Sia baru tiba di kantor barunya pukul 11 lewat 24 menit. Sudah dia pastikan kalau dirinya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor. Dengan sekuat tenaga dia menelan rasa malunya demi masuk untuk bekerja. Gambaran tentang dirinya sudah buruk bagi orang-orang. Dimutasi karna kesalahan lalu telat pada hari pertama. Bukankah dia memang pantas mendapatkan gunjingan?
Dia melangkah masuk ke kantor lalu mencari letak lift karena kantornya berada di lantai 3. Tidak henti-hentinya dia memanjatkan doa supaya dia tidak di labrak oleh atasan barunya. Bisa-bisa di CV-nya akan tertera kalau dia adalah karyawan yang tidak kompeten. Apalagi dia masih sebagai bawahan. Membayangkan akan menjadi pengangguran membuatnya bergidik ngeri."Uang sewaku saja begitu mahal, aku harus mempertahankan pekerjaan ini," gumamnya mengingat uang sewa apartemen barunya yang lebih mahal dari apartemen lamanya. Walaupun sudah mencoba negosiasi, uang sewanya masih terbilang mahal.Ting! Suara pintu lift terbuka. Dengan debaran jantung yang tidak beraturan dia memberanikan diri keluar untuk melihat tempat barunya. Dia dapat melihat ada begitu banyak tempat duduk dan meja kantor yang tertata rapi.Ini sama persis ketika aku baru memulai kerja untuk pertama kalinya, batin Sia gugup.Dari kejauhan dia melihat ada seseorang yang menghampirinya, dia mengenalnya, itu adalah rekan kerja barunya yang akan membimbing dirinya selama masa penyesuaian."Sia, kau akhirnya datang, kau tau ini sudah hampir jam 12,""Ah...maafkan saya, saya sedikit kehilangan akal dari kemarin," jawabnya menunduk karena perhatian orang-orang tertuju padanya.Bagaimana tidak tertuju, dia baru saja dimutasi dan hari ini hari pertamanya lalu yang parah dia telat. Bukankah hari ini hari yang buruk untuknya."Baiklah, ikuti saya, omong-omong karena kita berada di lingkup kerja, jangan berbicara secar non formal pada saya, ketika kita diluar, kamu bisa berbicara non formal," Ujar rekan baru Sia."Baiklah eum—" Sia kebingungan harus menyebut namanya secara langsung atau tidak."Tetap panggil saya Lily, bagaimanapun saya tidak memiliki jabatan yang bisa membuat mu memanggil saya dengan embel-embel jabatan,""Baiklah, Lily,"Lily mengantar Sia ke meja barunya. Cukup mirip dengan tempat lamanya. Hanya saja mejanya masih kosong, hanya ada beberapa berkas yang entah sejak kapan ada di atas meja."Ini mejamu dan ini adalah pekerjaanmu,""Ah baiklah,""Kalau begitu saya akan meninggalkan mu disini dan kamu harus menghadap ke manajer ketika dia datang,""Baiklah, terima kasih Lily,"Setelah Lily pergi, Sia duduk dengan canggung di kursi barunya. Dia melirik ke kanan dan kiri, dia dapat melihat orang-orang yang serius bekerja. Bahkan tidak menghiraukan dirinya.Kira-kira 30 menit berlalu, Sia mulai menyusun berkas-berkas yang ada di atas mejanya. Melakukan pencatatan lalu pengarsipan seperti biasanya. Ketika dia sedang serius bekerja, dia mendengar mejanya diketuk 2 kali. Refleks dia menoleh ke asal suara dan melihat Lily yang sedang berdiri."Manajer sudah datang, pergilah ke ruangannya untuk melapor," sebelum Lily pergi dia membeli berkata. "Walaupun dia terlihat masih muda tapi dia orang yang tegas, jadi jaga sikapmu,"Sia mengangguk mengerti. "Baik, terima kasih, Lily,"Dia menatap Lily yang berjalan menjauh dari tempatnya. Sia mempersiapkan dirinya terlebih