Share

Wajah yang mirip

Di kantor ALSON Company...

Menjelang siang, rapat yang dihadiri oleh perwakilan para petinggi masing-masing perusahaan setiap bulannya itu telah selesai digelar. Kini Andrew, Zac, dan Dafa tengah berkumpul di ruangan April sambil berbincang-bincang menunggu waktu makan siang tiba. Sementara Luna yang kelelahan karena perjalanan jauh, terpaksa tinggal di apartemen sekaligus menjaga Alana.

“Dafa, kamu bilang akan memberikan data asisten yang akan bekerja padaku. Apakah sudah ada?” tagih April sesuai yang Dafa janjikan padanya semalam.

“Tentu saja, tunggu aku akan kirim datanya padamu.” Kali ini Dafa terlihat lebih tenang, tak lagi gelisah seperti semalam. Lalu ia mengotak-atik ponselnya untuk mengirim data yang April minta. “Oke sudah ya, silakan kamu cek. Jika ada pertanyaan lebih lanjut silakan hubungi bapak Dafa Fabian,” ujarnya diiringi kekehan pelan.

April membuka pesan dari Dafa untuk memastikan data yang dikirim pria itu sudah masuk. “Oke, sudah aku terima. Akan aku periksa datanya dulu, terima kasih ya.”

“Sama-sama Bu April, senang bisa membantu Anda,” ucap Dafa dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.

“Bisa biasa saja tidak wajahnya?” tegur Zac yang merasa aneh dengan sikap Dafa.

Dafa hanya meringis seraya menggaruk rambutnya yang tidak gatal. “Hanya bercanda, Kak.”

Zac hanya menggeleng heran kemudian kembali fokus pada ponselnya untuk berkirim pesan dengan istrinya, Emily. Sementara Andrew yang sedari tadi bermain ponsel memilih untuk memasukkannya ke dalam saku, lalu melangkah mendekat pada April untuk mencari tahu data apa yang mereka maksud. Sebelum sampai di tempat April, ponselnya berdering memaksanya untuk mengurungkan niat mendekati wanita itu lalu memilih keluar ruangan untuk menerima panggilan yang ternyata dari Luna.

“Jadi namanya Andra Sebastian, sudah bekerja di sini selama tiga tahun, dan—“ April berhenti membaca data asisten pribadi Alan itu saat melihat kolom foto yang kosong. “Daf, ada yang ingin aku tanyakan,” panggilnya agar Dafa menghampirinya.

Dafa segera berjalan ke tempat April dan mengambil duduk tepat di samping sahabat istrinya itu. “Ada apa memangnya?”

“Ini kolom fotonya kenapa kosong, ya? Terlihat di sini seperti editan yang dihilangkan atau ... memang tidak ada?” tanya April dengan tatapan menyelidik pada pria di sampingnya.

“Kamu kenapa melihat aku seperti itu? Aku tidak tahu, tadi aku minta dari bagian personalia dan belum sempat mengeceknya langsung kukirim padamu,” terang Dafa seakan tak terima jika April akan menuduhnya menghilangkan foto itu.

April menelisik ekspresi wajah Dafa yang terlihat jujur kali ini. “Baiklah, nanti juga aku akan tahu setelah bertemu dengannya. Kapan dia akan datang?”

Dafa melirik jam di pergelangan tangan kirinya. “Hmm, dia bilang setelah jam makan siang. Masih sekitar satu jam lagi, bagaimana kalau kita makan siang dulu?” ajaknya antusias.

April dan Zac mengangguk setuju, begitu pula dengan Andrew yang baru saja memasuki ruangan kembali. Akhirnya mereka berempat makan siang bersama di restoran yang tak jauh dari kantor Alson Company.

**

Seorang pria dengan tubuh tegap, rambut pendek yang ikal dan kaca mata tebal bertengger di hidung mancungnya terlihat memasuki kantor ALSON Company. Dengan memakai kemeja berwarna putih serta jas hitam, pria itu berulang kali membenarkan letak kaca mata yang membuatnya merasa tak nyaman.

