Share

Bab 4

"Ana, kamu tau apa yang membuat kita bisa sampai sini?"

"Apa?"

"Karena kita terlalu ceroboh dan mengambil langkah cepat," jelas Thanos.

Berulang kali Ana dibuat kesal dengan pernyataan Thanos. Ia merasa Thanos ini maju mundur dalam menghadapi seluruh rencana yang telah mereka sepakati bersama. Menyatukan pikiran dua insan memang tidak mudah, dan Ana percaya itu. Ia pun juga sering berselisih paham bahkan dengan orang terdekat sekalipun. Maka, tak dapar dipungkiri jika ia bertemu dengan orang baru, perselisihan itu pasti sangat memungkinkan untuk terjadi.

"Heh Thanos, dengarkan aku baik-baik. Mainmu itu kurang jauh. Caramu memandang dunia juga kurang jauh," jelas Ana.

"Maksudnya?" Thanos mulai mempercepat langkah kakinya agar bisa sejajar dengan Ana.

"Tidak ada penyesalan dalam hidupku sekalipun aku keliru mengambil keputusan. Kau tau kenapa aku bersikap seperti itu? Karena aku percaya apa yang ditakdirkan untukku pasti menemukan jalannya kepadaku. Bahkan daun yang jatuh saja itu atas ijin sang maha pencipta. Lantas kenapa kamu masih menyesali hari ini? Bahkan, apa yang membawa kita sampai di tempat ini pasti ata ijin dari sang maha pencipta juga kan?" terang Ana.

"Kamu memang sangat optimis di segala situasi ya," heran Thanos.

Ana pun tertawa kecil dan sesekali lompat kegirangan. Meskipun tidak ada seorang pun yang tahu bahwa apa yang diucapkan Ana tadi juga bentuk ucapan untuk dirinya sendiri, untuk meyakinkan dirinya sendiri agar tidak menaruh banyak penyesalan dalam kehidupan ini.

Ana hanyalah makhluk niasa yang terkadang juga ingin hidup normal seperti sebelumnya, lalu berkumpul dengan keluarga, dan menikmati seluruh fasilitas selama ia berada di dunia. Tetapi sekarang? Ini adalah dunia yang asing, bahkan cara keluar dan pintu keluarnya saja Ana tidak tahu. Belum lagi, Ana menjadi sosok yang menginginkan perubahan dan bertahan hidup di kota Agarsy, kota yang tak pernah ia pikirkan akan ada.

***

Gedung tinggi menjulang dengan lumut hijau merayap di tembok-tembok. Jalanan basah akibat embun di pagi hari. Tanah bau basah lembab yang sebenarnya menenangkan namun menjadi mencekam bila berada di kota Agarsy, kota yang mulai dijajah oleh penyihir Nyai Lenox. Tetapi, Nyai Lenox tidak pernah melewati batasannya. Ia hanya datang saat malam tiba dan akan hilang atau terkurung saat sinar matahari mulai muncul. Bahkan di saat terik-teriknya, Nyai Lenox sudah dipastikan hilang dan warga bisa beraktivitas normal.

Atek berjalan pelan dan melihat sekitar gedung tua tersebut. Ia masuk ke dalam dan tersenyum beringas saat melihat istrinya, Lena. Lena terpasung dengan kedua kaki yang memerah dan sedikit bengkak. Bahkan, wajahnya seperti tak terawat. Mandi pun di seka oleh Atek, itu pun tidak sering. Sehari hanya satu kali. Lena tertekan, tetapi siapa yang peduli? Bahkan, suaminya sendiri memperlakukan hal keji itu kepadanya.

"Mas Atek, lepaskan! Kapan kamu mengurungku terus seperti ini? Aku sudah menyerah." Lena memohon kepada Atek untuk dilepaskan. Ia tidak sanggup lagi hidup terkurung dengann kondisi memprihatikan.

"Makanya, jangan ikut campur urusan suamimu ini Sayang! Kalau sampai ada warga yang tahu, aku akan habis dihabisi mereka! Dan kamu tau Nyai Lenox? Setiap malam dia selalu keluar dan berusaha menghabisiku! Dia tau siapa aku!" seru Atek.

"Dan dia tau itu salahmu Mas Atek!" Meskipun menyerah, Lena masih ingin menyadarkan suaminya satu kali lagi. Setidaknya, agar jalan keluar ke arah yang lebih baik itu bisa datang.

"Istri macam apa kamu ini? Selalu menyalahkan suami! Lena, aku akan melepaskanmu hari ini tetapi kamu harus menuruti perintahku. Jika kamu sampai bicara macam-macam kepada warga, aku akan memastikan kamu terpasung selamanya di tempat ini!"

