Seorang wanita dewasa menghampiri, mengusap lembut rambut indah itu dengan penuh kasih sayang.
“Nak, Kenapa kau bersedih? Apa kau sedang memikirkan pangeran berkudamu?“ goda wanita itu, yang tak lain adalah ibunya.Mereka berdua terlihat benar-benar seperti grub marawis yang memakai pakaian serba putih dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
Balutan warna putih dalam hamparan hijaunya pemandangan terlihat begitu bersinar di bawah sang surya yang memancarkan cahaya kekuningan di ufuk barat.
“Kenapa? Kalian meninggalkan aku tanpa kabar? Aku ini sebenarnya anakmu atau apa? “ teriaknya pada sang ibu. Emosinya seolah sudah berada di ubun-ubun saat ini.
Ada dendam dalam diri kala dirinya merasa tak dianggap dan dipedulikan oleh orang tua kandungnya.
“Nak? Maafkan aku! Jika saja aku bisa memutar waktu. Mungkin, aku akan memberikan sisa hidupku untuk menebus dosa yang tidak bisa mendampingi tumbuh kembangmu. Aku sudah melakukan semua yang aku bisa untukmu dan untuk kebahagiaanmu. Tapi, nak? Sekarang semuanya sudah berakhir. Benar-benar berakhir dan aku pun tak akan bisa mengulang bahkan membantumu. Anakku, kau akan mulai berjuang sendiri tanpaku atau siapapun. Disini, kehidupanmu akan benar-benar dimulai.”
“Kau mau kemana lagi memangnya?“ ketus anak itu.
“Aku akan pergi. Pergi ke tempat yang jauh bersama ayahmu,” ucap wanita itu. Ia menoleh pada suaminya yang berdiri tak jauh dari mereka. Laki-laki itu tersenyum pada anak dan istrinya.
“Bolehkah aku ikut Bersama kalian? Aku takut sendirian,“ pinta si gadis.
Gadis itu mengiba pada orang tuanya. Hidup bertahun-tahun di perantauan menjadikannya begitu rindu suasana keluarga. Namun, sekarang orang tuanya bahkan hendak pergi?
Apa yang bisa dia lakukan tanpa orang tuanya?
“Tidak bisa. Kau harus tetap disini dan melanjutkan perjuanganmu. Ingat pesanku ya! Ini adalah pesan terakhir dari Mommy dan Daddy. Hiduplah diatas prinsip, dan tetaplah menjadi orang baik meskipun kebaikanmu tidak dihargai orang lain.”
Perkataan menohok yang mengandung ribuan makna tersirat di dalamnya. Sheila hanya menatap langkah ibunya yang kian mundur dan sedikit demi sedikit menjauh dari jangkauannya.Setelah mengatakan itu, sang ibu pun berjalan mendekati suaminya. Melambaikan tangan pada sang putri tercinta, dan mulai berjalan menuju setitik cahaya terang yang berada di ujung sana.
Ini adalah awal, sekaligus akhir dari sebuah cerita duka dan bahagia.
Awal dan juga akhir dari sebuah perjuangan. Antara maju atau menyerah bersama dengan kekalahan.“Mommy.“
“Daddy.”
“Mommy.”
“Daddy.“
Langkah kedua orang itu semakin menjauh dan terlihat semakin kecil di pupil mata sang putri. Gadis malang itu mencoba mengejar. Namun, langkah orang tuanya terasa seperti rollercoaster yang melesat dengan cepat dan tak dapat dijangkau oleh manusia.
“Mommy, Daddy! Jangan tinggalkan aku. Aku mohon!“ Sheila seketika terbangun dari tidurnya setelah mimpi mengerikan itu. Napasnya berat dan memburu, juga keringat dingin yang mengucur di dahinya. Sheila sudah mirip dengan orang pulang dari sawah ketimbang bangun tidur.
Mimpi yang buruk, sangat-sangat buruk dan bahkan lebih buruk dari perlakuan seorang ibu tiri.
Mengerjap linglung, Sheila sampai melupakan tentang kisah penculikan tadi. Menganggap jika semuanya adalah murni sebatas mimpi.
Gadis itu menepuk-nepuk pipinya berulang kali hingga membuat orang yang tengah memandanginya dengan serius itu keheranan, "Apa aku bermimpi?"“Kau kenapa?“ Sheila berjingkat kaget ketika suara bariton itu menyapa dari samping tempat tidur.
Suara yang terdengar seperti tak asing. Sheila kemudian menoleh dan terkejut saat mendapati pria itu ada di sampingnya.
Dengan santainya, Kaisar duduk bersandar di headboard dan menatap Sheila dengan tatapan heran.
“Ka-kau? Kenapa kau ada di kamarku?“ teriak Sheila histeris.