dahulu agar tidak membuat kesalahan pada hari pertamanya lagi. Dia pikir, dia perlu menyiapkan alasan logis mengenai kedatangannya yang sangat telat hari ini.Setelah siap, dia berjalan ke ruangan yang tidak jauh dari tempatnya bekerja. Sia tidak henti-hentinya bergumam jika semuanya akan baik-baik saja. Dia harap seperti itu.Tok! Tok! Tok! Suara ketukan yang dihasilkan oleh Sia membuat si pemilik ruangan berseru. "Masuk!"Sekali lagi Sia berusaha untuk terlihat tidak tegang. Dia membuka pintu itu dengan pelan lalu menutupnya dengan pelan juga. Sia melihat punggung pria yang membelakangi dirinya. Punggung itu terlihat sangat gagah dan tegas.Sia menghela napasnya sebelum berbicara. "Selamat siang, pak. Perkenalkan saya Sia Theodore, staf administrasi baru yang dipindahkan dari kantor pusat,"Pria itu berbalik dan mereka saling bertatap. Satu hal yang Sia tidak pernah bayangkan. Pria yang menatapnya ini adalah pria yang telah menghabiskan malam dengannya semalam.Tubuh Sia mendadak kaku. Ekspresi wajahnya kaget karena tidak menyangka, dia akan bertemu pria yang ingin dia lupakan. Bagaimana pun, mereka melakukan kesalahan semalam. Seharusnya tidak ada kegiatan itu."Rupanya saya bertemu dengan wanita yang memperlakukan saya seperti pria panggilan," ujar pria itu atau Edward dengan nada sarkas.Sia terlihat mengatur ekspresinya. "Saya tidak mengerti apa yang Anda maksud pak," balas Sia kaku.Sebuah senyuman sinis terukir pada wajah Edward. "Apa kau tipe wanita yang mudah melupakan kegiatan semalam setiap menghabiskan malam bersama orang lain?""Tidak!" balas Sia refleks berseru karena tidak terima di sebut seperti itu.Sekali lagi senyuman Edward semakin lebar. Dia melangkah mendekati Sia lalu memegang dagu Sia."Karena itu katakan, kenapa kamu meninggalkan saya seperti itu? Bahkan saya tidak tau namamu hingga akhir, jika saja saya tidak mengecek CV mu disini maka saya tidak akan mengetahuinya,""Saya mohon, lupakan apa yang terjadi semalam, saya ingin bekerja tanpa terbayang-bayang dengan kejadian itu, bagaimana pun kejadian itu adalah kesalahan,""Kesalahan kau bilang? Apa kau melupakan satu fakta? kau yang menyerang ku, nona,""Tolong lupakan,""Sepertinya kau benar-benar tipe wanita yang mudah melupakan pria yang menghabiskan malam denganmu," ejek Edward yang membuat Sia menahan emosi."Saya tidak peduli apa yang Anda akan simpulkan mengenai saya tetapi tolong saya ingin bekerja tanpa terbayang-bayang dengan kejadian itu dan saya harap hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan saja."Edward menjauhkan tangannya pada dagu Sia. "Baiklah, mari bersikap seperti itu,"Sia bernapas lega mendengar itu."Karena kamu telat, saya akan memberi peringatan pertama untuk kamu dan saya akan memberimu pekerjaan lainnya, malam ini kamu harus lembur akibat keterlambatanmu itu," ujar Edward tegas.Tentu saja Edward tau jika dia telat. Pria itu dan dia menghabiskan malam bersama, lalu membuat Sia tertidur di tempat pria itu.Ini akan menyusahkan, batin Sia."Sial! ini baru hari pertamaku dan sekarang aku sudah lembur?" umpat Sia kesal karena diberikan banyak tugas. Dia memaklumi jika dirinya tidak bisa jauh dari kata lembur karena tuntutan kerjanya, hanya saja dia tidak menyangka jika hari ini dia akan lembur. Sia sedang menyalin berkas di sebuah mesin pencetak. Berkasnya cukup tebal