Share

Huru-hara pernikahan 1

Seorang gadis cantik tengah duduk di sebuah hamparan rumput hijau yang begitu luas nan indah. 

Nuansa rumput dan bunga-bunga yang mekar menambah aksen pemandangan semakin menyejukkan. Namun, kenapa gadis manis itu malah terlihat murung? 

Seorang wanita dewasa menghampiri, mengusap lembut rambut indah itu dengan penuh kasih sayang. 

“Nak, Kenapa kau bersedih? Apa kau sedang memikirkan pangeran berkudamu?“ goda wanita itu, yang tak lain adalah ibunya. 

Mereka berdua terlihat benar-benar seperti grub marawis yang memakai pakaian serba putih dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. 

Balutan warna putih dalam hamparan hijaunya pemandangan terlihat begitu bersinar di bawah sang surya yang memancarkan cahaya kekuningan di ufuk barat. 

“Kenapa? Kalian meninggalkan aku tanpa kabar? Aku ini sebenarnya anakmu atau apa? “ teriaknya pada sang ibu. Emosinya seolah sudah berada di ubun-ubun saat ini. 

Ada dendam dalam diri kala dirinya merasa tak dianggap dan dipedulikan oleh orang tua kandungnya. 

“Nak? Maafkan aku! Jika saja aku bisa memutar waktu. Mungkin, aku akan memberikan sisa hidupku untuk menebus dosa yang tidak bisa mendampingi tumbuh kembangmu. Aku sudah melakukan semua yang aku bisa untukmu dan untuk kebahagiaanmu. Tapi, nak? Sekarang semuanya sudah berakhir. Benar-benar berakhir dan aku pun tak akan bisa mengulang bahkan membantumu. Anakku, kau akan mulai berjuang sendiri tanpaku atau siapapun. Disini, kehidupanmu akan benar-benar dimulai.”

“Kau mau kemana lagi memangnya?“ ketus anak itu. 

“Aku akan pergi. Pergi ke tempat yang jauh bersama ayahmu,” ucap wanita itu. Ia menoleh pada suaminya yang berdiri tak jauh dari mereka. Laki-laki itu tersenyum pada anak dan istrinya. 

“Bolehkah aku ikut Bersama kalian? Aku takut sendirian,“ pinta si gadis.

Gadis itu mengiba pada orang tuanya. Hidup bertahun-tahun di perantauan menjadikannya begitu rindu suasana keluarga. Namun, sekarang orang tuanya bahkan hendak pergi? 

Apa yang bisa dia lakukan tanpa orang tuanya? 

“Tidak bisa. Kau harus tetap disini dan melanjutkan perjuanganmu. Ingat pesanku ya! Ini adalah pesan terakhir dari Mommy dan Daddy. Hiduplah diatas prinsip, dan tetaplah menjadi orang baik meskipun kebaikanmu tidak dihargai orang lain.”

Perkataan menohok yang mengandung ribuan makna tersirat di dalamnya. 

Sheila hanya menatap langkah ibunya yang kian mundur dan sedikit demi sedikit menjauh dari jangkauannya. 

Setelah mengatakan itu, sang ibu pun berjalan mendekati suaminya. Melambaikan tangan pada sang putri tercinta, dan mulai berjalan menuju setitik cahaya terang yang berada di ujung sana. 

Ini adalah awal, sekaligus akhir dari sebuah cerita duka dan bahagia. 

Awal dan juga akhir dari sebuah perjuangan. 

Antara maju atau menyerah bersama dengan kekalahan. 

“Mommy.“

“Daddy.”

“Mommy.”

“Daddy.“

Langkah kedua orang itu semakin menjauh dan terlihat semakin kecil di pupil mata sang putri. Gadis malang itu mencoba mengejar. Namun, langkah orang tuanya terasa seperti rollercoaster yang melesat dengan cepat dan tak dapat dijangkau oleh manusia. 

“Mommy, Daddy! Jangan tinggalkan aku. Aku mohon!“ Sheila seketika terbangun dari tidurnya setelah mimpi mengerikan itu. Napasnya berat dan memburu, juga keringat dingin yang mengucur di dahinya. Sheila sudah mirip dengan orang pulang dari sawah ketimbang bangun tidur. 

Mimpi yang buruk, sangat-sangat buruk dan bahkan lebih buruk dari perlakuan seorang ibu tiri. 

Mengerjap linglung, Sheila sampai melupakan tentang kisah penculikan tadi. Menganggap jika semuanya adalah murni sebatas mimpi. 

Gadis itu menepuk-nepuk pipinya berulang kali hingga membuat orang yang tengah memandanginya dengan serius itu keheranan, "Apa aku bermimpi?" 

“Kau kenapa?“ Sheila berjingkat kaget ketika suara bariton itu menyapa dari samping tempat tidur.

Suara yang terdengar seperti tak asing. Sheila kemudian menoleh dan terkejut saat mendapati pria itu ada di sampingnya.

Dengan santainya, Kaisar duduk bersandar di headboard dan menatap Sheila dengan tatapan heran. 

“Ka-kau? Kenapa kau ada di kamarku?“ teriak Sheila histeris. 

Ya, tentu saja gadis itu histeris karena ada pria asing di dalam kamarnya, bagaimana jika ketahuan oleh warga? Kan tidak lucu. 

 

Mata Kaisar memicing, lalu detik kemudian dia terbahak-bahak menyadari jika gadis ini tengah mengigau atau bahkan belum menyadari tempat dirinya berada saat ini.

