Share

Repeated Past!
Repeated Past!
Penulis: Andiniciput26

Chapter 1

Bahkan ketika kamu merasa dunia memusuhimu, memberikanmu ketakutan, kelemahan, kehancuran, masih ada sesuatu yang akan membangkitkanmu dari perasaan tersebut...

Pagi ini lain dari biasanya. Perasaannya mengatakan demikian.

            Entah apa yang membuatnya merasakan hal tersebut, hanya saja, ketika dirinya terbangun dari mimpi buruk yang selalu menemaninya setiap malam, sesuatu yang aneh menyerang hatinya. Seperti biasanya, dia duduk terlebih dahulu di tempat tidur, menatap datar dan kosong ke arah selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, kemudian memejamkan mata.

            Mengingat kembali semua mimpi buruk yang dialaminya, baik dalam bentuk denotasi maupun konotasi.

            Kemudian, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, sehingga dia harus meremas kuat dadanya. Something is going wrong, she said it out loud in her heart. Hanya saja, sekuat apapun dia berpikir apa yang salah pada pagi hari ini, dia tidak bisa menemukannya.

            Lalu, dia menyerah.

            Cewek dengan rambut panjang tipis sepunggung dan berwarna hitam kemilau itu kini turun dari ranjang. Seperti diseret, dia berjalan menuju kamar mandi dan menutup pintunya dengan bantingan. Dibawah pancuran shower, lagi-lagi cewek itu berpikir.

            Apa yang salah? Apa yang berbeda dengan hari ini? Apa sesuatu yang buruk akan terjadi? Apa dia akan... mati? Jika benar demikian, maka dia sangat menantikan hal tersebut.

            Selesai membasahi seluruh tubuhnya, kecuali rambutnya karena dia memakai plastik penutup rambut, cewek itu keluar. Dia mengambil seragam sekolahnya yang digantung di dalam lemari, memakai satu demi satu seragamnya sesuai urutan. Pertama kemeja lengan panjang bergaris hitam dan merah, dipadu dengan rok lipit sebatas lutut berwarna hitam. Kemudian, dasi berwarna senada dengan rok dan kaus kaki putih sepanjang betis.

            Selanjutnya, dia berjalan ke arah meja rias. Diperhatikannya sekilas wajah putih pucatnya. Semua orang berkata bahwa wajah pucatnya mengingatkan mereka akan para vampir di serial Twilight. Tapi, dia tidak peduli. Yang orang-orang itu lakukan memang berbisik di belakangnya, tapi dengan suara seperti itu, bahkan saat dirinya sudah lumayan jauh pun, dia masih bisa mendengar mereka.

            Memakai bedak setipis mungkin, kini dia menyisir rambut tipis hitamnya yang semakin memanjang. Sekarang, cewek itu berdiri. Penampilannya sudah rapi, seperti biasa. Tak lama, cewek itu mengambil ponsel yang sedang di charge, memasukkannya ke dalam saku rok sekolahnya, lantas memakai tas selempangnya.

            Setelah memeriksa kamarnya sekali lagi, dia mengambil kunci yang menempel di lubangnya, kemudian ke luar. Dia menutup pintu lalu menguncinya. Ketika dia berbalik, seseorang dari kamar sebelah ternyata juga sedang mengunci pintu kamarnya.

            “Ah,” gumam orang tersebut di depan pintu kamarnya ketika selesai mengunci pintu. Cowok berpostur tinggi dengan kacamata membingkai kedua mata tegas dan tajamnya itu kini mengangguk sedikit. Memberi salam pada cewek yang sedang berdiri di sampingnya. “Pagi. Maaf, gue belum sempat memperkenalkan diri kemarin. Gue penghuni baru kamar ini sejak semalam.”

            Cewek itu hanya diam. Menatap datar dan kosong ke arah si cowok tinggi berkacamata. Harus dia akui, cowok itu memiliki aura yang sangat kuat. Aura yang bisa memancing kekaguman para cewek di luar sana. Tapi, dia tidak akan terperangkap pada aura tersebut. Dia tidak sama dengan cewek-cewek lainnya. Dia hanyalah manusia yang bahkan tidak pantas untuk hidup lebih lama lagi.

            “Pagi,” balas cewek tersebut setelah beberapa detik terlewat. Seolah tidak memedulikan penjelasan cowok tadi, dia kemudian berjalan melewatinya dan turun ke bawah. Sejak lima tahun yang lalu, tepatnya ketika dia baru duduk di kelas satu SMP, dia sudah tinggal di rumah kost campuran ini.

            Sepeninggal cewek berwajah pucat dengan tatapan datar dan kosong tadi, cowok yang baru saja menempati kamar di sebelahnya menatap ke arah pintu kamar cewek tersebut. Senyumnya mengembang meski hanya sedikit. Senyuman yang tidak bisa diartikan maknanya. Matanya ikut tersenyum. Kini, cowok itu bersedekap dan menyandarkan sebelah pundaknya pada pintu kamarnya sendiri.

            “Hmm...,” gumamnya dengan nada tertentu.

###

Awan hitam memang sudah membayangi bumi sejak pagi hari.

            Angin kencang bertiup sesekali, menerbangkan daun-daun berwarna cokelat dan melemparnya ke bumi. Di dalam lapangan sekolah, upacara semester baru telah dimulai. Mulai hari ini, dia, Khanza Syahila menduduki tempat tertinggi di sekolah. Kelas tiga. Tahun terakhirnya di SMA. Tapi, semua tidak ada bedanya untuk cewek berumur delapan belas tahun tersebut.