dan pria itu memintanya membuat 16 rekapan untuk dipakai rapat besok pagi. Sedari tadi dia tidak berhenti-hentinya mengutuk Edward yang seenaknya menyuruh dia melakukan ini."Ekhem!" Refleks Sia menoleh dan mendapati Edward yang sedang berdiri di belakangnya. "Apa semuanya sudah selesai?"Sia menggeleng. "Belum pak,"Edward mengangguk-angguk. Dia tidak berbicara lagi, dia hanya berdiri di belakang Sia sambil menatapnya.Sia yang tidak diberi pertanyaan lagi memilih untuk kembali fokus bekerja. Sesekali dia menguap karena tidurnya yang kurang. Bagaimana pun, dia hanya tidur beberapa jam saja karena kegiatan mereka itu. Sia menggelengkan kepalanya ketika m
Sia melangkah mendekati Edward yang posisinya sedang tidur. Dia berbaring lurus sambil menutup mata."Apa pria ini tidak pulang semalam?" gumam Sia keheranan. Dia semakin memperhatikan wajah Edward.Dia bahkan berdiri dan berjongkok untuk memperhatikan wajah pria yang pernah menghabiskan malam dengannya.Aku tidak dapat berbohong, wajahnya cukup tampan, Ah tidak! dia memang tampan. Batin Sia."Sampai kapan kamu akan menatap saya?""Eh?!" spontan tubuh Sia menjauh dan membuatnya terkena ujung meja. Sia meringis kesakitan karena perbuatannya itu. Edward memperbaiki posisinya. Dia yang tadinya berbaring menjadi duduk tegak di hadapan Sia. Sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan, dia kembali berbicara."Jam berapa sekarang?"Refleks Sia mengecek jam tangannya. "Sekarang jam tujuh lewat 15 menit Pak,"Edward mengangguk-angguk. "Apa kamu sudah mulai bekerja?""Oh itu...saya belum memulainya,""Lalu apa yang kamu lakukan di ruangan saya?""Eh? bukannya Anda meminta saya melak
Sia menjadi karyawan terakhir yang pulang hari ini. Lagi-lagi dia lembur karena pekerjaan yang diberi oleh Edward begitu banyak. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rutinnya."Oh God...aku benar-benar kelelahan," gumam Sia sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali dia memijat-mijat lengannya yang pegal. Sia meletakkan kepalanya di atas meja, menatap luar jendela yang menunjukkan cahaya dari gedung-gedung yang ada di luar. Begitu indah dan sayang untuk dilewatkan. "Indah," "Benar, itu indah," sahut seseorang di belakang Sia.Refleks Sia terkejut dan menoleh dengan cepat. Dia melihat ada Edward yang sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya."Kau melihatku seperti melihat hantu," ujar pria itu sambil menatap Sia dengan tatapan anehnya."Bukan seperti itu, saya hanya terkejut," Sia memperbaiki posisi duduknya. Padahal dia baru saja mau beristirahat."Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Sia dengan sopan. Dia hanya basa basi saja, asli
Beberapa hari kemudian, sudah hampir seminggu dia bekerja. Dan selama itu pula, dia selalu diganggu oleh Edward. Pria itu benar-benar menyiksanya selama bekerja. Bagaimana tidak? Pria itu dengan sengaja menambah pekerjaan lain untuk Sia agar Sia selalu lembur dan berakhir di antar pulang oleh pria itu juga."Kau terlihat seperti mayat hidup Sia," ujar Lily sambil memakan makanannya.Mereka berdua sedang makan di kafetaria perusahaan. Sia mengangguk. "Aku sangat lelah hari ini,""Kau lembur lagi?"Sia mengangguk lagi. "Aku pikir hari-hari ku tidak akan berjalan baik tanpa lembur,"Lily tertawa pelan. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa Pak Edward menyuruhmu banyak hal, apa kalian dekat satu sama lain?""Dih! amit-amit dekat sama dia!"Lagi-lagi Lily tertawa. "Kau sabar saja, siapa tau sikapnya akan berubah, mungkin dia masih sensitif karena kamu terlambat pada saat hari pertama,"Cih, aku telat juga karena pria sialan itu! Batin Sia bergerutu kesal."Omong-omong apa kau ikut Sabtu depa
