Share

Kecurigaan Istana

“C-Cacing?! Apa kamu bercanda?! Raja tidak mungkin mengkonsumsi hewan seperti itu!” bentak Purana.

Pria itu kembali berjalan mendekati Cantaka dan dengan cepat mencekik leher pemuda asing tersebut. Semua orang yang berada di ruangan tersebut tersentak dan beberapa ada yang mencegah Purana.

“Kenapa kamu menyuruhnya makan cacing?” tanya Ragasuci.

Pemuda itu memegang tangan Purana dan menyuruh kakaknya untuk menenangkan diri. Purana melepaskan cengkeraman pada leher Cantaka begitu Ragasuci menyuruhnya.

“Uhuk!”

“Bicaralah! Jika perkataanmu meyakinkan, maka aku tidak akan keberatan memakan apa yang kamu suruh,” tegas Raja.

Cantaka merasakan kalau tatapan seluruh penghuni ruangan terpusat padanya, beberapa ada yang begitu penasaran, ada juga yang masih berang seperti Purana. Namun, perintah dari rajanya membangkitkan semangat Cantaka untuk menjelaskan khasiat dari cacing tanah tersebut.

“Maaf, Yang Mulia. Hanya satu jenis cacing yang saya rekomendasikan untuk penyembuhanmu, yaitu cacing tanah,” jelas Cantaka.

“Cacing tanah?”

“Benar, Yang Mulia. Di tubuh cacing tersebut terdapat antibakteri yang mampu untuk menyembuhkan penyakit Yang Mulia,” jawab Cantaka.

Semua orang di ruangan itu terdiam, begitu juga dengan tabib kerajaan yang tampak mengernyitkan dahinya kebingungan.

Terdapat bahasa dan istilah yang asing di perkataan Cantaka, bahkan Ragasuci yang terkenal cerdas dan bijaksana tidak mampu mengenali apa maksud perkataan Cantaka.

“Antibakteri? Apa itu bagus untuk kesembuhan Yang Mulia Raja?” tanya Ragasuci, Cantaka berbalik dan mengangguk pelan.

“Tak hanya itu, Raja juga dilarang memakan makanan keras, berminyak dan bersantan. Ia harus makan makanan lunak seperti bubur dan istirahat selama beberapa minggu,” jelas Cantaka.

“Kenapa kami harus ikut perkataanmu, kamu hanya—”

“Purana!” sela Raja, suaranya yang lantang menggetarkan ketegangan yang kembali hadir di antara Cantaka dengan Purana.

Purana orang yang setia, tapi ambisius. Ia akan melakukan apa pun demi kebaikan kerajaan, begitu juga dengan ambisinya. Setiap perintah yang terlontar dari mulut Raja selalu ia laksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.

“Apa kamu tidak tahu bagaimana menderitanya aku akibat penyakit ini? Tidak kulihat sama sekali keraguan dari wajah pemuda itu, bagaimana aku bisa mengkhianati kepercayaan yang ia berikan?” tanya Raja, ucapannya sungguh bijak membuat semua penghuni di ruang tersebut terkesima.

“Maaf, Yang Mulia. Saya hanya melindungimu dari orang asing, jika hal itu meragukan keputusanmu, maka hamba berhak dihukum keras,” ucap Purana, ia berlutu dengan kepala menatap ke bawah.

“Cukup!” tegas Raja, semuanya menundukan kepala terkecuali Cantaka.

“Dalam masa penyembuhan kali ini, dia yang akan merawatku. Dia juga yang akan menerima hukuman jika ia gagal menyembuhkan penyakitku,” balas Raja.

“Baik, Yang Mulia Raja.”

Tugas berat kini menanti Cantaka, ia harus bisa menyembuhkan penyakit yang dialami Raja. Ia pikir penyakit tipes bukanlah penyakit yang sulit, ia beberapa kali menangani pasien dengan gejala sama ketika masih menjadi dokter umum.

Yang perlu Cantaka perhatikan hanyalah gerak-gerik dari para pangeran yang cukup waspada, mereka tidak akan tinggal diam dalam situasi ini, bahkan goresan luka kecil di tubuh Raja akan berakibat fatal bagi Cantaka.

Semua orang keluar dari ruang istirahat Raja, kecuali Cantaka yang masih berdiri menemani Raja.

“Aku senang mendengar kamu sudah sadar, Cantaka,” balas Raja, ia tersenyum kepada pemuda tersebut di balik raut lelah yang ia tunjukan.

“Terima kasih atas perhatianmu, Yang Mulia.”

“Bagaimana kabar Citraloka?” tanya Raja.

Cantaka mulai mengangkat kepalanya memandang wajah Raja yang sekaligus ayahnya. Wajah Raja itu menyiratkan sesuatu seperti kehilangan, Cantaka yang baru mengenalnya hanya bisa menduga-duga, apakah Raja menyukai selir Citraloka?

“Dia baik-baik saja, ia juga sama senangnya ketika mendengar aku sadarkan diri.”

“Iya, pasti. Dialah yang telah susah payah merawatmu selama terkena kutukan, dia juga yang selalu berlinang air mata di malam hari merindukan kehadiranmu,” balas Raja, suaranya lirih dan matanya terlihat sendu.