"I-Iya baiklah, lepaskan aku. Sekarang, aku tidak memakai perasaanku lagi! Aku hanya ingin menyelamatkan diriku sendiri saja!" Lena lelah dengan keadaan yang sekarang ia jalani.

Berada di jalur baik memang tidak segampang itu rupanya. Lena yang ingin membocorkan rahasia besar suaminya itu pun harus mengurungkan niatnya agar ia sendiri aman. Di jaman ini, yang harus pertama kali diselamatkan adalah diri sendiri. Karena, orang lain yang dipikir berhak untuk diselamatkan, nyatanya malah ingkar dan balik menyerang atau bahkan justru bersikap acuh.

Lena pun berhasil bebas. Yang pertama kali ia sentuh adalah kakinya. Kaki yang sakit, bengkak, dan berwarna merah. Rasa sakit ini akan terus diingat Lena sekaligus menjadii pengingat Lena agar ia tidak ikut campur lebih jauh bahkan kepada suaminya sendiri.

"Hari ini aku ingin memberikanmu tugas Sayang," ujar Atek sembari membalut luka di kedua pergelangan kaki istrinya.

"Ada dua pemuda asing yang nyalinya membara dan mereka ingin mendatangi nyai lenox. Mereka berpikir sumber kekacauan kota Agarsy ini berasal dari nyai lenox," jelas Atek.

"Lalu?" tanya Lena penasaran.

"Buat seolah nyai lenox memang penyihir jahat yang ingin menghancurkan kota Agarsy," jelas Atek.

"Jika kamu berhasil, aku berjanji akan menyayangimu seperti dulu lagi dan aku berjanji kita akan hidup seperti sedia kala," jelas Atek.

Lena meneteskan air mata. Karena bagaimanapun juga, yang ia rindukan adalah suasana rumah tangga yang lama, sebelum ada semua halang rintangan ini.

"I-Iya, baiklah."

"Terima kasih Sayang."

***

Hari kembali gelap. Dan ini pertanda Nyai Lenox sudah bisa muncul dan memporak porankan kota Agarsy. Thanos dan Ana tentu sangat waspada. Bagaimanapun juga, mereka datang dengan tangan kosong. Mereka datang dengan bekal niat saja. Dan ini cukup membahayakan, mengingat yang mereka lawan adalah penyihir.

"Aduh, malamnya kok cepet banget ya. Kita masih setengah perjalanan," keluh Thanos.

"Tenang saja, sebentar lagi sampai kok. Jangan dibawa beban biar kita juga ringan menjalaninya," jelas Ana. Di setiap situasi, Ana selalu menjadi wanita yang optimis. Di saat orang lain berpikir tidak ada perbaikan atau tidak ada jalan leluar, Ana selalu menjadi wanita yang mengatakan bahwa tidak ada jalan yang buntu. Semua akan menemukan jalan keluarnya, hanya saja, memang dengan cara yang beraneka ragam.

Dan seketika, muncul angin yang cukup kencang. Rambut Ana pun dikibas angin hingga berantakan. Secara naluri, Thanos langsung menggenggam tangan Ana. Ia tidak ingin membiarkan Ana terjatuh akibat angin tersebut.

Selanjutnya, kepulan asal mulai datang. Semakin diamati, semakin mendekat. Dan semakin mendekat, semakin terlihat siapa yang sedang berjalan beriringan dengan asap tersebut.

"Nyai Lenox?" lirih Thanos.

Nyai Lenox tertawa. Tawanya sungguh nyaring dan begitu keras. Bunyi tawa khas itulah yang membuat sekujur tubuh Ana merinding.

"Hei anak muda, kenapa kalian itu mengincarku hah? Apa aku pernah punya urusan dengan kalian?" tanya Nyai Lenox.

"Ya tentu saja. Kami terusik karena anda telah mengganggu warga kota Agarsy," jelas Ana.

Tetapi, sekali lagi, Nyai Lenox kembali tertawa kencang diiringi dengen geleng-geleng kepala.

"Hahaha tersesat. Kalian lah yang tersesat itu. Kalian tahu si tua bangka..," ucapan Nyai Lenox terhenti ketika anah panah menembus bagian tubuhnya.

Jlep.

Tiba-tiba, busur panah menembus bagian tulang belikat Nyai Lenox dan membuatnya tersungkur ke tanah. Ana dan Thanos tentu saja kaget, ia langsung menatap ke arah sumber busur tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status