Share

Bab 3. Enam Tahun Kemudian

6 tahun kemudian.

“Kau sudah menemukannya?” tanya Eric kepada sekretarisnya Jeff.

Tampak Jeff berdiri di depan meja kerja Eric dengan wajahnya yang menunduk. “Saya masih belum menemukannya Tuan, tapi saya baru saja mengetahui dimana tempat tinggalnya sekarang,” jawabnya.

Brakk!

Eric menggebrak meja kerjanya dengan sangat keras, hingga membuat Jeff terlonjak dan semakin menundukkan wajahnya. “Ini sudah 6 tahun Jeff, apa saja yang kau lakukan selama itu. Hanya mencari seorang gadis lemah saja kau membutuhkan waktu selama ini? Dan apa kau bilang, kau baru saja mengetahui letak tempat tinggalnya? Apa kau sedang bercanda Jeff?!”

“Ma-maafkan saya Tuan, saya bersalah,” akunya.

“Aku memberikanmu kesempatan karena kau adalah orang yang bisa kupercayai, tapi apa ini. Kerjamu sangat buruk, aku mempertahankanmu selama 6 tahun ini. Tapi, sepertinya aku memang harus menendangmu!” marahnya.

“Tolong maafkan saya Tuan, ini adalah kesalahan saya yang terakhir. Saya pasti akan segera menemukannya. Alamat yang saya terima sangat terpencil, karena itu saya kesulitan untuk mencarinya Tuan,” jujurnya.

Eric menatap tajam pada Jeff, terlihat ketidak puasan yang begitu jelas dari wajahnya. Dia masih mempertahankan Jeff sampai sekarang, karena sungguh yang dia percayai hanyalah Jeff. Diluaran sana banyak sekali musuh-musuhnya yang menyamar sebagai kawan. Padahal mereka adalah mata-mata yang ditaruh oleh kakaknya sendiri Erland.

“Tidak ada satu pun tugas yang kau selesaikan dengan benar Jeff, bahkan gadis yang tidur denganku pun kau masih belum mendapatkannya!” kesalnya.

“Untuk masalah itu, sepertinya tuan Erland sangat merencanakannya dengan rapi Tuan. Tidak mudah bagi saya untuk melacak siapa gadis itu. Karena bisa saja gadis itu adalah suruhan dari tuan Erland,” jelasnya.

Eric mengepalkan tangannya, jika dia tidak bisa menemukan siapa gadis itu, dan jika benar bahwa gadis itu adalah suruhan dari Erland, maka benar-benar akan sulit untuk menemukan gadis itu. Tapi, sudah hampir 6 tahun berlalu, namun Erland tidak melakukan pergerakan untuk masalah itu.

‘Apa dia sedang mencari waktu yang tepat,' batinnya, ‘tapi, jika gadis itu bukan suruhan Erland dan jika dia hamil. Akan sangat berbahaya jika Erland mengetahuinya, mungkin dia akan menghabisi anak itu.’ Lanjutnya, ‘sekarang, aku akan fokus mencari putri dari si ular tua Arya itu dulu, dan setelah itu aku akan mencari gadis itu. Kali ini, aku pasti akan menemukannya,' tekadnya.

“Baiklah, aku masih mempercayaimu Jeff. Sekarang, bawa aku ke tempat yang kau katakan. Karena aku sudah tidak sabar untuk melihat air mata dari si putri ular tua itu,” ucapnya dengan dingin.

“Baik Tuan.”

Eric pun berdiri dan keluar dari ruangannya dengan diikuti oleh Jeff di belakangnya.

Eric berjalan dengan gagahnya, dengan balutan jas hitamnya juga dengan tubuh tinggi menjulang dan kekarnya, yang disertai wajah tampan dan kulit eksotisnya membuatnya terlihat sangat berkarisma namun juga menakutkan.

***

Di sisi lain, seorang wanita cantik sedang mendandani seorang anak kecil dengan seragam sekolahnya, anak laki-laki itu terlihat sangat tampan, manis dan juga imut.

Balutan seragam taman kanak-kanak berwarna putih dengan celana merah bermotif kotak-kotak itu sangat cocok dengannya dan semakin menambah kesan manis, imut dan tampan pada anak itu.

Wanita yang tak lain adalah Alana itu lalu menyisir rambut anaknya hingga tampak sangat rapi.

“Wahh anak mama sangat tampan, sangat cocok menggunakan seragam ini,” pujinya.

Anak laki-laki itu tersenyum dengan senangnya, ketika mendapatkan pujian dari mamanya. Manik matanya yang berwarna amber itu terlihat semakin indah saat disertai senyuman pada wajah itu. Dan semakin menambah kesan tampan padanya.

“Apa Alden senang, karena ini adalah hari pertama Alden sekolah?” tanya Alana.