Ya, tentu saja gadis itu histeris karena ada pria asing di dalam kamarnya, bagaimana jika ketahuan oleh warga? Kan tidak lucu.
Mata Kaisar memicing, lalu detik kemudian dia terbahak-bahak menyadari jika gadis ini tengah mengigau atau bahkan belum menyadari tempat dirinya berada saat ini.“Kamarmu? Heh, buka dulu matamu baru sarkas orang. Dengar! Ini adalah kamarku,” kata Kai tegas.
Sheila baru tersadar setelah melirik sekeliling. Benar, ini bukan kamarnya. Rupanya penculikan tadi bukanlah mimpi melainkan kenyataan, Dan sekarang?
“Aku di mana?“
“Ini kamarku, selamat datang di neraka ciptaanku,” kata pria angkuh tersebut.
Setelah memberi Sheila obat bius, pria ini dengan liciknya membawa Sheila terbang menuju ke negara darimana Kaisar berasal, yaitu Indonesia. Untung saja mereka menggunakan landasan pesawat pribadi. Maka jika tidak, Kaisar akan di anggap sebagai penjahat yang tengah menculik gadis muda untuk dinikahi secara paksa. Meskipun pada dasarnya, itu memang benar.
Kaisar berdiri dan berjalan ke arah cermin besar di samping tempat tidur, kemudian memutarnya hingga cermin tersebut menghadap dengan sempurna ke arah Sheila.Pantulan gadis manis dengan gaun pengantin yang tengah duduk di atas tempat tidur itu terlihat begitu cantik.
Gadis dengan riasan natural di wajahnya yang dipadukan dengan hiasan kepala yang begitu indah. Tiara kecil dengan berlian mahal tertata rapi di sana menambah kesan sempurna dalam penampilan gadis itu.“Kenapa gambar itu mirip denganku, Tuan?“ tanya Sheila bodoh.
Kaisar berkacak pinggang. Bukankah sudah terpampang nyata jika pantulan gadis di cermin itu adalah dirinya? Lalu mengapa gadis ini masih saja bertanya? Apa otaknya terbalik? Atau bahkan tertinggal di dalam pesawat tadi?
Belum juga Kaisar menjawab, Seorang wanita paru baya masuk dan menunduk hormat.
“Tuan? Penghulu sudah menunggu di luar,“ kata orang tersebut yang tak lain adalah kepala pelayanan di kediaman Kaisar.
“Bagus, bawa istriku turun. Aku akan menemui Matt terlebih dulu,“ Kaisar kemudian berjalan keluar meninggalkan Sheila dan kepala pelayan di dalam kamar.
Sheila sedikit bernafas lega kala Kaisar menyebutkan kata istri. Itu artinya pria itu sudah beristri bukan, ini kesempatan Sheila untuk mengadu pada Istri pria jahat itu nanti.
“Mari Nyonya,“ ajak maid tersebut pada Sheila yang sedang menyusun rencana mengadunya nanti.
“Kemana?“
“Loh, tentu saja ke bawah. Anda 'kan akan menikah,“ kata maid itu lagi.
Sheila yang masih shock hanya diam sambil berpikir, apakah dirinya akan menikah? Dan sekarang dia pun memakai gaun pengantin. Apa itu artinya dia yang akan menikah?
“Tunggu? Apa maksudmu aku yang akan menikah? Dengan siapa?”
Sheila terkejut bukan main, dirinya sama sekali tidak memiliki agenda untuk syuting film menikah dadakan. Kenapa tiba-tiba saja dia akan menikah.
Otak pandainya memerintah untuk menoleh ke kanan dan kiri, memindai seluruh penjuru kamar dan menerka-nerka keberadaan kamera tersembunyi.
Siapa tahu saja jika semua ini hanyalah sebuah Prank.“Dengan tuan Kaisar,“ jawab seseorang yang menyembul dari balik pintu.
Dia adalah Matteo, asisten pribadi sekaligus supir dan juga sahabat Kaisar.
“Kaisar? Maksudmu aku menikah dengan seorang raja? Apa kau pikir aku bisa dibodohi, ini bukan jaman kerajaan, ya!“ sentak Sheila.
Karena kepandaian dan kecerdasan Sheila yang di atas rata-rata, akhirnya terjadi perdebatan panjang antara gadis itu dan asisten Matt yang menjelaskan tentang pernikahan paksa ini.
Sedangkan di sisi lain, Kaisar sudah duduk rapi di depan penghulu dan mulai mengucapkan ijab-qobul pernikahan.
“Bagaimana? Apa pernikahan sudah bisa dimulai?” tanya penghulu pada Kaisar.
“Silahkan, mempelai wanita sedang tidak enak badan. Jadi biarkan dia istirahat sejenak karena sempat pingsan tadi.” Salah seorang saksi mencoba menjelaskan.
