Share

5. Menyakiti Dengan Pengkhianatan

"Kenapa kamu datang di jam seperti ini?"

Ava kira ibunya tidak akan ada di rumah di jam satu siang seperti sekarang. Oleh sebab itulah dia memutuskan datang ke rumah orang tuanya guna menenangkan pikiran dari hal luar biasa yang baru saja menimpanya.

"Kenapa ibu tidak pergi ke toko?" Ava berjalan masuk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan sang ibu.

Maria yang sedang menyortir bunga-bunga segar untuk dibawa ke toko langsung terdiam dan menatap sekilas wajah anak perempuannya yang terlihat habis menangis.

"Kenapa malah balik bertanya?" tegur Maria keras dan tak ingin mempertanyakan apa yang membuat Ava tampak kacau. "Kamu tidak pergi bekerja?"

"Hanya setengah hari." Ava mencondongkan tubuh ke depan, lalu membantu ibunya menyortir sekumpulan bunga-bunga hias tersebut sesuai jenisnya. "Bu …"

Ibunya bersikap acuh tak acuh dan tak menggubris suara lirih anak perempuannya. Dia selalu kesulitan jika dihadapkan pada situasi yang melibatkan emosi.

"Bu …," panggil Ava lagi ketika sang Ibu berpura-pura fokus pada apa yang sedang dia kerjakan.

"Kalau kamu mau bicara, kamu bicara saja," gerutu Maria jengkel. "Walaupun tanganku sibuk, bukan berarti aku tak bisa mendengar apa yang kamu katakan."

Ava menelan ludah dengan susah payah dan berusaha mempertimbangkan apakah dia harus berbicara pada ibunya tentang James atau tidak.

Maria adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki, dan jika Ava kelak akan bercerai dengan James, maka ibunya adalah tempat dia pulang.

"Bagaimana kalau aku dan James memutuskan untuk bercerai—"

"Omong kosong apa yang kamu bicarakan, Ava?!" Maria akhirnya mengangkat wajah dan menatap Ava dengan kesal. "Rumah tangga baru setahun sudah memutuskan untuk bercerai? Apa kamu pikir sebuah pernikahan hanya mainan? Kalau ada masalah kalian bisa dibicarakan baik-baik, tidak perlu menggunakan perceraian sebagai jalan pertama. Bagaimana hidupmu ke depannya jika bercerai dari James? Aku sudah cukup tua untuk bekerja lebih keras dan membiayai—"

"Aku sudah bekerja, Bu," tukas Ava letih. "Aku bisa mencari uang sendiri untuk—"

"Gajimu yang hanya seribu dollar itu hanya cukup untuk kamu makan sehari-hari dan ongkos pulang pergi ke kantor!" bentak Maria yang akhirnya berdiri sambil berkacak pinggang.

"Sudah untung mendapat suami yang baik seperti James. Dia sangat tabah meski kamu belum memberinya keturunan. Belum lagi statusnya sekarang yang sebagai manajer pasti memiliki gaji lebih besar," Maria terus mengoceh dengan kesal saat menasihati putrinya.

"Kamu bisa membeli pakaian setiap bulan dan makan enak sampai separuh dari gajimu sendiri dikirimkan untuk mencicil utang biaya operasi kepalamu tujuh tahun lalu. Masalah kalian sekarang itu hanya perlu memiliki anak. Untuk itulah ibu selalu mengirimkan tonik penyubur kandungan agar kamu cepat hamil. Sudahlah, Ava, kamu tak perlu bicara omong kosong padaku!"

Dengan tatapan hampa dan penuh luka Ava termenung memandangi ibunya.

"Tak peduli meskipun aku minum berliter-liter tonik yang kamu kirim, pada akhirnya aku tidak akan bisa hamil jika James tak pernah mau tidur denganku," kata Ava yang kemudian menggigit bibir agar air matanya tidak jatuh terurai.

"James sudah … James akan … dia dan Scarlett selingkuh. Mereka akan menikah akhir tahun ini karena Scarlett sedang hamil anak James." Akhirnya Ava berhasil menyelesaikan kalimatnya.

