap itu pula bayang Mbak Fika muncul di pelupuk mata. Pujian-pujian Mas Eris, kerinduan dan penyesalannya bahkan foto mesra mereka lalu lalang di depan mata. 

 

Rasanya aku tak lagi sanggup bertahan lebih lama. Percuma jika hanya aku saja yang berusaha bertahan, tapi Mas Eris justru sebaliknya. Percuma jika aku berusaha keras menjadi istri terbaiknya, jika dalam hatinya hanya ada satu nama. Fika. 

 

Kembali kubaringkan badan di atas ranjang. Masalah gugatan ini, mungkin sebaiknya aku cerita ke ibu. Walau bagaimanapun ibu harus tahu tentang Mas Eris sebenarnya agar kelak tak menyalahkanku atas keputusan ini. 

 

Saat kubuka layar handphone, ada beberapa pesan yang muncul di sana. Salah satunya dari kakak iparku-- Mbak Desy.

 

|Nin, kamu harus hati-hati sama Fika. Kalau pengin rumah tanggamu adem ayem, baiknya sadap handphone suamimu. Biar kamu punya bukti kalau suamimu berkhianat. Fika itu licik. Lihat aja status facebooknya, makin ngelantur saja. Aku tak bermaksud mengompori, hanya saja aku tak ingin rumah tanggamu berantakan gara-gara perempuan tak tahu malu itu|

 

Pesan Mbak Desy makin membuat hatiku gak karuan. Gegas kubuka aplikasi berwarna biru untuk mencari nama Mbak Fika di sana. Kedua mataku membulat seketika saat kulihat statusnya. Sepaket skincare dengan harga lumayan berada di atas sofa. 

 

|Terima kasih ya, Mas. Kamu selalu memperhatikan penampilanku. Kamu selalu tahu apa yang kubutuhkan. Nanti kalau abis, beliin lagi ya!|

 

Memang tak kelihatan siapa yang memberi sepaket skincare itu untuknya, tapi sebuah jam tangan yang sangat kukenali itu terbidik dengan jelas. Entah disengaja atau tak disengaja. Jam tangan satu-satunya milik Mas Eris yang biasa dia pakai.

 

Keputusanku sudah bulat. Semakin hari bukannya bertaubat, Mas Eris justru semakin berani dan terang-terangan bermain hati di depan mataku. Aku akan segera mengurus gugatan perceraian. 

 

Benar kata Mbak Desy, aku harus mencari bukti yang kuat untuk meringankanku di pengadilan. Dengan begitu, perceraian akan lebih mudah diputuskan dan Mas Eris nggak bisa beralibi lagi jika bukti-bukti itu sudah kukantongi. Paling tidak sebagai bukti pada ibu jika Mas Eris memang tak layak dijadikan suami. 

 

Aku akan menyadap handphonenya. Lihat saja nanti! 

 

đź’•đź’•đź’•

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
bagus Hanin cari bukti buat perceraian mu itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status