Penghulu pun percaya karena memang benar, dirinya sempat melihat mempelai wanita yang dibopong oleh beberapa orang menuju kamar.
Kelelahan adalah faktor utama, dan stress adalah faktor kedua. Melihat dari pamor mempelai pria, dirinya tidak mungkin melakukan pemaksaan pada orang lain apalagi perihal sakral seperti pernikahan.Penghulu pun mengulurkan tangannya dan memulai acara ijab dengan mempelai prianya.
“Saudara Kaisar Andelon, Saya nikahkan dan saya kawinkan saudara, dengan mempelai wanita bernama Sheila Arthana dengan maskawin uang tunai seratus juta rupiah dibayar tunai.”
Kaisar pun menjawab dengan lantang, cepat dan tepat qobulnya, "Saya Terima nikah dan kawinnya Sheila Arthana dengan maskawin uang tunai sebesar seratus juta rupiah dibayar tunai.“
“Bagaimana para saksi? Sah?“
“Tidak ....“
Sheila berlari dengan tergesa-gesa kala suara seseorang yang mulai mengucapkan ijab-qobul terdengar hingga ke kamar yang dia tempati."Jangan-jangan," desis Sheila.Tak menghiraukan teriakan Matt yang memintanya berhati-hati, Sheila berlari sekencang mungkin berharap semuanya belum terjadi.Dalam otak mininya, dia takut jikalau dirinya yang cantik, ternyata dinikahkan dengan bandot tua yang sudah bau tanah. Sheila menggelengkan kepala dengan cepat.Ya, Sheila berlari sekencang mungkin ketika mendengar nama dirinya disebutkan sebagai seorang mempelai wanita.Sheila bahkan tidak memiliki rencana untuk menikah sebelumnya, lalu kenapa sekarang dia justru menjadi seorang mempelai.Menapaki tangga dengan gaun yang menjuntai, Sheila akhirnya tiba di dasar anak tangga.Tak peduli dengan tatapan orang-orang yang hadir dan memperhatikan, gadis itu segera berteriak.“Tidak!”Beberapa orang te
Bagai tersambar petir di siang bolong. Sheila merasa hatinya seperti dihujam dengan ribuan jarum. Kata 'PERNIKAHAN KARENA DENDAM' membuat Sheila sedikit paham tentang alur dari jalan kehidupannya kelak. Kaisar menikahinya karena alasan dendam."Apa mungkin? Aku dengan tak sengaja sudah menabrak calon mempelai Kaisar hingga tewas, seperti di novel-novel yang sering kubaca?" batin Sheila.Sepertinya otak Sheila sudah tercemar dengan kisah-kisah para tuan muda.“Tuan, apa maksudmu?“ tanya Sheila bingung.“Dengar! Meskipun sekarang kau adalah istriku, tapi statusmu di rumah ini sama dengan pembantu. Jangan pernah berpikir untuk menjadi seorang putri, karena disini kau hanyalah upik abu,” sentak Kaisar."Tuan, aku tidak ...."Plakk ....Sebuah tamparan dari Kaisar mendarat sempurna di pipi.
Pagi menyapa, cahaya matahari sudah menelusup memasuki area kamar mini yang terlihat begitu tak layak pakai dengan sang pemiliknya yang masih betah bergulung di atas kasur.Kaisar berkacak pinggang melihat Sheila yang tertidur seperti mayat. Berulang kali pria itu sudah memanggil Sheila. Namun, gadis itu seolah tuli dan tak bergeming sama sekali.Kehabisan akal untuk membangunkan Koala pemalas peliharaannya, Kaisar pun keluar kamar dan kembali dengan seember air dingin. Byur.... Kaisar mengguyur tubuh Sheila dengan air tersebut hingga si gadis pemalas itu terlonjak kaget dan bangun dengan gelagapan. “Bangun kau pemalas! “sentak Kaisar.Berusaha Mengumpulkan nyawa yang masih tercecer dialam mimpi, Sheila mengerjap beberapa kali dan baru menyadari dirinya diguyur dengan tak manusiawi oleh Kaisar, suaminya sendiri. “Tuan, “kata Sheila. “Sudah cukup kan tidurmu? Sekarang bersihkan Mansion sa
Suara jangkrik malam mengisi kekosongan semua orang. Sama halnya dengan gadis yang tengah duduk di bangku taman mansion,dengan nampan berisi nasi dan taburan garam.Kaisar lagi-lagi menghukum Sheila seperti itu hanya karena dia berbicara dengan Gerry lebih dari 10 menit.Menghela napas adalah satu-satunya cara yang bisa gadis malang itu lakukan sekarang. Dulu, dimata orang tuanya, Sheila adalah tuan putri yang manja dan sangat disayang. Meskipun jarang berjumpa, tapi Sheila tau jika orang tuanya sangat mencintainya. Dan sekarang? Dirinya diperlakukan dengan buruk oleh seorang pria yang tiba-tiba saja menyandang status sebagai suaminya.Miris.Hanya itu yang bisa di ungkapan untuk mencerminkan kehidupan Sheila Sekarang ini.“Huh, aku akan membiasakan diri dengan kesusahan. Karena Daddy bilang kesenangan ha