Selama diperjalanan Sia dan Edward hanya saling diam satu sama lain. Jujur saja, Sia tidak tau harus basa basi apalagi dengan Edward. Dia rasa dirinya tidak perlu melakukan itu.Apalagi hubungan mereka memang tidak jelas. Dia ingin menyatakan jika mereka hanya sebatas atasan bawahan tetapi Edward selalu perlakukan dirinya berbeda."Terima kasih Pak," ujar Sia pada saat mobil Edward berhenti di depan gedung apartemennya.Edward menatap Sia sebentar sebelum bertanya. "Apa saya bisa makan di tempatmu?""Eh?""Saya bertanya, apa saya bisa makan di tempatmu?"Maksudnya apa nih? Apa yang harus aku katakan? Batin Sia."Hei! saya bertanya,"Sia tersadar. "Apartemen saya begitu kecil Pak,""Saya tidak peduli, saya hanya ingin melanjutkan makan saya tadi,"Oh mau numpang lanjut makan? kirain mau dimasakin, Batin Sia merasa sedikit lega."Kalau Anda memaksa, silahkan ikuti saya,"Edward mengangguk. Mereka berdua keluar dari mobil. Edward berjalan mengikuti Sia sambil menenteng paperbag yang ber
Besoknya Edward benar-benar menjemput Sia. Bahkan pria itu dengan santainya menjemputnya langsung dari pintu apartemen. Karena itu Sia perlu mempersilahkan Edward untuk masuk ke dalam."Apa saya datang terlalu cepat?"Ya iyalah! ini masih jam setengah tujuh woi! Batin Sia."Saya yang lambat bersiap-siap Pak,"Edward mengangguk. "Kamu baru ingin membuat sarapan?""Iya Pak, sekaligus makan siang saya,"Edward yang penasaran dengan cepat berjalan menuju ke dapur dan melihat apa yang dimasak oleh Sia. "Apa yang kamu masak?"Ketika Sia menoleh kebelakang betapa terkejutnya dia saat menyadari jarak antara dia dan Edward begitu dekat. Refleks dia mundur hingga hampir menyentuh wajah panas."Hati-hati," tegur Edward karena kecerobohan Sia.Sia menunduk malu. "Saya bertanya,""Oh iya! Ehm saya hanya membuat ayam kecap dan sayur tumis,"Tatapan Edward jatuh pada isi wajan yang memang terisi oleh ayam yang telah dibumbui."Kau pandai memasak?"Apa pria ini meragukan ku? Batin Sia bertanya."Say
Sia menyadari orang-orang telah pulang. Tersisa dia dan Edward yang berada di lantai ini. Sia segera berjalan menuju ruangan Edward. Tidak lupa dia mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk.Ketika dia masuk, dia melihat Edward yang sedang menutupi wajahnya menggunakan buku. Apa pria itu tidur? Batin Sia.Sia berjalan mendekat lalu mengetuk pelan meja kerja Edward berharap pria itu bangun. Dan benar saja, Edward terlihat terusik karena ketukan itu. Tangan kanannya menyingkirkan buku di wajahnya dan dapat melihat dengan jelas Sia yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya, jarak mereka hanya terhalangi sebuah meja saja."Kau sudah datang?"Sia mengangguk. "Iya Pak,"Edward terlihat mengangguk sekilas sebelum memperbaiki postur tubuhnya yang tadinya menyender santai di kursi kerja menjadi duduk tegak. "Jam berapa sekarang?"Kedua mata Sia melirik pada jam tangannya lalu menjawab. "Empat lewat 50 menit pak,"Terlihat jelas guratan wajah Edward sedikit kaget. Spontan dia berdiri sambil me