"Hah?!" Mata Maria otomatis melotot tak percaya. "Kamu jangan sembarang bicara, Ava! James terus mengejar-ngejarmu dan bersusah payah mendapatkan kamu selama tiga tahun sampai akhirnya kamu luluh dan bersedia menjadi istrinya. Sekarang omong kosong apa yang kamu—"

"Ini bukan omong kosong, Bu!" sergah Ava dengan kesal karena Ibunya kontan selalu membela James. "Ibu pikir kenapa aku datang ke sini dalam kondisi buruk begini? Apa sebelumnya aku pernah datang ke sini dengan kondisi sebegitu menyedihkan? Dia menipuku, Bu. James dan Scarlett sudah menjalin hubungan sebelum menikahiku hingga—"

Penjabaran Ava terputus ketika mendengar suara bell, lalu dia beranjak dari tempat duduk dan segera membuka pintu.

Raut wajah Ava seketika memucat saat melihat orang yang dibicarakan tiba-tiba saja datang dan berdiri di depan pintu. Dalam hitungan detik, keterkejutan Ava berubah menjadi sorot penuh kebencian hingga wajahnya berubah dingin.

Ava tak ingin bertanya apa tujuan James datang ke sana, jemarinya refleks mengayunkan pintu seakan tak mau berhadapan dengan suaminya.

James sangat marah melihat reaksi Ava seperti itu dan segera menahan pintu sambil menggeram, "Pulang, Ava! Kita harus bicara, aku akan—"

"Tak ada lagi yang akan kita bicarakan, kecuali perceraian!"

"Mavesa Ludovic! Aku tidak akan menceraikanmu!" James berhasil masuk dan mendorong pintu hingga terhempas ke dinding. "Selama ini aku memenuhi kebutuhanmu tanpa terkecuali. Harusnya kamu bisa menerima Scarlett yang kini sedang mengandung anakku, kamu tak berhak meminta cerai—"

"Aku berhak, James!" Ava memekik nyaris histeris. "Aku berhak lepas dari pria penipu sepertimu. Aku akan mengajukan gugatan ke—"

Ucapan Ava terputus ketika James tiba-tiba menyambar pergelangan tangannya, lalu meremas dagu Ava dengan penuh emosi dan berkata, "Kenapa kamu sangat tidak tahu malu? Kamu kira selama ini kita bisa hidup enak dari mana kalau bukan dari Scarlett? Apa gajiku yang hanya 1500 dolar dan gajimu yang 1000 dolar itu cukup untuk menunjang kehidupan kita? Lihat hidupmu sekarang, Ava! Aku bahkan bisa membeli rumah yang bagus, mobil mewah, membelikanmu pakaian-pakaian mahal, merenovasi rumah ibumu sampai lebih layak huni, semua itu dari Scarlett! Kamu harusnya terima posisi dia yang sedang mengandung anak dan kelak akan jadi istri keduaku. Kamu terima—"

"Aku tidak terima kamu memperlakukan putriku seperti itu, James Horner!" Suara dingin ibu Ava yang terdengar dari ambang ruangan berhasil membuat James dan Ava menoleh seketika.

James terkejut karena tak menduga kalau ibu mertuanya ternyata ada di rumah. Seakan menyadari kalau semua rahasianya tak bisa lagi disembunyikan dari Ava dan ibu mertuanya, James menjadi frustrasi dan marah hingga wajahnya merah padam.

Ibu Ava menatap James sebegitu marah, lalu dengan cepat dia menarik tangan Ava menjauh dari pria itu. Dagu Ava yang memerah karena perbuatan James berhasil membuat ulu hati Maria terasa nyeri.

Dengan mata melotot tajam Maria berkata dengan tegas pada James, "Sejak kamu memutuskan untuk meminang putriku, sudah kubilang kalau aku tidak menuntut kamu menyenangkan Ava dengan kemewahan. Aku tidak menuntut kamu memberikan mahar yang mahal dan pesta karena aku sudah senang melihatmu mencintai Ava dengan segenap hatimu. Kamu ingat, James, puluhan kali aku pesankan padamu agar jangan menyakiti hatinya dengan pengkhianatan, karena aku tahu bagaimana sakitnya dikhianati oleh suami ..."

Napas Maria mulai bergemuruh hingga kalimatnya terputus. Namun, sambil meremas jemari Ava yang gemetaran Maria kembali berbicara.

"Tapi lihatlah apa yang kamu lakukan pada putriku sekarang, James?" lanjut Maria dengan mata berkilat-kilat. "Kamu memberinya kemewahan dari hasil penghianatanmu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status