Eric membelokkan mobilnya, memasuki pintu gerbang rumah sakit. Dia lalu memarkirkan mobilnya dan langsung keluar dari sana. Dengan cepat Eric membuka pintu mobil bagian belakangnya dan menggendong Alana masuk ke dalam rumah sakit dengan diikuti oleh Silvia dan juga yang lainnya.“Dokter! Dokter!” teriak Eric seraya melihat ke sana kemari mencari keberadaan dokter untuk menangani Alana. Dia terus berjalan, dengan Alana yang berada di gendongannya dan mulutnya tak henti-hentinya memanggil dokter. Air matanya sudah semakin deras menetes, tubuhnya juga sudah bergetar dengan sangat hebatnya.Setelah berkali-kali memanggil nama dokter dengan suara kerasnya. Tampak dari kejauhan terlihat beberapa perawat dan juga seorang dokter yang datang menghampirinya. “Ada apa, Pak?” tanya dokter itu dengan raut wajah seriusnya.“I-istriku, to-tolong selamatkan istriku, di-dia tertembak,” jawab Eric dengan terbata-bata.“Kalau begitu kita harus langsung mengoperasinya untuk mengeluarkan peluru itu.
Eric masuk ke dalam mobilnya, tampak dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jasnya dan menghubungi seseorang. “Jeff, apa kau sudah menemukan pelakunya?” tanyanya.“Tuan, pelakunya sudah melarikan diri. Ini adalah pembunuhan berencana, jadi sepertinya mereka sudah menyiapkannya dengan baik. Dan sepertinya orang yang merencanakan ini bukan orang sembarangan,” jawab Jeff dari seberang telepon.“Tidak papa, tidak usah kau lanjutkan. Sekarang kau pergilah ke kediaman Carlson. Karena aku juga akan ke sana.”“Baik Tuan,” jawab Jeff. Dan setelah itu sambungan telepon pun terputus. Eric langsung menyalakan mesin mobilnya dan bergerak melaju meninggalkan area rumah sakit.Di perjalanan menuju kediaman Carlson, Eric mencengkeram erat kemudi mobilnya, menunjukkan kemarahannya saat ini yang begitu besar. Terlebih, dia tidak menyangkanya sama sekali, bahwa papa dan juga kakaknya akan tega membunuhnya. Baiklah, dia memang mengakui bahwa hubungannya dengan keluarganya memang tidak baik. Tapi,
Eric saat ini sudah berada kembali di rumah sakit. Dia masih berada di dalam mobilnya, menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Matanya terus terbuka dan sesaat kemudian air mata pun jatuh membasahi telapak tangannya.Jeff menoleh ke belakang, melihat keadaan Eric yang benar-benar kacau. “Tuan,” panggilnya dengan lirih.Eric masih bergeming, dia masih menunduk dengan wajahnya yang masih tertutup kedua tangannya. Entah kenapa, saat ini perasaannya begitu takut, dadanya berdebar dengan begitu keras, hatinya juga terasa begitu sakit. Dia juga enggan untuk turun dari mobil dan kembali kepada Alana. Kenapa tubuhnya begitu bergetar, seakan ingin memberitahu keadaan yang saat ini sebenarnya sedang terjadi.“Jeff, aku merasa takut,” ucapnya seraya membuka kedua tangannya dan memperlihatkan wajahnya yang saat ini sudah dipenuhi dengan air mata.Jeff tersentak melihat itu. Ini sungguh pertama kalinya dia melihat tuannya yang menangis sampai seperti ini. “Tuan, apakah Anda baik-baik
Eric terpaku, melihat keadaan Alana saat ini. Ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara alat monitor yang mengukur detak jantung Alana saat ini. Tangannya yang bergetar itu lalu terangkat, menyentuh dahi Alana yang basah karena keringat. “Istriku, Alana,” ucapnya, “apa kau mendengarku? Aku memanggilmu istriku, bukankah kau selalu memintaku untuk memanggilmu seperti itu? Karena itu bangunlah, dan dengarkan hal itu sepuasmu. Aku akan mengucapkannya berkali-kali sampai kau puas. Aku akan selalu pamit padamu ketika aku akan berangkat ke mana pun dan mengecup keningmu. Jadi kumohon, bangunlah. Bangunlah.” Air mata Eric terus mengalir. Dia lalu membungkuk, menempelkan keningnya pada kening Alana, hingga air matanya itu mengenai kening Alana.Tanpa Eric sadari, jari telunjuk Alana bergerak. Matanya yang tertutup itu juga mulai bergerak-gerak, menunjukkan bahwa Alana akan segera sadar. “A-aku ingin me-mendengarnya la-lagi,” ucapnya dengan suara lemah.Deg!Eric terperanjat ketika
