Sementara itu di Indonesia...
Kantor Alexander-Dawson (Merger Grup)“Luna, tolong kamu siapkan semua dokumen yang perlu tanda tangan saya sekarang. Karena besok saya akan pergi ke London untuk rapat dengan para klien di sana,” perintah Andrew pada sekretaris sekaligus tunangannya itu.“Ke sana lagi? Haruskah setiap bulan? Apa tidak bisa yang lain saja mewakili kamu, sekali ini saja?” cecar Luna dengan nada tidak suka seraya melipat kedua tangan di depan dada.“Luna, meski pun kamu tunangan saya tolong bersikap profesional. Jalankan saja perintah saya barusan,” ucap Andrew penuh penekanan.Luna menurunkan tangannya seraya menundukkan kepala. “Maaf ... akan segera saya kerjakan. Permisi,” pamitnya, kemudian dengan langkah gontai berjalan kembali ke ruangan kerjanya dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata.Andrew hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap tunangannya itu, menurutnya Luna menjadi sering cemburu padanya akhir-akhir ini. Terutama jika ia pergi ke London, wanita itu akan selalu menanyakan kabarnya setiap jam. Membuat lelaki itu lama kelamaan menjadi tidak tahan dengan sikap over protektifnya. Namun bagaimana pun ia masih mencintainya, meski hatinya belum sepenuhnya bisa menghapus nama April dari sana.“April, mengapa susah sekali menghapus namamu dari sini,” gumam Andrew sambil memegang dada sebelah kirinya lalu mengusapnya perlahan. “Rasa ini sungguh menyesakkan dada,” lanjutnya seraya menghirup napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, membuat hatinya sedikit merasa tenang.**Di rumah keluarga Alexander...“Mom, aku rindu sekali dengan Alana. Bolehkah aku meneleponnya sekarang?”“Sayang, di sana masih malam Alana pasti masih tidur. Nanti saja mom kirim pesan ke aunty April biar mereka yang menghubungi kita ya,” bujuk Emily pada putranya yang kini telah berusia 9 tahun.“Baiklah, janji ya Mom?” pinta Miquel seraya mengacungkan jari kelingking pada Emily.“Iya, Sayang,” sahut Emily sambil menautkan jemarinya dengan Miquel. “Ya sudah sekarang kamu belajar lagi ya, apa ada tugas dari sekolah?” tanyanya sambil mengecek buku catatan tugas putranya.Miquel menggeleng. “Tidak ada Mom, tadi sudah Miq selesaikan di sekolah. Jadi Miq tidak punya tugas untuk dibawa pulang hebatkan,” ucapnya sambil terkekeh pelan.Emily ingin memastikan ucapan putranya itu dan benar saja tidak ada catatan di buku tugas sekolah Miquel. “Wah iya benar, hebat anak mommy. Ya sudah mom mau ke butik dulu, kamu mau ikut atau di rumah saja dengan oma dan opa?” tawarnya.“Miq di rumah saja Mom, nanti jangan lupa kirim pesan ke aunty April ya Mom,” ujar Miquel mengingatkan.“Iya Sayangku, ya sudah kamu hati-hati di rumah sama oma dan opa. Ingat jangan nakal,” pesan Emily sambil mengecup kening Miquel.“Siap Mom,” sahut Miquel sambil memberi hormat pada ibunya.Emily mengusap kepala Miquel dengan sayang. “Anak pintar, mommy berangkat,” pamitnya.**“Permisi Pak Andrew, semua dokumen yang perlu tanda tangan Anda sudah saya siapkan. Mau saya letakkan di mana?” tanya Luna dengan sesopan mungkin, kini ia akan bersikap profesional seperti permintaan Andrew sebelumnya.Andrew yang sedang sibuk dengan laptopnya melirik sekilas ke arah Luna yang berdiri di sampingnya. “Kamu letakkan saja di situ,” sahutnya seraya menunjuk meja di sampingnya tanpa menatap Luna.“Baik, Pak,” jawab Luna sambil meletakkan tumpukan dokumen di tempat yang Andrew tunjuk. “Apa ada hal lain yang Bapak perlukan?”Andrew menghentikan aktivitas dengan laptopnya, lalu berbalik menatap Luna. “Apa kamu mau ikut saya ke London?” tawarnya tiba-tiba, membuat wanita di hadapannya berbinar seketika.