“Bagaimana Raja bisa mengetahui hal itu?”

Raja terdiam, pandangan matanya yang semula melirik hal lain kini kembali ke kedua mata anaknya yang terjauh.

Ia tidak bisa memberi tahu Cantaka kalau setiap malam ia selalu mengunjungi istana selir seorang diri, bukan bertemu orang lain, melainkan hanya ingin mengetahui keadaan Citraloka tanpa wanita itu ketahui.

Akan tetapi, sejak penyakitnya kambuh, ia tidak bisa mengunjunginya lagi dan itu membuat hati sang Raja sakit.

“Ada sesuatu yang tak bisa kukatakan padamu,” jelas Raja, tangannya terangkat dan terayunkan pelan, menandakan kalau ia ingin Cantaka pergi dari ruangan tersebut.

***

Dua minggu kemudian

Cantaka sudah terbiasa dengan ruangan-ruangan di Istana Kerajaan, ia bahkan tak sungkan berbincang hangat dengan para pangeran jika senggang.

Jayagiri, pangeran yang cukup dekat dengan Cantaka mengingat kelahiran keduanya bersamaan di malam yang sama.

“Bagaimana kondisi Raja?” tanya Ragasuci, ia berjalan dengan tegap di tengah koridor istana dengan selendang dan pakaian gemerlap yang ia kenakan.

“Keadaannya mulai membaik, demamnya sudah turun,” balas Cantaka.

Ragasuci menganggukkan kepalanya, ia sadar beberapa hari ini melihat Cantaka bekerja ekstra keras untuk kesembuhan sang Raja. Hanya pujian dan hadiah yang mampu membayar semua usaha Cantaka.

“Baguslah, kamu akan mendapatkan ganjaranmu jika Raja kembali ke atas singgasana dengan senyuman,” jawab Ragasuci sembari memegang pundak Cantaka yang berdiri di depannya.

Ragasuci pergi meninggalkan Cantaka bersama dengan ajudannya. Ketika hendak masuk ke ruang kamar Raja, ia tak sengaja berpapasan dengan Ratu Suprabha yang terlihat tengah berjalan bersama seorang wanita muda di sampingnya.

“Apakah Raja sudah waktunya minum obat?” tanya Dewi Suprabha, ia tersenyum menyapa Cantaka dengan ramah.

“Benar, Yang Mulia Ratu. Saya perlu melihat keadaannya yang terakhir untuk hari ini,” balas Cantaka.

Ketika hendak masuk ke kamar Raja, langkahnya terhenti ketika Dewi Suprabha menanyakan sesuatu yang mengejutkan.

“Apa kamu tahu penyakit ini banyak merenggut rakyat kita?” tanya Ratu Suprabha, badannya masih bergeming di tempatnya berada.

“Penyakit ini jika tidak ditangani dengan tepat dapat membahayakan nyawa seseorang,” jawab Cantaka, singkat.

“Bagaimana kamu bisa tahu hal ini? Sebelumnya kamu tidak pernah menyentuh buku satu pun, pikiranmu selalu saja diisi dengan pertarungan dan peperangan,” ujar Ratu Suprabha, kini ia membalikan tubuhnya dan menatap punggung Cantaka yang besar dan atletis.

Nona Saraswati yang berada di samping Ratu juga sama penasarannya, pasalnya ia dan Cantaka tumbuh besar bersama sejak kecil. Wanita itu tahu betul kalau Cantaka tipe orang yang keras dan tidak ingin belajar atau pun membaca buku.

“Mungkin kutukan itu memberikanku kekuatan untuk menyadarkan diri ini, kalau kekuatan saja tidak cukup, diperlukan kecerdasan untuk mengarungi sisa kehidupan.”

Cantaka membalikan badannya dan memandang kedua wajah wanita di depannya, mereka begitu cantik dengan riasan sederhana yang keduanya gunakan.

“Kamu berbicara seperti orang lain, bertindak seperti orang asing. Apa sebenarnya yang kamu lihat ketika kutukan itu masih menimpamu?” tanya Suprabha.

“Sesuatu yang kulihat?” tanya balik Cantaka, Suprabha mengangguk pelan.

“Aku tidak yakin akan hal itu.”

Suprabha dan Saraswati terdiam, keduanya masih menatap wajah Cantaka yang terlihat linglung kehilangan arah. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan terlihatlah seorang pelayan pria datang menghampiri Cantaka.

“Cantaka, ini gawat, keadaan Raja semakin memburuk.”

Cantaka membelalak, ia segera masuk tanpa pikir panjang meninggalkan Ratu Suprabha dan Nona Saraswati di depan kamar. Mereka berdua dilarang masuk sesuai dengan titah Raja sebelumnya.

Ketika sampai, Cantaka tidak menemukan sesuatu yang ganjil di tubuh Raja. Tiba-tiba kedua mata Sang Raja terbuka dan hampir saja Cantaka berteriak sebelum Raja membekap mulut pemuda itu dengan tangan kanannya.

“Y-Yang Mulia…?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status