Atas kebaikan Sheila hari ini, Kaisar mengijinkan Sheila untuk menemani dirinya memasak dan makan malam. Keduanya terlihat sangat harmonis saat saling duduk berdampingan di taman Mansion, menikmati makan malam dibawah terangnya cahaya bintang.“Tuan, boleh aku bertanya sesuatu padamu?“ tanya Sheila.Kaisar hanya berdeham menanggapi pertanyaan itu dan melanjutkan acara makannya. Entah mengapa, nasi goreng buatan Sheila yang di padukan dengan omlet sederhana terasa begitu nyaman di lidah.“Jika kau menganggap aku sebagai anak seorang pembunuh seperti yang kau katakan waktu itu, kenapa kau tidak membunuhku dan malah menikahiku?“ celetuk Sheila.Kaisar menghela napas sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sheila, “Aku ingin melihat orang tuamu menangis darah kala putri tercintanya hidup dengan sangat menderita di tanganku.“She
Rasanya benar-benar aneh, kala Sheila tiba-tiba digandeng dengan begitu lembut oleh suami jahatnya. Sampai-sampai Sheila menepuk pipinya berkali-kali untuk menyadarkannya dari mimpi yang terasa begitu indah dan mengagumkan.Kapan lagi Kaisar bisa bersikap lembut padanya. Selama perjalanan dari paviliun menuju ruang tamu Mansion, Kaisar dan Sheila saling lirik dengan tatapan yang... Penuh kerinduan.Mata bulat dengan manik biru milik Sheila yang ditatap hari ini, membuat Kaisar seperti mengulang kembali kejadian di masa lalu. Atau mungkin dirinya hanya berhalusinasi?“Tuan, aku tau kau ini sangat ingin menggandengku dihadapan orang asing. Tapi tidak bisakah kau sedikit pelan-pelan jalannya, “gerutu Sheila.Bagaimana tidak menggerutu? Keduanya sudah seperti orang yang tergesa-gesa untuk mengantre beras gratis.Kaisar berdecak sebal, gadis ini terlalu percaya diri. Jika saja dia tak ingin cari muka untuk kesan yang baik dihadapan kawan men
Kaisar tengah menemani Marisa berbelanja. Sesuai keinginan wanita itu, merekapun akhirnya shopping dan membeli tas yang diinginkan oleh Marisa di salah satu mall terbesar di pusat kota.Walaupun menggerutu, Kaisar tetap mengikuti kemana kekasihnya itu pergi. Barang belanjaan sudah menumpuk seperti anakan gunung sampai Kaisar kuwalahan membawanya seorang diri. Sedangkan Marisa, wanita itu hanya berlari kesana kemari mengambil apapun yang dia suka. Tentu saja apapun. Karena, semua yang dia beli akan dibayar oleh Kaisar.Huh ....Kaisar menghembuskan napas kasar. Dirinya benar-benar lelah mengikuti kemauan Marisa. Membeli ini dan itu, berjalan ke sana kemari hingga Kaisar kelelahan.Pria itu akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah kafe dan tak memerdulikan kekasihnya yang sibuk dengan acara foya-foya.Sibuk berdiam diri sambil melihat orang-orang yang berlalu lalang, mata Kaisar menangkap siluet tubuh seseorang yang sangat dia ken
Wanita itu menatap Sheila dengan tatapan rindu. Terlihat jelas dari air mata yang menggenang di pelupuk, Sheila segera merengkuh tubuh renta itu dengan ribuan kasih sayang.“Mom,“ cicit Sheila.“K-kau, kem-bali?“ kata wanita itu terbata. Stroke disease yang diderita membuatnya lumpuh dan sulit bicara.“Ya, Mom. Sheila kembali sesuai janjiku dua tahun yang lalu.“ Sheila memeluk wanita yang disebutnya sebagai mommy itu dengan erat.“Sheila, daddy senang kau kembali menemui kami setelah sekian lama. Sepertinya, keadaanmu pun sudah baik-baik saja,“ kata seorang pria parubaya yang tak lain adalah suami dari wanita yang sedang dalam pelukan Sheila itu.“Maafkan aku yang harus pergi dari kalian, kejadian itu membuatku cukup takut, Mom, Dad.“ Sheila melepaskan pelukannya kemudian beralih memeluk pria paruh baya itu.