Kepala Sia merasakan sakit yang luar biasa. Dia berpikir tidak akan menyentuh minuman keras lagi seumur hidupnya. Sia yang menatap tembok memutuskan untuk membalikkan arah tubuhnya menjadi menatap sisi lain. Anehnya ketika dia hendak melakukan itu, dia merasakan sentuhan kulit hangat di sekitar perutnya."Eh?" Sia menurunkan pandangannya pada tubuhnya dan terkejut melihat dirinya yang tidak mengenakan busana. Spontan dia menoleh ke belakang dan melihat pria asing yang tidak mengenakan busana juga memeluknya. "AKH!!" Pekik Sia terkejut.Teriakan itu membuat pria yang memeluknya menjadi terbangun."Selain malam, pagiku juga kau ganggu," ujar pria itu sinis."K-kau siapa?""Apa semalam aku bermain begitu hebat hingga ingatanmu terhapus?" tanyanya dengan nada sarkas."Kau siapa sialan?!""Ok ok....aku Edward,"Ingatan tentang semalam mulai berputar di dalam kepala Sia, membuatnya mengingat hingga detik-detik mereka akan menghabiskan malam bersama. "Ed? Edward? apa yang telah ku lakukan?
Sia menyadari orang-orang telah pulang. Tersisa dia dan Edward yang berada di lantai ini. Sia segera berjalan menuju ruangan Edward. Tidak lupa dia mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk.Ketika dia masuk, dia melihat Edward yang sedang menutupi wajahnya menggunakan buku. Apa pria itu tidur? Batin Sia.Sia berjalan mendekat lalu mengetuk pelan meja kerja Edward berharap pria itu bangun. Dan benar saja, Edward terlihat terusik karena ketukan itu. Tangan kanannya menyingkirkan buku di wajahnya dan dapat melihat dengan jelas Sia yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya, jarak mereka hanya terhalangi sebuah meja saja."Kau sudah datang?"Sia mengangguk. "Iya Pak,"Edward terlihat mengangguk sekilas sebelum memperbaiki postur tubuhnya yang tadinya menyender santai di kursi kerja menjadi duduk tegak. "Jam berapa sekarang?"Kedua mata Sia melirik pada jam tangannya lalu menjawab. "Empat lewat 50 menit pak,"Terlihat jelas guratan wajah Edward sedikit kaget. Spontan dia berdiri sambil me
Besoknya Edward benar-benar menjemput Sia. Bahkan pria itu dengan santainya menjemputnya langsung dari pintu apartemen. Karena itu Sia perlu mempersilahkan Edward untuk masuk ke dalam."Apa saya datang terlalu cepat?"Ya iyalah! ini masih jam setengah tujuh woi! Batin Sia."Saya yang lambat bersiap-siap Pak,"Edward mengangguk. "Kamu baru ingin membuat sarapan?""Iya Pak, sekaligus makan siang saya,"Edward yang penasaran dengan cepat berjalan menuju ke dapur dan melihat apa yang dimasak oleh Sia. "Apa yang kamu masak?"Ketika Sia menoleh kebelakang betapa terkejutnya dia saat menyadari jarak antara dia dan Edward begitu dekat. Refleks dia mundur hingga hampir menyentuh wajah panas."Hati-hati," tegur Edward karena kecerobohan Sia.Sia menunduk malu. "Saya bertanya,""Oh iya! Ehm saya hanya membuat ayam kecap dan sayur tumis,"Tatapan Edward jatuh pada isi wajan yang memang terisi oleh ayam yang telah dibumbui."Kau pandai memasak?"Apa pria ini meragukan ku? Batin Sia bertanya."Say