“Kamarmu? Heh, buka dulu matamu baru sarkas orang. Dengar! Ini adalah kamarku,” kata Kai tegas. 

Sheila baru tersadar setelah melirik sekeliling. Benar, ini bukan kamarnya. Rupanya penculikan tadi bukanlah mimpi melainkan kenyataan, Dan sekarang?

“Aku di mana?“ 

“Ini kamarku, selamat datang di neraka ciptaanku,” kata pria angkuh tersebut. 

Setelah memberi Sheila obat bius, pria ini dengan liciknya membawa Sheila terbang menuju ke negara darimana Kaisar berasal, yaitu Indonesia. Untung saja mereka menggunakan landasan pesawat pribadi. Maka jika tidak, Kaisar akan di anggap sebagai penjahat yang tengah menculik gadis muda untuk dinikahi secara paksa. Meskipun pada dasarnya, itu memang benar. 

Kaisar berdiri dan berjalan ke arah cermin besar di samping tempat tidur, kemudian memutarnya hingga cermin tersebut menghadap dengan sempurna ke arah Sheila. 

Pantulan gadis manis dengan gaun pengantin yang tengah duduk di atas tempat tidur itu terlihat begitu cantik.

Gadis dengan riasan natural di wajahnya yang dipadukan dengan hiasan kepala yang begitu indah. Tiara kecil dengan berlian mahal tertata rapi di sana menambah kesan sempurna dalam penampilan gadis itu. 

“Kenapa gambar itu mirip denganku, Tuan?“ tanya Sheila bodoh. 

Kaisar berkacak pinggang. Bukankah sudah terpampang nyata jika pantulan gadis di cermin itu adalah dirinya? Lalu mengapa gadis ini masih saja bertanya? Apa otaknya terbalik? Atau bahkan tertinggal di dalam pesawat tadi? 

Belum juga Kaisar menjawab, Seorang wanita paru baya masuk dan menunduk hormat. 

“Tuan? Penghulu sudah menunggu di luar,“ kata orang tersebut yang tak lain adalah kepala pelayanan di kediaman Kaisar. 

“Bagus, bawa istriku turun. Aku akan menemui Matt terlebih dulu,“ Kaisar kemudian berjalan keluar meninggalkan Sheila dan kepala pelayan di dalam kamar. 

Sheila sedikit bernafas lega kala Kaisar menyebutkan kata istri. Itu artinya pria itu sudah beristri bukan, ini kesempatan Sheila untuk mengadu pada Istri pria jahat itu nanti. 

“Mari Nyonya,“ ajak maid tersebut pada Sheila yang sedang menyusun rencana mengadunya nanti. 

“Kemana?“

“Loh, tentu saja ke bawah. Anda 'kan akan menikah,“ kata maid itu lagi. 

Sheila yang masih shock hanya diam sambil berpikir, apakah dirinya akan menikah? Dan sekarang dia pun memakai gaun pengantin. Apa itu artinya dia yang akan menikah? 

“Tunggu? Apa maksudmu aku yang akan menikah? Dengan siapa?” 

Sheila terkejut bukan main, dirinya sama sekali tidak memiliki agenda untuk syuting film menikah dadakan. Kenapa tiba-tiba saja dia akan menikah. 

Otak pandainya memerintah untuk menoleh ke kanan dan kiri, memindai seluruh penjuru kamar dan menerka-nerka keberadaan kamera tersembunyi. 

Siapa tahu saja jika semua ini hanyalah sebuah Prank. 

“Dengan tuan Kaisar,“ jawab seseorang yang menyembul dari balik pintu. 

Dia adalah Matteo, asisten pribadi sekaligus supir dan juga sahabat Kaisar. 

“Kaisar? Maksudmu aku menikah dengan seorang raja? Apa kau pikir aku bisa dibodohi, ini bukan jaman kerajaan, ya!“ sentak Sheila. 

Karena kepandaian dan kecerdasan Sheila yang di atas rata-rata, akhirnya terjadi perdebatan panjang antara gadis itu dan asisten Matt yang menjelaskan tentang pernikahan paksa ini.

Sedangkan di sisi lain, Kaisar sudah duduk rapi di depan penghulu dan mulai mengucapkan ijab-qobul pernikahan. 

“Bagaimana? Apa pernikahan sudah bisa dimulai?” tanya penghulu pada Kaisar. 

“Silahkan, mempelai wanita sedang tidak enak badan. Jadi biarkan dia istirahat sejenak karena sempat pingsan tadi.” Salah seorang saksi mencoba menjelaskan. 

Penghulu pun percaya karena memang benar, dirinya sempat melihat mempelai wanita yang dibopong oleh beberapa orang menuju kamar. 

Kelelahan adalah faktor utama, dan stress adalah faktor kedua. 

Melihat dari pamor mempelai pria, dirinya tidak mungkin melakukan pemaksaan pada orang lain apalagi perihal sakral seperti pernikahan. 

Penghulu pun mengulurkan tangannya dan memulai acara ijab dengan mempelai prianya. 

“Saudara Kaisar Andelon, Saya nikahkan dan saya kawinkan saudara, dengan mempelai wanita bernama Sheila Arthana dengan maskawin uang tunai seratus juta rupiah dibayar tunai.”

Kaisar pun menjawab dengan lantang, cepat dan tepat qobulnya, "Saya Terima nikah dan kawinnya Sheila Arthana dengan maskawin uang tunai sebesar seratus juta rupiah dibayar tunai.“

“Bagaimana para saksi? Sah?“

“Tidak ....“

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status