“Hah? Bapak serius mau mengajak saya?” tanya Luna memastikan.Andrew mengangguk pasti. “Tentu saja, kamu kan sekretaris saya. Jadi bagaimana mau atau tidak?” tawarnya lagi untuk kedua kali.Dengan cepat Luna mengangguk setuju. “Iya ... iya ... saya mau, Pak. Dengan senang hati saya mau ikut,” jawabnya antusias dengan menyunggingkan senyum manisnya.“Baiklah, saya sudah urus semua keperluan kamu untuk berangkat termasuk paspor dan yang lainnya. Kamu hanya perlu menyiapkan baju yang perlu kamu bawa saja karena kita akan di sana selama satu minggu,” terang Andrew sambil membenarkan posisi duduknya.“Satu minggu, Pak? Tumben sekali agak lama, apa ada masalah penting?” tanya Luna sambil mengambil tempat untuk duduk di kursi depan meja Andrew.“Sebenarnya hanya satu sampai dua hari pertemuan dengan kliennya. Aku ingin kita membantu April untuk mencari Alan, apa kamu bersedia?” tanya Andrew kembali dengan bahasa santainya.“Kasihan April, masih saja mencari suaminya. Tentu saja aku bersedia, aku akan ikut membantu,” sahut Luna dengan bahasa santai pula untuk mengimbangi Andrew.“Terima kasih banyak ya, nanti di sana kita akan tinggal bersama di apartemen April. Aku sudah berbicara dengannya, katanya dia sangat merindukanmu dan sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu,” terang Andrew dengan mata berbinar saat membicarakan adik ipar sekaligus mantan tunangannya itu.“Iya, aku juga sama,” balas Luna dengan tersenyum masam. “Lagi-lagi April, sabarlah Luna ini hanya masalah waktu saja,” batinnya.**Kembali ke London...Tok! Tok! Tok!“Ya masuk!” seru April dari dalam ruangan kantornya.Seorang gadis yang baru saja bekerja sebagai sekretaris April berjalan mendekat pada sang CEO, kemudian meminta izin untuk berbicara.“Permisi Bu April, ada dua orang tamu yang ingin bertemu dengan Anda,” ujar sekretaris April yang bernama Patrice saat sudah berdiri di hadapan sang CEO.“Apa mereka sudah membuat janji?”“Belum Bu, tapi mereka sangat ingin bertemu dengan Anda. Ada urusan penting katanya,” terang Patrice.“Apa kamu sudah bertanya siapa mereka?” tanya April menyelidik.Patrice menggaruk rambutnya yang tidak gatal seraya meringis. “Maaf, belum Bu.”April mengambil napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. “Ya sudah, bawa mereka masuk. Lain kali tanyakan dulu yang jelas siapa nama tamu yang datang dan apa tujuan mereka kemari. Kamu mengerti?”Patrice mengangguk paham. “Baik Bu, saya mengerti. Mohon maafkan kesalahan saya kali ini, saya usahakan tidak akan terjadi lagi dikemudian hari,” sesalnya sambil menunduk tak berani menatap langsung pada sang CEO.“Ya sudah Patrice tidak papa, saya sudah memaafkan kamu.”Patrice mendongak seketika dengan pandangan berbinar. “Benar Bu?”April mengangguk lalu tersenyum tipis.“Terima kasih Bu, kalau begitu saya permisi untuk memanggil tamu,” pamit Patrice kemudian berlalu meninggalkan ruangan April.Selang lima menit kemudian, pintu diketuk kembali dan masuklah dua orang pria yang dimaksud Patrice. Setelah mengantar para tamu, gadis itu segera berpamitan untuk kembali ke ruangannya.April tengah termenung menghadap jendela sambil menatap menara Big Ben yang tampak begitu megah dari gedung tempatnya berdiri. Kemudian suara dua orang pria menginterupsinya, membuat wanita cantik itu seketika berbalik untuk mengetahui siapa pemilik suara tersebut.“April ....”**“Kak Zac? Dafa? Kalian sudah di sini?” April tampak sedikit terkejut dengan kehadiran dua orang pria yang tiba-tiba sudah berada di kantornya itu.Zac mengangguk, melepas kaca mata hitamnya lalu melangkah mendekat sambil merentangkan kedua tangannya. “Apa kamu tidak merindukan kakakmu yang tampan ini?” April segera menghambur ke dalam pelukan Zac dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. “Tentu saja aku sangat merindukanmu, Kak. Kenapa tidak bilang kalau datang hari ini? Kan aku bisa meminta sopir untuk menjemput kalian di bandara.”Zac pun mengeratkan pelukan April seraya mengusap dengan sayang, punggung adik tercintanya itu. “Tenang saja, kami sengaja tidak bilang karena ingin memberimu kejutan. Sudah lama sekali rasanya sejak kita berpisah sebulan lalu. Bagaimana kabarmu dan Alana? Kalian baik-baik saja kan di sini?” April mengurai pelukan mereka. “Tentu saja Kak, kami baik,” balasnya dengan senyuman canggung lalu beralih menatap Dafa yang sedari tadi memperhatikan mereka