Alden mengangguk. “Tentu saja Ma, Alden sangat menantikan hari ini. Alden sudah tidak sabar untuk mendapatkan banyak pelajaran dari bu guru,” jawabnya dengan lantang.

“Hmm, anak mama memang yang terbaik,” pujinya lagi.

Alana lalu memeluk putranya dengan rasa kasih sayang yang berlimpah. Walaupun dia tidak tahu siapa ayah dari Alden. Tapi itu tidak papa, karena dia bisa menjadi ibu sekaligus ayah untuk putranya ini. Walaupun Alden tetap tidak mendapatkan kasih sayang yang sempurna, namun dia tidak akan pernah kekurangan kasih sayang itu.

“Ayo, hari ini Alden dianter sama bunda Mely ya. Mama mau kerja, cari uang buat uang sekolah Alden. Alden anak yang baik, kan?”

Alde kembali mengangguk, mereka pun lalu keluar dari dalam rumah mereka. Dan berjalan menuju rumah Mely yang berada di samping rumahnya.

Alana mengetuk pintu rumah Mely yang tertutup dengan rapat itu, sepertinya Mely masih sibuk menyiapkan sarapan untuk suaminya.

Ya, Mely memang sudah menikah dengan suaminya selama 6 tahun. Namun sampai sekarang, mereka belum dikaruniai seorang anak. Padahal mereka sangat menunggu hari dimana mereka akan memiliki seorang buah hati. Karena itu, mereka sangat menyayangi Alden dan menganggapnya sebagai putra mereka sendiri.

Ceklek!

Pintu pun terbuka dan terlihatlah Mely yang berada di balik pintu itu dengan senyumnya yang sudah terukir dengan lebar. “Wahh, siapa ini. Apakah ini Alden si tampan bermata ambernya bunda,” ucap Mely.

“Ini, Alden Bunda. Bagaimana, Alden tampan kan memakai seragam ini?” ucapnya menyombongkan diri.

“Mmm, Alden selalu tampan memakai apa pun,” puji Mely.

“Hehe.” Alden tersenyum senang karena sudah mendapatkan banyak pujian dari wanita-wanita yang dia sayangi.

“Mel, aku titip Alden ya. Hari ini aku kerja pagi, apa kamu bisa anter Alden ke sekolah. Ini adalah hari pertamanya. Jadi takutnya dia masih belum terbiasa,” pinta Alana.

“Sip, tenang aja Al. Aku akan anter Alden si tampan ini sekolah, dan menunggunya sampai pulang. Gimana, Alden mau kan dianter sama bunda?”

“Eumm, Alden mau. Karena Bunda juga ibunya Alden,” jawabnya.

Entah kenapa, mendengar hal itu dari Alden membuat Mely merasa terharu. Dia benar-benar menyayangi anak laki-laki ini, dan sudah menganggapnya seperti putranya sendiri.

“Kalau begitu mama berangkat ya.”

“Iya Ma,” jawab Alden.

Mereka pun melambaikan tangannya pada Alana, dan Alana pun membalasnya. Sebenarnya Alana ingin mengantar Alden ke sekolah, karena ini adalah hari pertamanya. Namun sayang, di hari ini dia mendapatkan jatah kerja di pagi hari.

Pekerjaannya memang tidak bergengsi, dia hanya seorang pelayan di sebuah toko kue. Namun, dia bersyukur, karena setidaknya dia mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pada dulu yang hanya sebagai penyapu jalanan.

“Nahh, sekarang sebelum berangkat sekolah Alden sarapan dulu ya. Bunda tahu deh, Alden pasti belum sarapan, kan?”

Alden menggeleng. “Alden udah sarapan kok Bun, tapi emang belum kenyang hehe,” jawabnya.

“Hmm, udah bunda duga. Kalo gitu ayo masuk dan sarapan lagi,” ajaknya.

Alden mengangguk dan mengikuti Mely masuk ke dalam rumahnya.

Saat tiba di ruang makan rumah Mely, di sana sudah ada Andri yang merupakan suami dari Mely yang sedang memakan sarapannya dengan setelan jas kantornya.

“Halo, selamat pagi Ayah,” sapa Alden.

Andri pun menoleh pada Alden, dan tersenyum saat melihatnya. “Wahh, siapa anak tampan yang memakai seragam sekolah ini, Bun?” tanyanya pura-pura tidak tahu.

“Ini Alden Yah, Bunda juga tadi salah mengira siapa anak tampan ini. Ternyata Alden,” jawab Mely yang meladeni candaan suaminya.

“Ini hari pertama sekolah Alden?” tanya Andri.

Alden mengangguk. “Iya Ayah, Alden sangat menunggu hari ini.”

“Wahh begitu, semoga hari pertama Alden sekolah lancar ya.”

“Terima kasih Ayah,” ujar Alden yang dijawab senyuman oleh Andri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status