Selama diperjalanan Sia dan Edward hanya saling diam satu sama lain. Jujur saja, Sia tidak tau harus basa basi apalagi dengan Edward. Dia rasa dirinya tidak perlu melakukan itu.Apalagi hubungan mereka memang tidak jelas. Dia ingin menyatakan jika mereka hanya sebatas atasan bawahan tetapi Edward selalu perlakukan dirinya berbeda."Terima kasih Pak," ujar Sia pada saat mobil Edward berhenti di depan gedung apartemennya.Edward menatap Sia sebentar sebelum bertanya. "Apa saya bisa makan di tempatmu?""Eh?""Saya bertanya, apa saya bisa makan di tempatmu?"Maksudnya apa nih? Apa yang harus aku katakan? Batin Sia."Hei! saya bertanya,"Sia tersadar. "Apartemen saya begitu kecil Pak,""Saya tidak peduli, saya hanya ingin melanjutkan makan saya tadi,"Oh mau numpang lanjut makan? kirain mau dimasakin, Batin Sia merasa sedikit lega."Kalau Anda memaksa, silahkan ikuti saya,"Edward mengangguk. Mereka berdua keluar dari mobil. Edward berjalan mengikuti Sia sambil menenteng paperbag yang ber
Beberapa hari kemudian, sudah hampir seminggu dia bekerja. Dan selama itu pula, dia selalu diganggu oleh Edward. Pria itu benar-benar menyiksanya selama bekerja. Bagaimana tidak? Pria itu dengan sengaja menambah pekerjaan lain untuk Sia agar Sia selalu lembur dan berakhir di antar pulang oleh pria itu juga."Kau terlihat seperti mayat hidup Sia," ujar Lily sambil memakan makanannya.Mereka berdua sedang makan di kafetaria perusahaan. Sia mengangguk. "Aku sangat lelah hari ini,""Kau lembur lagi?"Sia mengangguk lagi. "Aku pikir hari-hari ku tidak akan berjalan baik tanpa lembur,"Lily tertawa pelan. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa Pak Edward menyuruhmu banyak hal, apa kalian dekat satu sama lain?""Dih! amit-amit dekat sama dia!"Lagi-lagi Lily tertawa. "Kau sabar saja, siapa tau sikapnya akan berubah, mungkin dia masih sensitif karena kamu terlambat pada saat hari pertama,"Cih, aku telat juga karena pria sialan itu! Batin Sia bergerutu kesal."Omong-omong apa kau ikut Sabtu depa
Sia menjadi karyawan terakhir yang pulang hari ini. Lagi-lagi dia lembur karena pekerjaan yang diberi oleh Edward begitu banyak. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rutinnya."Oh God...aku benar-benar kelelahan," gumam Sia sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali dia memijat-mijat lengannya yang pegal. Sia meletakkan kepalanya di atas meja, menatap luar jendela yang menunjukkan cahaya dari gedung-gedung yang ada di luar. Begitu indah dan sayang untuk dilewatkan. "Indah," "Benar, itu indah," sahut seseorang di belakang Sia.Refleks Sia terkejut dan menoleh dengan cepat. Dia melihat ada Edward yang sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya."Kau melihatku seperti melihat hantu," ujar pria itu sambil menatap Sia dengan tatapan anehnya."Bukan seperti itu, saya hanya terkejut," Sia memperbaiki posisi duduknya. Padahal dia baru saja mau beristirahat."Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Sia dengan sopan. Dia hanya basa basi saja, asli
Sia melangkah mendekati Edward yang posisinya sedang tidur. Dia berbaring lurus sambil menutup mata."Apa pria ini tidak pulang semalam?" gumam Sia keheranan. Dia semakin memperhatikan wajah Edward.Dia bahkan berdiri dan berjongkok untuk memperhatikan wajah pria yang pernah menghabiskan malam dengannya.Aku tidak dapat berbohong, wajahnya cukup tampan, Ah tidak! dia memang tampan. Batin Sia."Sampai kapan kamu akan menatap saya?""Eh?!" spontan tubuh Sia menjauh dan membuatnya terkena ujung meja. Sia meringis kesakitan karena perbuatannya itu. Edward memperbaiki posisinya. Dia yang tadinya berbaring menjadi duduk tegak di hadapan Sia. Sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan, dia kembali berbicara."Jam berapa sekarang?"Refleks Sia mengecek jam tangannya. "Sekarang jam tujuh lewat 15 menit Pak,"Edward mengangguk-angguk. "Apa kamu sudah mulai bekerja?""Oh itu...saya belum memulainya,""Lalu apa yang kamu lakukan di ruangan saya?""Eh? bukannya Anda meminta saya melak