Di kantor ALSON Company...Menjelang siang, rapat yang dihadiri oleh perwakilan para petinggi masing-masing perusahaan setiap bulannya itu telah selesai digelar. Kini Andrew, Zac, dan Dafa tengah berkumpul di ruangan April sambil berbincang-bincang menunggu waktu makan siang tiba. Sementara Luna yang kelelahan karena perjalanan jauh, terpaksa tinggal di apartemen sekaligus menjaga Alana.“Dafa, kamu bilang akan memberikan data asisten yang akan bekerja padaku. Apakah sudah ada?” tagih April sesuai yang Dafa janjikan padanya semalam.“Tentu saja, tunggu aku akan kirim datanya padamu.” Kali ini Dafa terlihat lebih tenang, tak lagi gelisah seperti semalam. Lalu ia mengotak-atik ponselnya untuk mengirim data yang April minta. “Oke sudah ya, silakan kamu cek. Jika ada pertanyaan lebih lanjut silakan hubungi bapak Dafa Fabian,” ujarnya diiringi kekehan pelan.April membuka pesan dari Dafa untuk memastikan data yang dikirim pria itu sudah masuk. “Oke, sudah aku terima. Akan aku periksa d
Setelah berbincang beberapa saat, April sepakat untuk mencoba memperkerjakan Andra terlebih dahulu sebelum memutuskan akan terus memakai jasanya atau tidak.“Baik Pak Andra, besok Anda sudah bisa mulai bekerja ya. Saya akan memberi waktu percobaan selama tiga bulan, setelah itu akan saya putuskan bagaimana selanjutnya.”Andra mengangguk pelan. “Terima kasih banyak Bu Aprilia atas kesempatan yang Ibu berikan kepada saya. Saya akan bekerja sebaik mungkin dan tidak akan mengecewakan Ibu,” sahutnya sambil tersenyum dan membetulkan kaca matanya.“Boleh saya bertanya sesuatu?”“Silakan, Bu.”“Anda asli orang sini? Pernah ke Indonesia sebelumnya? Apa Anda mempunyai saudara kembar?” cecar April membuat Andra menautkan alisnya. Merasa bingung dengan rentetan pertanyaan yang diajukan oleh atasan barunya itu.“Maaf sebelumnya Bu, tapi di data yang saya berikan pada perusahaan ini semuanya sudah lengkap dan Anda bisa membacanya di sana,” tolak Andra sesopan mungkin.“Hmm maaf ya, saya hany
Keesokan paginya, Zac dan Dafa telah kembali pulang ke Indonesia. Tinggallah Andrew dan Luna yang masih akan menginap selama satu minggu ke depan. April sedang memasak di dapur dengan dibantu oleh Luna, sedangkan Andrew menemani Alana bermain di ruang tengah.“Jadi kapan rencananya pernikahan kalian akan digelar?” tanya April sambil mengaduk sup yang ia masak lalu memberinya sedikit taburan garam.“Entahlah Pril, sepertinya masih lama,” sahut Luna yang sedang menata piring.“Kenapa memangnya? Apa masih belum menemukan gedung yang sesuai?” “Bukan tentang itu, masalahnya ada di Andrew sendiri,” terang Luna, akhirnya ia bercerita pada April bagaimana sikap Andrew terhadapnya selama ini.April mematikan kompor karena supnya telah matang, kemudian mengambil duduk di samping Luna untuk mendengarkan cerita wanita itu.“Aku pikir kak Andrew sudah berubah dan mulai mencintaimu, apa iya dia seperti itu?” tanya April ingin memastikan karena tak percaya dengan cerita Luna bahwa Andrew masi
