Share

Bab 5: Gerbang Kebebasan

Satu tahun sembilan bulan kemudian, Renoir lagi-lagi bertanding di halaman belakang. Sudah hampir dua tahun dan belum sekali pun ia menjatuhkan Gerrard. Bukan lawan yang setimpal. Keyakinan Renoir akan kemampuan bela dirinya kini meningkat hingga akhirnya untuk pertama kali, Gerrard berhasil dibanting di atas rumput empuk yang selalu tertata rapi.

Gerrard terperangah di pembaringan seolah tak percaya bahwa inilah harinya. Hari di mana Renoir telah berubah menjadi sosok yang diinginkannya.

"Ayah bisa bangun?" Renoir mengulurkan tangan.

Gerrard menggenggamnya tanpa ragu. Untuk pertama kalinya ia tersentuh dengan sang putra.

"Renoir ..." Sampai-sampai Gerrard menyentuh bahu Renoir dan mengulas senyum tipis, "kau harus mengikuti ujian sabuk hitam!"

Dan Renoir pun mengikutinya beberapa hari kemudian. Ia masuk ke arena pertandingan memakai seragam bela diri lengkap dengan sabuk merah melingkar di pinggang, juga kehadiran kedua orangtua di kursi penonton.

Berkat seluruh usaha yang diupayakannya, Renoir berhasil mencapai tujuan. Permintaan dengan eksekusi terlama selama ini. Orangtua Renoir sangat bangga atas pencapaian yang telah ia raih. Mendapat gelar sabuk hitam kurang dari dua tahun, di mana idealnya butuh lima hingga delapan tahun untuk meraih gelar tersebut.

Bukan hanya mendapatkan senyum cerah dari Cherie, Renoir juga melihat Gerrard merekahkan senyuman untuknya. Pada saat itu, ia pikir ayahnya telah berubah. Tak ada yang lebih bangga selain Renoir pada saat ini, bukan sebab hasil pencapaian cemerlang melainkan berkat sebuah senyuman yang tidak pernah ia duga. Apresiasi terbesar dalam hidup, yaitu ekspresi cerah Gerrard.

Setelah itupun Renoir mendapat imbalan seperti yang dijanjikan. Keinginannya adalah mengoleksi Lego. Seluruh koleksi eksklusif yang dikeluarkan perusahaan mainan itu telah sampai di halaman rumah. Renoir berdiri di depan pintu besar, senyumnya tidak putus-putus melihat para pekerja di rumah menggotong satu per satu kotak yang jumlahnya—entahlah. Renoir sudah kehabisan jari untuk menghitung.

---

Itu hanya sepenggal kisah yang Renoir ingat dengan jelas. Bibirnya membentuk seringai lebar, waktu itu ia masih jadi pemuda polos yang belum mengenal dunia. Sekarang?

Renoir lantas menyalakan pemantik berlogo harimau dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya melindungi api dari terpaan angin. Sebatang racikan tembakau berhasil disulut. Merokok di selasar rumah bukan halangan lagi. Ayolah, siapa yang melarang kalau ibunya sudah pergi?

Rumah megah ini sudah tidak berarti apa-apa lagi baginya. Terasa dingin dan hampa. Macam-macam tanaman bunga di halaman belakang jadi saksi bagaimana indahnya rumah sewaktu Cherie masih hidup. Bunga-bunga kesayangan ibunda itu sekarang berpindah penanganan, tidak lagi ada tangan halus yang merawat. Tukang kebun di halaman masih sibuk memangkas rumput dengan rapi.

"Pak, jangan lupa sirami bunga-bunga ibuku!" pekik Renoir mengingatkan tukang kebun dan ditanggapi anggukan ringan dari si pekerja.

Asap mengepul di udara, angin-angin menguraikannya. Renoir kembali mengingat-ingat sejak kapan ia mulai merokok dan diam-diam jadi pemuda bandel di belakang ibunya. Ia malah tersenyum konyol tatkala mengingat masa itu.