"Sial! ini baru hari pertamaku dan sekarang aku sudah lembur?" umpat Sia kesal karena diberikan banyak tugas. Dia memaklumi jika dirinya tidak bisa jauh dari kata lembur karena tuntutan kerjanya, hanya saja dia tidak menyangka jika hari ini dia akan lembur. Sia sedang menyalin berkas di sebuah mesin pencetak. Berkasnya cukup tebal dan pria itu memintanya membuat 16 rekapan untuk dipakai rapat besok pagi. Sedari tadi dia tidak berhenti-hentinya mengutuk Edward yang seenaknya menyuruh dia melakukan ini."Ekhem!" Refleks Sia menoleh dan mendapati Edward yang sedang berdiri di belakangnya. "Apa semuanya sudah selesai?"Sia menggeleng. "Belum pak,"Edward mengangguk-angguk. Dia tidak berbicara lagi, dia hanya berdiri di belakang Sia sambil menatapnya.Sia yang tidak diberi pertanyaan lagi memilih untuk kembali fokus bekerja. Sesekali dia menguap karena tidurnya yang kurang. Bagaimana pun, dia hanya tidur beberapa jam saja karena kegiatan mereka itu. Sia menggelengkan kepalanya ketika m
Sia baru tiba di kantor barunya pukul 11 lewat 24 menit. Sudah dia pastikan kalau dirinya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor. Dengan sekuat tenaga dia menelan rasa malunya demi masuk untuk bekerja. Gambaran tentang dirinya sudah buruk bagi orang-orang. Dimutasi karna kesalahan lalu telat pada hari pertama. Bukankah dia memang pantas mendapatkan gunjingan?Dia melangkah masuk ke kantor lalu mencari letak lift karena kantornya berada di lantai 3. Tidak henti-hentinya dia memanjatkan doa supaya dia tidak di labrak oleh atasan barunya. Bisa-bisa di CV-nya akan tertera kalau dia adalah karyawan yang tidak kompeten. Apalagi dia masih sebagai bawahan. Membayangkan akan menjadi pengangguran membuatnya bergidik ngeri. "Uang sewaku saja begitu mahal, aku harus mempertahankan pekerjaan ini," gumamnya mengingat uang sewa apartemen barunya yang lebih mahal dari apartemen lamanya. Walaupun sudah mencoba negosiasi, uang sewanya masih terbilang mahal.Ting! Suara pintu lift terbuka.
Kepala Sia merasakan sakit yang luar biasa. Dia berpikir tidak akan menyentuh minuman keras lagi seumur hidupnya. Sia yang menatap tembok memutuskan untuk membalikkan arah tubuhnya menjadi menatap sisi lain. Anehnya ketika dia hendak melakukan itu, dia merasakan sentuhan kulit hangat di sekitar perutnya."Eh?" Sia menurunkan pandangannya pada tubuhnya dan terkejut melihat dirinya yang tidak mengenakan busana. Spontan dia menoleh ke belakang dan melihat pria asing yang tidak mengenakan busana juga memeluknya. "AKH!!" Pekik Sia terkejut.Teriakan itu membuat pria yang memeluknya menjadi terbangun."Selain malam, pagiku juga kau ganggu," ujar pria itu sinis."K-kau siapa?""Apa semalam aku bermain begitu hebat hingga ingatanmu terhapus?" tanyanya dengan nada sarkas."Kau siapa sialan?!""Ok ok....aku Edward,"Ingatan tentang semalam mulai berputar di dalam kepala Sia, membuatnya mengingat hingga detik-detik mereka akan menghabiskan malam bersama. "Ed? Edward? apa yang telah ku lakukan?