            Semua tetap sama. Kosong, hampa, gelap.

            Saat ini, Khanza sedang duduk di atas pohon di halaman belakang sekolah. Tidak terlalu tinggi memang, tapi kalau Khanza jatuh, tetap saja akan mengakibatkan beberapa luka, walau tidak akan fatal. Khanza malas mengikuti upacara karena memang tidak ada yang perlu dia dengarkan. Kemungkinan besar, kepala sekolah hanya akan berbicara mengenai hal-hal yang itu-itu saja.

            Khanza juga tidak memiliki teman. Semua teman-teman sekelasnya dari kelas satu sampai kelas dua memang mencoba mendekatinya, tapi Khanza menarik diri. Dia tidak butuh teman. Dia tidak perlu siapa pun. Dia hanya ingin sendiri. Mengurung diri dalam dunia khayalnya. Menjauh dari dunia nyata, menghilang dari dunia yang kejam menurutnya.

            Angin kembali bertiup, memainkan rambut panjangnya. Khanza menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, kemudian menatap awan hitam dengan tatapan kosong seperti biasa. Hatinya berdenyut sakit. Lagi, mimpi-mimpi buruknya membuatnya takut dan sakit. Matanya mulai memanas, tapi dia menahan diri untuk tidak menangis.

            Aah... sampai kapan dia harus bertahan? Tidak bisakah dia menyerah saja? Dia sudah lelah... dia sangat lelah. Dia ingin beristirahat. Kalau perlu, selamanya.

            “Ah....”

            Gumaman itu membuat lamunan Khanza buyar. Cewek itu menunduk dan matanya membulat tatkala bertatapan dengan pemilik manik tegas dan tajam yang ditemuinya tadi sebelum berangkat sekolah. Bahkan dibalik bingkai kacamata saja, Khanza bisa menebak bahwa mata tegas dan tajam itu memang memberikan aura yang sangat kuat.

            “Elo....” Belum sempat Khanza melanjutkan kalimatnya, keseimbangan tubuhnya goyah karena terlalu menunduk ke bawah. Angin yang bertiup kencang sekali lagi, membuat Khanza tidak bisa mempertahankan diri dan akhirnya pasrah jatuh ke bawah. Cewek itu bahkan tidak menjerit, tidak menutup mata. Seolah-olah, dia sangat menantikan kejadian ini. Di mana tubuhnya akan menghantam kerasnya bumi lalu nyawanya akan melayang.

            Yang dilupakan oleh Khanza saat ini adalah, bahwa ada seorang cowok yang sedang berdiri tepat di bawahnya, ketika tadi dia sedang duduk di atas pohon tersebut. Cowok itu hanya tersenyum dan mengulurkan kedua tangannya, seakan dia siap menyambut kedatangan Khanza. Kemudian, tubuh Khanza jatuh menimpa tubuh cowok tersebut dan keduanya terbaring di atas tanah, ditemani dedaunan, dengan posisi Khanza berada di atas tubuh cowok tersebut.

            “Siswi bermasalah, heh?” tanya cowok berkacamata tersebut sambil tersenyum miring. Khanza langsung bangkit dan memasang sikap waspada. Ketajaman dan ketegasan mata cowok itu kini membuatnya nampak berbahaya. Juga senyuman miring yang terkesan mengintimidasi itu.

            “Kenapa lo ada di sini?” Khanza balas bertanya, tidak menjawab pertanyaan cowok itu sebelumnya.

            Beberapa detik terlewat. Suasana lumayan canggung dan mencekam. Cowok itu bangkit dari tanah, membersihkan celana bahan berwarna hitamnya dan juga membenarkan kacamatanya. Kemudian, dia berjalan ke arah Khanza yang tetap berdiri tegak. Khanza kini terpaksa mendongak agar matanya bisa menatap mata cowok di hadapannya itu.

            Lalu, Khanza mundur dengan cepat, seperti tersengat lebah, di saat cowok itu mengulurkan sebelah tangannya. Khanza mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh, menatap orang tersebut dengan tatapan dinginnya, yang dibalas dengan alis terangkat satu oleh cowok itu.

            “Let me introduce myself.” Cowok itu berdeham sebentar, meski tetap merasa aneh dengan tingkah Khanza. “Karena ini diluar jam pelajaran, gue nggak perlu bersopan ria di hadapan lo. Gue Kenzo Bratama. Penghuni kamar kost di sebelah kamar kost lo, sekaligus guru baru di sekolah ini. Gue mengajar Bahasa Inggris, sekaligus wali kelas 3 IPS 2.”

            Khanza berdecak dan mendecih seraya memalingkan wajah. Melihat sikap Khanza itu, Kenzo Bratama tersenyum miring sekali lagi dan bersedekap.

            “Looks like i’m your homeroom teacher, right....” Kenzo sengaja memenggal kalimatnya supaya memancing Khanza agar menatap ke arahnya. Dan, Khanza memang melirik ke arahnya. “Khanza Syahila?”

            Baru saja Khanza ingin bertanya, darimana guru baru sekaligus wali kelasnya dan penghuni kamar kost di sebelah kamarnya itu tahu namanya, Kenzo Bratama sudah lebih dulu menunjuk saku kemeja seragam sekolah Khanza.

            Badge seragam sekolah yang tertulis namanya lah, yang membuat cowok itu tahu namanya.

###

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status