Share

Rencana perjodohan

"Diandra ini kemana, sih. Udah sore begini belum pulang juga," resah Sisy.

Wanita itu terus menatap ke arah pintu masuk.

"Non Diandra biasanya sebentar lagi pulang, Nyonya," ucap Bi Munih.

Kemudian Sisy menuju ruang keluarga dan duduk di sana. Lima menit kemudian, kembali gelisah. Anak bungsu kesayangan tetap juga belum tampak batang hidungnya.

"Assalamualaikum, selamat petang pemirsa," sapa Diandra.

Gadis itu melepas sepatunya, lalu melemparkan begitu saja ke sembarang arah.

"Wa'alaikumussalam. Diandra, kamu ambil gak sepatu kamu itu! Simpan di rak, atau Mama buang!" perintah Sisy.

Dia kesal dengan tingkah laku putri bungsunya itu. Diandra pun segera menuruti perintah ibunya itu, dengan memungut kembali sepatu yang sudah di lemparkan sembarangan itu, kemudian meletakkan di rak sepatu.

"Mama, mau minta tolong sama kamu. Anterin ke butik ada perlu," titah Sisy.

"Boleh, Ma. Syaratnya pakai motor ya. Sama si Bejo," sahut Diandra.

Sisy menimbang sejenak. Dirinya sangat jarang, bahkan nyaris tidak pernah keluar memakai motor atau dibonceng sepeda motor. Namun karena ada pertemuan mendadak mau tidak mau dia harus setuju.

"Ga bahaya, tah?" tanya Sisy.

"Yo, bahaya," jawab Diandra asal.

Sisy menepuk bahu Diandra kesal. Memang anak bungsunya ini jarang sekali bisa di ajak berbicara dengan serius.

Gadis itu menyerahkan pelindung kepala atau biasa di kenal dengan  sebutan helm kepada Sisy. Lalu memakai helm untuknya juga. Setelah selesai Diandra melajukan sepeda motor menuju butik.

Di sepanjang jalan Sisy berteriak ketakutan. Bagaimana tidak, Diandra melajukan sepeda motornya dengan kecepatan sedang cenderung tinggi, kemudian menyalip mobil dan motor lainnya sesukanya.

Sesampainya di halaman parkir butik, Sisy memarahi putrinya itu. Diandra mendengar omelan sang ibu dengan menundukkan kepalanya.

"Sudahlah, Mama itu seneng bener mempermasalahkan masalah yang tidak terlalu bermasalah karena dengan begitu, masalah yang sedang menjadi masalah akan lebih bermasalah," balas Diandra tidak mau kalah.

"Udah ah, pusing Mama ngomong sama kamu. Nanti Mama pulang sendiri, kamu langsung pulang aja," perintah Sisy.

Wanita itu kemudian masuk ke dalam butik. Meninggalkan Diandra sendirian di tempat parkir.

Diandra pun tertawa, kemudian melajukan sepeda motor menuju rumah milik kedua orangtua nya.

"Maaf, sudah menunggu lama?" tanya  Sisy dengan perasaan tidak enak.

"Belum, Tante Sisy. Baru juga tiga puluh menit," jawab Julia.

Kemudian Sisy mengajak Julia, tamunya itu untuk berbicara di dalam kantor saja. Supaya lebih leluasa.

"Tante sudah dengar dari Meliana, apa kalian serius dengan rencana itu? Julia sudah tahu kan Diandra itu bagaimana. Menurutku, sedikit mengkhawatirkan jika menjodohkan mereka," beber Sisy.

"Saya dan Meli yakin. Kami berusaha untuk memperbaiki kepribadian keduanya yang terbalik. Handoko berada di tangan yang tepat," tandas Julia yakin.

Sisy masih mengkhawatirkan tingkah laku putri bungsunya itu. Keluarga Julia bukanlah yang bisa di singgung. Jika ini terjadi tentu akan berimbas pada bisnis Darwin.

Julia seperti memahami pikiran Sisy. Kemudian dia menjelaskan bahwa akan merundingkan tentang hal perjodohan ini dan berjanji tidak akan berpengaruh apapun jika seandainya gagal.

Sisy menghembuskan nafas lega. Kemudian mengatakan kapan pun siap jika keluarga Hutomo akan mengadakan pertemuan keluarga terlebih dahulu. Satu jam berlalu, pembicaraan mereka pun selesai. Julia mengantarkan Sisy kembali ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Julia mendengar suara tawa dari adik dan kedua orangtuanya.

