Share

Kedatangan para tamu

“Kak Zac? Dafa? Kalian sudah di sini?” April tampak sedikit terkejut dengan kehadiran dua orang pria yang tiba-tiba sudah berada di kantornya itu.

Zac mengangguk, melepas kaca mata hitamnya lalu melangkah mendekat sambil merentangkan kedua tangannya. “Apa kamu tidak merindukan kakakmu yang tampan ini?”

April segera menghambur ke dalam pelukan Zac dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. “Tentu saja aku sangat merindukanmu, Kak. Kenapa tidak bilang kalau datang hari ini? Kan aku bisa meminta sopir untuk menjemput kalian di bandara.”

Zac pun mengeratkan pelukan April seraya mengusap dengan sayang, punggung adik tercintanya itu. “Tenang saja, kami sengaja tidak bilang karena ingin memberimu kejutan. Sudah lama sekali rasanya sejak kita berpisah sebulan lalu. Bagaimana kabarmu dan Alana? Kalian baik-baik saja kan di sini?”

April mengurai pelukan mereka. “Tentu saja Kak, kami baik,” balasnya dengan senyuman canggung lalu beralih menatap Dafa yang sedari tadi memperhatikan mereka dalam diam. “Hai Dafa, maaf aku sampai melupakanmu. Bagaimana kabarmu?” tanyanya seraya berpelukan dengan Dafa sebentar lalu melepasnya.

“Aku baik Pril, seperti yang kamu lihat di video call terakhir kita kemarin,” balas Dafa dengan terkekeh pelan. “Oh ya, Clara menitip salam padamu. Katanya, dia sangat merindukanmu.”

“Sampaikan kembali salam rinduku untuknya,” balas April dengan tersenyum.

Seperti biasa, kedatangan Zac dan Dafa ke London setiap bulannya terkait kerja sama mereka dengan perusahaan April yang nantinya akan diikuti pula oleh Andrew yang baru akan tiba esok harinya.

Setelah berbincang-bincang dengan Zac dan Dafa, April mengajak mereka ke kantin untuk makan siang bersama karena di sana mereka bisa memilih dengan bebas menu apa saja yang diinginkan.

**

“April, apa kamu sudah bertemu dengan asisten pribadi Alan?” tanya Dafa memulai percakapan saat mereka telah selesai makan malam dan tengah menikmati secangkir teh hangat di ruang tamu apartemen April.

“Asisten pribadi? Aku tidak tahu Alan memiliki asisten pribadi. Tentu saja aku belum pernah bertemu dengannya, memang di mana dia sekarang?” cecar April merasa penasaran.

Dafa menyesap perlahan teh di dalam cangkir yang ia pegang kemudian meletakkannya di atas meja, pria itu membenarkan posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan April. “Sebelum kecelakaan, Alan bilang padaku kalau dia memberi sebuah tugas untuk asistennya itu. Aku rasa tugasnya sudah selesai dan dia akan kembali bekerja untuk menjadi asisten pribadimu, apa kamu bersedia menerimanya?”

April tampak berpikir sejenak. “Entahlah Daf, tapi aku rasa ... aku tidak membutuhkan seorang asisten pribadi untuk saat ini.”

“April kamu jangan cemas, dia adalah orang kepercayaan Alan. Aku sangat yakin dia pasti akan bekerja dengan baik terlebih dia juga bisa menjaga kamu dan Alana nantinya,” bujuk Dafa berusaha meyakinkan April agar mau menerima asisten pribadi untuk bekerja pada wanita itu.

April menghela napas. “Baiklah, aku coba dulu memakai jasanya satu atau dua minggu, baru setelah itu aku putuskan akan terus memperkerjakannya atau tidak,” ucapnya tegas.

Dafa terlihat senang mendengar jawaban April. “Dia bisa menjadi asisten sekaligus penjaga untukmu, jadi kamu tidak akan kecewa dengan pekerjaannya,” terangnya begitu bersemangat mempromosikan asisten pribadi Alan itu.

April hanya mengangguk pasrah. “Ya baiklah, kita lihat saja nanti. Oh ya, boleh aku minta data pribadinya? Untuk formalitas.”

“Da— data pribadi? Tenang saja Alan tidak akan salah pilih orang untuk menjadi asistennya, lagi pula dia sudah lama bekerja pada Alan,” jawab Dafa sedikit gugup.

April menatap Dafa dengan pandangan menyelidik. “Aku atasan barunya, tentu saja aku ingin mengetahui data pribadi calon asisten yang akan bekerja padaku. Kalau dia memiliki rekam jejak yang buruk sebelumnya bagaimana?” cecarnya pada pria di hadapannya yang kini terlihat gelisah dalam duduknya.

“Ya baiklah, besok akan aku berikan padamu. Sekarang aku ingin beristirahat, besok kita ada rapat pagi kan. Aku tidur dulu ya, selamat malam Pril,” pamit Dafa seakan terburu-buru ingin menyudahi pembicaraan dengan April, kemudian berlalu menuju kamarnya dan Zac selama menginap di apartemen milik April.

“Aneh sekali tingkahnya, seperti ada yang dia sembunyikan dariku,” gumam April seraya menatap kepergian suami sahabatnya itu.

**

Keesokan paginya, semua sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Pagi ini April memasak nasi goreng, panekuk dan juga roti bakar untuk sarapan mereka. Semua tampak menikmati sarapan masing-masing sampai suara bel berbunyi membuat mereka saling menatap ke arah pintu.

“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” tanya Zac sambil mengunyah nasi goreng di mulutnya.

Dafa menggigit roti bakar cokelat yang masih hangat itu lalu mengunyahnya perlahan. “Iya Pril, memang siapa yang bertamu sepagi ini?” timpalnya.

April mengedikkan bahunya. “Entahlah, pengasuh Alana juga belum waktunya untuk datang. Biar aku lihat dulu,” sahutnya seraya beranjak lalu melangkah ke arah pintu untuk membukanya.

Ceklek!

“Selamat pagi,” sapa Andrew dan Luna bersamaan dengan senyuman yang mengembang di wajah mereka.

April sedikit terkejut dengan kehadiran sepasang kekasih itu. “Pagi ... Kak Andrew dan Luna, kalian baru tiba?” tanyanya seraya memeluk Luna dan Andrew bergantian.

“Maaf ya, seharusnya kami tiba semalam tapi pesawat delay jadilah kami baru tiba pagi ini,” terang Andrew dengan wajah menyesal.

April menggeleng cepat. “Tidak masalah Kak, ayo silakan masuk,” ujarnya mempersilakan Andrew dan Luna untuk memasuki apartemennya.

“Oh kalian, mari sarapan bersama,” ajak Zac saat melihat April yang masuk ke dapur bersama Andrew dan Luna.

“Syukurlah aku memasak banyak tadi. Jadi pasti cukup untuk kita semua, silakan Kak Andrew dan Luna duduk biar aku ambilkan piring untuk kalian,” ucap April kemudian berlalu untuk mengambil piring.

Andrew dan Luna mengangguk kemudian mengambil tempat untuk duduk bersama Zac, Dafa, dan Alana yang sudah duduk untuk sarapan terlebih dahulu.

“Halo Alana, kamu apa kabar? Masih ingat sama tante?” sapa Luna dengan ramah seraya tersenyum kepada Alana yang sedang menyuap panekuk ke dalam mulut mungilnya.

“Aku baik, tentu ingat kan tante cantik hihi,” sahut Alana dengan polos sambil mengunyah panekuknya.

“Alana, kamu ini bisa saja Sayang,” kata Luna dengan tersipu malu karena pujian yang diberikan Alana padanya.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status