April menatap asisten pribadinya itu dengan pandangan yang tajam. “Menyebalkan sekali dia, sama seperti Alan di awal pertemuan kami. Ah, kenapa aku jadi menyamakan mereka. Dia sama sekali tidak sama dengan suamiku yang tampan dan begitu mencintaiku,” batinnya dengan pandangan yang tak lepas dari Andra.“Anda kenapa menatap saya seperti itu?” tanya Andra seraya menautkan alisnya.April mengalihkan pandangannya lalu mengusap wajah dengan kasar. “Tolong belikan saya es krim di kantin, ini uangnya,” pintanya seraya berbalik kembali dan memberikan selembar uang.Andra menerima uang itu dengan sedikit ragu. “Hanya itu, Bu?” tanyanya memastikan.“Ya, sudah sana cepatlah,” usir April karena merasa tak tahan dengan kehadiran asisten pribadinya itu yang semakin membuatnya pusing.Andra pun mengangguk paham dan segera keluar ruangan menuju kantin untuk membelikan April es krim sesuai permintaan wanita itu.**“Dafa, aku menjadi artis bukan hanya untuk uang. Tapi ini cita-citaku sejak dulu
“Apa Bu April lapar?” tanya Andra yang sedang duduk menyetir di kursi pengemudi.April yang sedang duduk di kursi belakang hanya memutar bola matanya malas. “Sedikit,” sahutnya singkat.“Sudah lama saya tidak memakan masakan Indonesia, apa Ibu keberatan menemani saya untuk makan bersama?” tanya Andra seraya melirik April dari kaca spion depan.“Hmm ... terserah kamu saja.”“Baiklah,” sahut Andra dengan membetulkan kaca matanya seraya mengulum senyum.Akhirnya mereka pun berhenti di sebuah rumah makan khas Indonesia yang bertuliskan ‘Mie Ayam Lezat’, segera Andra turun dari kursi kemudi lalu membukakan pintu untuk April turun.April menautkan alisnya menatap nama rumah makan di hadapannya, “Mie ayam lezat?” “Mari Bu,” ujar Andra mempersilakan April untuk masuk ke dalam lebih dahulu.Dengan langkah gontai April pun masuk ke dalam rumah makan itu, diikuti oleh Andra di belakangnya. Mereka memilih tempat duduk di sebelah jendela yang menghadap langsung keluar, lalu memesan dua po
“April ... akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi, maaf ya aku tidak bisa menemanimu di kantor hari ini. Aku sibuk menemani Luna jalan-jalan,” ujar Andrew berceloteh panjang lebar namun April yang sudah kelelahan hanya menanggapinya dengan singkat.“Tidak papa, Kak,” sahut April kemudian berlalu menuju kamarnya.Andrew menahan lengan April, membuat wanita itu menoleh padanya. “Ada apa?”Tiba-tiba Andrew memeluk April, pria itu mengungkapkan segala isi hati yang ia pendam selama ini terhadap adik iparnya itu. April memberontak, berusaha melepas pelukan Andrew namun tak bisa karena tenaganya kalah dengan pria itu.“Tolong diamlah, sebentar saja biarkan seperti ini,” pinta Andrew seraya mengeratkan pelukannya pada April.“Lepaskan, Kak! Tidak sepantasnya Kakak seperti ini!” bentak April sambil terus berusaha melepaskan diri dari pelukan Andrew, kemudian dengan sekali sentak wanita itu mendorong tubuh kakak iparnya membuat pelukan itu akhirnya terlepas.“Aku masi
Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan di antara mereka, hanya ada suara musik yang menemani keduanya.#NP : Boys Like Girls – Be your everythingI'll be your shelterI'll be your stormI'll make you shiverI'll keep you warmWhatever weatherBaby I'm yoursBe your forever, be your flingBaby I will be your everythingAndra bersenandung lirih mengikuti alunan musik yang sedang terputar di radio, lelaki itu sedikit membesarkan volumenya. Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama lagu yang ia nyanyikan, mendengar lagu yang tak asing di telinganya membuat April menatap asistennya itu dengan alis yang bertaut. “Bagaimana dia bisa tahu lagu ini?” batinnya heran.“Andra ...” panggil April dengan menepuk pelan bahu lelaki itu.Mendengar namanya dipanggil, lelaki itu mengecilkan sedikit volume radionya kemudian menoleh pada April. “Ya Bu, ada apa?”“Dari mana kamu tahu lagu ini?” tanya April penasaran.“Oh ...” Andra tersenyum sebentar, kemudian kembali fokus menyetir. “Dar