"A-ada apa? Sudah kubilang kan untuk jangan banyak bicara, istirahatlah!”“Da-dadaku sakit,” ucap Alana dengan begitu lemahnya.Dada Eric kembali berdebar dengan begitu kerasnya, saat mendengar apa yang Alana katakan. “A-aku akan memanggil dokter, dokter akan memeriksamu dan menyembuhkannya.” Dia kembali berbalik, dan hendak melangkah pergi. Namun, langkahnya itu kembali terhenti saat dia merasakan tangan Alana yang menahannya.Sontak, Eric pun kembali berbalik dan melihat pada Alana. Tampak Alana yang menggeleng, berusaha mencegah Eric agar tetap di sisinya. “Tidak usah, jangan panggil dokter. Tetaplah di sisiku, aku merasa waktuku tidak lama lagi, aku tidak bisa menahannya,” ucapnya.“A-apa yang kau katakan, kenapa kau mengatakan hal itu Alana. Tolong jangan membuatku takut!” ucap Eric.“Eric, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?” tanyanya.“Katakanlah, apa pun yang kau inginkan. Aku akan mengabulkannya, aku pasti mengabulkannya,” jawabnya.“Tersenyumlah, aku ingin melihatmu
Di sebuah rumah kecil dan reot yang berdinding kan anyaman bambu, tampak seorang wanita yang tengah menangis tersedu-sedu. Dia baru saja selesai memakamkan ayahnya yang meninggal hari ini, dia tidak bisa menahan kesedihannya karena sekarang tidak ada siapa pun lagi yang berada di sisinya. Sebenarnya sejak kapan kemalangan ini mulai menimpa padanya, apakah sejak 5 bulan lalu saat keluarganya jatuh miskin dan kehilangan semuanya, atau di saat dirinya dinyatakan hamil karena cinta satu malam dengan pria yang bahkan tidak dia ketahui dan ingat wajahnya, hingga membuat kariernya sebagai pelukis terkenal pun ikut hancur. Air mata wanita itu kembali menetes, dia lalu memegangi perutnya yang terlihat buncit, karena usia kandungan yang memang sudah menginjak 5 bulan. “Ayah, sekarang Alana harus bagaimana. Alana tidak tahu ayah hiks,” ucapnya. Alana menunduk, menyembunyikan wajahnya di sela-sela lututnya yang dia peluk dengan erat. Dia terus menangis, hingga tiba-tiba tangisannya itu pun te
Saat ini Eric sudah berada di dalam mobilnya, dia dalam perjalanan kembali ke kantornya setelah membakar rumah milik Arya Subagja. Eric menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil, pandangan dinginnya itu menatap ke luar kaca jendela mobilnya, melihat jalanan yang dia lewati. Tiba-tiba terlintas di benaknya wanita yang tadi mencoba melarikan diri darinya. Dia melihat dengan jelas, bahwa perut dari wanita itu buncit. Itu artinya dia sedang hamil, apa mungkin putri dari Arya Subagja sudah menikah? “Jeff, apa putri dari ular tua itu memang sudah menikah?” tanyanya. “Maksud Anda Alana Tuan, menurut informasi yang saya terima. Dia belum menikah Tuan.” “Lalu, kenapa perutnya tadi buncit. Apa mungkin dia punya penyakit tumor di perut?” tanyanya lagi. “Buncit? Hmm, setahu saya dia juga tidak menderita penyakit apa pun Tuan. Tapi, tidak mungkin juga dia hamil tanpa punya suami. Atau mungkin, dia hamil di luar nikah?” Mendengar jawaban Jeff, tampak sudut kanan bibir Eric terangkat. Te
6 tahun kemudian.“Kau sudah menemukannya?” tanya Eric kepada sekretarisnya Jeff. Tampak Jeff berdiri di depan meja kerja Eric dengan wajahnya yang menunduk. “Saya masih belum menemukannya Tuan, tapi saya baru saja mengetahui dimana tempat tinggalnya sekarang,” jawabnya.Brakk!Eric menggebrak meja kerjanya dengan sangat keras, hingga membuat Jeff terlonjak dan semakin menundukkan wajahnya. “Ini sudah 6 tahun Jeff, apa saja yang kau lakukan selama itu. Hanya mencari seorang gadis lemah saja kau membutuhkan waktu selama ini? Dan apa kau bilang, kau baru saja mengetahui letak tempat tinggalnya? Apa kau sedang bercanda Jeff?!”“Ma-maafkan saya Tuan, saya bersalah,” akunya.“Aku memberikanmu kesempatan karena kau adalah orang yang bisa kupercayai, tapi apa ini. Kerjamu sangat buruk, aku mempertahankanmu selama 6 tahun ini. Tapi, sepertinya aku memang harus menendangmu!” marahnya.“Tolong maafkan saya Tuan, ini adalah kesalahan saya yang terakhir. Saya pasti akan segera menemukanny