“Selamat siang, apa saya bisa bertemu dengan pimpinan kantor ini?” tanya pria itu pada seorang resepsionis.

“Selamat siang, maaf dengan Bapak siapa?” tanya resepsionis dengan sopan.

“Saya ... Andra Sebastian,” jawab Andra sambil membetulkan dasinya.

“Baik Bapak Andra, mohon ditunggu sebentar. Saya akan sampaikan kepada ibu April terlebih dulu.”

Andra hanya mengangguk kemudian menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku. Sekilas penampilannya terlihat seperti bodyguard, namun bukan dengan kaca mata hitam melainkan kaca mata putih yang tebal karena ia memiliki mata minus.

“Bapak Andra Sebastian, Anda sudah ditunggu ibu April. Silakan menuju lantai lima, di sana akan ada sekretaris beliau yang akan mengantar Anda menuju ruangan ibu April.”

Setelah mengucapkan terima kasih, Andra segera memasuki lift menuju ke lantai lima. Sesampainya di sana, ia sudah disambut Patricia yang menunggunya di depan pintu lift. Kemudian ia diantarkan sekretaris itu menuju ruangan CEO.

**

April tengah sibuk dengan laptopnya, mempelajari kembali hasil rapat tadi pagi yang sudah diringkas dengan rapi oleh sekretarisnya, Patricia. Sementara Zac, Dafa, dan Andrew berada di ruangan sebelah yang khusus untuk tamu penting, mereka melanjutkan pekerjaan masing-masing yang sempat tertunda karena makan siang.

“Permisi Bu April, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda.”

“Siapa?” tanya April tanpa mengalihkan perhatian dari laptopnya.

“Namanya bapak Andra Sebastian Bu, beliau bilang sudah membuat janji dengan Anda,” terang Patricia.

“Oh ya, sudah datang rupanya. Baiklah, persilakan beliau masuk ya,” pinta April sambil bersiap menyambut Andra.

“Baik Bu, permisi,” pamit Patricia, lalu keluar ruangan untuk memanggil Andra.

“Selamat siang Ibu Aprilia Alexander Dawson,” sapa Andra sambil menunduk menunggu April menghampirinya.

April menutup laptopnya, beranjak dari duduknya lalu melangkah menghampiri Andra.

“Ya selamat siang, jadi Anda yang bernama Andra Sebastian?” tanya April saat sudah berhadapan dengan Andra, meneliti penampilan pria itu dari ujung kaki hingga kepala seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Andra menegakkan wajahnya untuk menatap April, mata keduanya saling bertemu. April merasa tercengang untuk beberapa saat, wajah pria itu mengingatkannya pada seseorang. Meski dengan penampilan yang jauh berbeda, rambut ikal, kumis tipis, dan kaca mata tebal tak bisa membuat wanita itu melupakan sosok pria yang sangat dicintainya.

“Al— Alan ...“ lirih April.

“Maaf, saya Andra,” ucap Andra memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan.

April mengerjap beberapa kali agar kesadarannya kembali sepenuhnya, namun ia tak mungkin salah mengenali bahwa wajah Andra memang sangat mirip dengan suaminya, Alan. Hanya saja dengan penampilan yang berbeda.

“Ah ya ... saya April,” sahut April seraya berjabatan tangan dengan Andra, matanya tak dapat lepas mengamati pria itu dengan saksama. “Apa benar dia bukan Alan, mengapa wajah mereka begitu mirip. Dan mata itu, seperti tatapan milik Alan,” batinnya.

Andra melepas jabat tangan mereka lalu membetulkan kembali kaca matanya.

“Silakan duduk,” ujar April yang dijawab anggukan oleh Andra, lalu mereka pun duduk bersamaan.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status