"Waaah, sepertinya seru sekali. Ada apa ini?" tanya Julia sambil mencium pipi ibunya.

 Willa pun menceritakan kisahnya di masa kecil dulu. Ketika dirinya semasa kecil di kejar seekor anjing dan nekat memanjat pohon, namun tak bisa untuk turun dan hampir tiga jam berada di atas pohon lalu menangis ketakutan.

Julia pun ikut tertawa. Kemudian gadis itu menyampaikan kepada kedua orang tuanya, untuk menjodohkan Handoko dengan putri bungsu dari Darwin.

Handoko menanggapi dengan sikap dingin. Raut tidak suka tergambar di wajahnya.

"Darwin? Aku pernah mendengarnya. Dia lelaki yang baik, tegas serta jujur. Papa menyukainya. Anak-anaknya juga punya masa depan yang bagus. Kalau tidak salah, Meliana sahabatmu kan? Ma, sebaiknya kita atur saja pertemuan keluarga secepatnya," pinta Hari.

"Nanti Mama atur harinya. Tiga hari dari sekarang sepertinya bagus," sambung Willa.

Julia pun mengatakan akan menghubungi pihak Darwin segera dan mempertemukan calon tunangan Handoko.

"Tuan, Nyonya. Makan malam sudah siap," ujar Bi Surti.

Mereka ber empat pun berjalan menuju meja makan. Bi Surti sudah menghidangkan semua makanan di meja makan. Peralatan makan pun sudah tersusun rapi.

Mereka kemudian mulai makan malam. Tidak ada pembicaraan selama makan malam berlangsung. Hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.

Hari ini semua menjalani aktivitas seperti biasa. Termasuk Diandra, pagi ini gadis itu sudah tiba di butiknya. Diandra nampak sibuk dengan pembukuan. Banyak tagihan yang harus di urus, termasuk gaji karyawan yang harus dibayarkan sore ini.

Diandra tenggelam dengan kesibukannya. Hingga pukul delapan malam, ponselnya berdering. Sang Ratu, demikian nama yang tertera pada ponselnya. Tentu saja itu adalah nomor ponsel Sisy, ibu Diandra.

"Assalamualaikum, Ma. Ada apa?" tanya Diandra.

"Wa'alaikumussalam, kamu kok belum pulang, Nak. Ini sudah jam delapan loh," jawab Sisy.

Diandra pun mengatakan, bahwa dirinya akan pulang setengah jam lagi. Gadis itu kini bersiap untuk pulang ke rumah. Tampak karyawan sedang bergurau sambil menutup butik itu.

  "Terima kasih atas kerja samanya hari ini, semangat habiskan uang gaji ya, hahaha," seloroh Diandra.

  Mereka pun tertawa, satu persatu karyawan sudah meninggalkan butik. Diandra adalah orang terakhir. Tak butuh waktu lama gadis itu sudah sampai di rumahnya.

"Di, sini sebentar, Nak. Ada yang mau kami bicarakan," panggil Sisy.

Diandra pun mendekati kedua orang tua dan kedua kakaknya. Lalu duduk di samping Meliana.

"Diandra, besok malam kita mau ke rumah pengusaha besar. Papa harap kamu gak buat ulah di sana," kata Darwin serius.

"Jaga sikap kamu, Mama sudah siapkan pakaian yang bakal kamu pakai besok malam," imbuh Sisy.

Diandra hanya diam. Memandang wajah kedua orang tua dan kedua kakaknya dengan tatapan bingung.

"Eheem ... Jadi gini, Dek, besok itu pertemuan keluarga. Kami berniat menjodohkan kamu sama anak bungsu dari keluarga itu," ungkap Aris.

Diandra tiba-tiba berdiri. Namun tangannya di tarik oleh Meliana agar duduk kembali.

Gadis itu termenung. Kemudian tersenyum dan mengatakan setuju dengan rencana keluarganya itu. Diandra memang tampak urakan tetapi dia adalah anak yang penurut. Meski sering bertindak sesuka hati.

Setelah selesai, Diandra pun pamit untuk ke kamarnya. Kedua orang tuanya mengangguk, gadis itu pun berlalu menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Diandra membersihkan tubuhnya. Lalu mengganti pakaian dan merebahkan diri di kasur empuk nan nyaman itu.

"Hmmm ... Seperti apa ya lelaki yang akan di jodohkan untukku?" gumam Diandra.

  Apa yang terjadi besok? Apakah sesuai dengan angan-angan Diandra? Atau ... Malah jadi kacau?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status