Saat itu, Renoir telah resmi menyandang status sebagai siswa SMA terkemuka—Heaven High School. Tempat mengenyam pendidikan para keturunan bibit unggul. Anak-anak para pesohor negeri, pejabat, pengusaha, advokat, hanya sekedar orang kaya entah apa asal usulnya dan masih banyak lagi. Kasta tertinggi diduduki para siswa dengan latar belakang paling diperhitungkan; orangtua yang berprofesi dengan jabatan paling tinggi dan Renoir termasuk dalam golongan.

Pada awalnya, ia hanya pemuda biasa—kendati datang dari keluarga istimewa—remaja yang murni sekolah untuk belajar tanpa mencari tampang. Ia langsung mendapat teman di hari pertama, Ivan, Niguel dan Sebastian dari latar belakang berbeda-beda. Sungguh pencapaian terbaik dalam upaya bersosialisasi sepanjang pengalaman. Renoir bisa diterima dengan baik, mungkin sebab anak-anak itu tahu siapa dirinya. Tentu saja, anak-anak sekolah menengah atas kenal siapa Gerrard Kim. Kebanyakan orangtua mereka tidak jauh-jauh dari circle orang-orang hebat dan nama Gerrard bukanlah sebuah nama asing bagi mereka.

Alih-alih bangga sebab dielu-elukan berkat pamor sang ayah, Renoir justru tidak senang jika dikait-kaitkan dengannya. Pria yang kerap mengintimidasi itu bukanlah sosok yang pantas dipuja kalau melihat kelakuannya di rumah. Omong-omong, orangtua itu belum pulang sejak dua hari sebelum hari pertama Renoir masuk SMA. Benar-benar bukan sosok ayah idaman.

Satu per satu teman-teman baru saling menceritakan tentang orangtua mereka.

"Ayahku manajer keuangan di perusahaan swasta—" kata Ivan. Pemuda yang berpostur tinggi semampai, kulitnya tidak kalah bersih dari Renoir, tatapannya tegas namun terkesan ramah.

"Orangtuaku pengusaha klub malam. Sekarang juga sedang coba-coba bisnis kuliner." Kalimat Ivan disela Niguel, pria muda berkulit eksotis dan punya lesung di kedua pipinya. Jujur saja, Renoir iri dengan ceruk manis yang menghiasi pipi Niguel.

"Ayahku pemilik perusahaan spareparts otomotif. Mungkin salah satu merk mobil mewah di rumahmu adalah klien ayahku," ungkap Sebastian paling akhir. Anak itu memang agak pendiam dan selalu membuka suara belakangan.

"Mungkin suatu hari kita bisa kerja sama membangun pabrik mobil?" seloroh Renoir.

"Ide cemerlang!" Lensa abu-abu Sebastian tampak bercahaya mendengar gagasan anak sang pengusaha hebat.

Sementara itu, ketiga kawan baru tengah masing-masing bergumam di dalam hati mereka.

"Mimpi apa aku semalam?" pikir Ivan.

"Ternyata ini jawaban atas penemuan semanggi berdaun empat minggu lalu!" benak Niguel.

"Aku tidak akan khawatir lagi mengenai perkembangan bisnis di masa depan!" Sebastian tengah berandai-andai sambil berpejam.

Sejak hari itu, keempat pemuda saling mengakrabkan diri satu sama lain. Berbagi cerita, tawa, juga pesona kepada para gadis-gadis di sekolah. Mereka bagai F4-nya SMA Heaven. Empat pria muda seindah bunga yang jadi idola. Pusat utama berada pada satu nama, Renoir. Tidak ada yang mampu menandingi pesona pemuda rupawan ini. Segala euforia lebih tertuju padanya, ketiga teman dekat pun akhirnya ikut terciprat citra itu—jadi incaran para gadis muda.

Kendati baru menjalani tahun pertama, Renoir telah memiliki segalanya, seluruh sekolah seakan tunduk pada dirinya. Teman-teman, pusat perhatian, keseganan bahkan dari para senior, ia sangat populer berkat pamor yang disandangnya. Setiap hari adalah hari Valentine bagi Renoir. Berjibun cokelat selalu mendarat di meja kelas tanpa tahu siapa pemberinya.

Berkat kepopuleran itu, akhirnya Renoir dan kawan-kawan berinisiatif membuat geng besutan mereka untuk semakin mengokohkan kredibilitas mereka sebagai penguasa sekolah.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status