Share

6. Adhi VS Tian

Selama di perjalanan, bayangan bayangan menjijikkan itu kembali berputar di kepala Laras. Bagaimana Adhi melindungi Adis dan lebih memilih perempuan itu daripada dirinya.

Tujuh belas tahun rupanya tidak membuat Adhi ingin mempertahankan pernikahan. Dia malah mencari daun muda yang segar untuk dia gerogoti.

Air mata Laras terjatuh saat dia mengingat banyak kenangan yang sudah dia lalui bersama dengan Adhi.

Lelaki itu selalu bersamanya bahkan ketika ia kehilangan ibunya untuk selama-lamanya. Namun, hal itu juga tak cukup untuk membuat Adhi ingin mempertahankan Laras.

"Ras, kamu kenapa?" tanya Tian.

Laras tersadar jika dia sudah menangis, dia mengusap airmatanya dengan kasar lalu menggelengkan kepalanya.

"Duduk di situ, cewek itu udah mau turun," kata Tian.

"Kakak gimana?"

"Aku berdiri, udah biasa."

Tian adalah kakak kelas Laras yang waktu itu sama sekali tidak dia lirik. Malahan, dia sudah menolak mentah-mentah Tian di hari kelulusan lelaki itu.

Laras tak mengerti mengapa dia menolak Tian dan memilih buaya darat si Adhi brengsek. Namun, jika diingat lagi, tak ada kenangan apapun dirinya dengan Tian waktu itu. Tian menyukai Laras karena dirinya cantik, bukan karena dekat dan merasa nyaman.

Diam-diam Laras melirik ke arah Tian yang berdiri tepat di sebelahnya. Dia berpikir, bagaimana jika dia bersama dengan Tian saja.

Jika waktu itu dia tidak bisa membuat kenangan indah dengan Tian. Bagaimana jika mulai dari sekarang saja, barangkali dia dan Tian cocok.

Laras berdiri ketika bus sudah mendekati area halte bus perumahannya. Dia hendak keluar dari kursinya, tapi perempuan di sebelahnya sepertinya kelewat dan harus buru-buru menghentikan bus.

Laras terjatuh ke samping, kedua tangannya tanpa sengaja menyentuh pinggang Tian. Matanya membulat karena terkejut dengan tangannya sendiri yang sudah memegang pinggang bocah lelaki.

"Maaf," kata Laras. "Aku nggak bermaksud, itu ..."

"Iya, nggak apa-apa," balas Tian yang tahu jika Laras jadi salah tingkah.

"Dasar anak remaja, sukanya dadakan kenapa nggak persiapan dari tadi," gerutu Laras sambil membenarkan tasnya.

"Anak remaja? Kamu juga masih remaja, kan?" tanya Tian.

"Oh.. "

Tian menaikkan kedua alisnya.

"Itu sudah mau sampai," kata Laras mengalihkan perhatian Tian. Keduanya pun turun bergantian.

Mata Laras memindai di sekitarnya, barangkali tiba-tiba ada Adhi muncul dari arah yang tidak dia sangka.

Tapi yang jelas Adhi akan marah hebat pada Laras. Dan mungkin dia bisa putus dengan lelaki itu.

Laras tersenyum sendiri.

Ya, putus adalah jalan satu-satunya, dengan begitu aku nggak akan nikah sama dia.

"Kamu nggak takut kalau cowokmu tau kamu pulang sama aku?" tanya Tian. Mereka berdua mulai berjalan menyusuri jalanan yang waktu itu masih belum diaspal.

"Nggak, paling putus," jawab Laras.

Kemudian hening, Laras memilih untuk diam dan tak banyak bicara. Dia hanya akan menjawab jika Tian bertanya kepadanya.

"Kayaknya pacar kamu udah nunggu di rumahmu," kata Tian.

Sontak Laras melihat rumahnya dari arah kejauhan. Motor Adhi ada di depan pintu gerbang rumahnya. Pasti dia langsung ke rumahnya setelah melihat Laras pulang menggunakan bus.

"Kalau begitu, sampai sini aja ya nganternya. Tante bisa pulang sendiri."

"... Ya?"

"Ya?"

"Tante?"

"Tante siapa?"

Tian memiringkan kepalanya. "Kamu tadi nyebut diri kamu tante," kata Tian sambil tertawa. "Kamu kenapa sih Ras, kamu memangnya lucu begini ya."

Wajah Laras memerah, bisa-bisanya dia dibilang lucu oleh anak lelaki berumur 17 tahun.

"Oh itu... "

"Nggak apa-apa, mungkin kamu kemarin baru main sama keponakan kamu," kata Tian.

Sejak kapan Tian sebijak ini? Apakah sejak dulu Tian memang seperti ini? Dewasa? Tidak banyak tingkah? Bahkan usia dia jauh lebih muda dari Adhi. Tapi mengapa Tian terasa begitu berbeda? Dan kenapa waktu itu Laras menolak lelaki baik ini?

"Nah itu dia maksudku," kekeh Laras.

Dia berjalan masuk setelah melambaikan tangannya pada Tian.

Setelah melihat Tian pergi, lalu ia berkata melihat Adhi yang memandangnya dengan wajah yang asam, benar benar membuatnya bodoh karena sudah mau menikah dengan Adhi.

"Kenapa kamu pulang sama cowok itu, Ras?" tanya Adhi. Dia berdiri dari kursinya lalu mendekati Laras.

"Memangnya nggak boleh?"

Adhi mendecakkan lidahnya. "Kamu nggak ngehargain aku, padahal udah jauh-jauh aku jemput kamu. Tau gitu, aku di kampus aja."

"Ya udah di kampus aja, besok lagi nggak perlu dijemput."

"Kamu selingkuh ya?" Tatapan mata Adhi seakan ingin menerkam Laras. Tapi Laras membalasnya dengan tatapan tak kalah tajam.

Bilang selingkuh padahal kamu juga selingkuh dengan daun muda. Adis pasti sekarang masih SD. Bisa-bisanya kamu selingkuh sama anak SD, Adhi?!

"Mau bilang apa, Ras? Bener kan tebakanku, kamu selingkuh sama cowok tadi."

"Nggak ada bukti aku selingkuh sama dia, lagi pula, kita masih pacaran. Kita masih berhak milih yang terbaik."

"Terbaik katamu? Memangnya kamu bisa bahagia dengan cowok miskin itu!"

Mata Laras membulat.

Miskin? Jangan-jangan Laras menolak Tian karena Tian tidak kaya?

"Bisa saja sekarang miskin, tapi kita nggak tau ke depannya gimana, kan!"

"Kamu ini... kamu belain dia?"

"Ah udahlah, aku mau masuk, capek, lapar." Laras melenggang masuk, tapi baru saja dia menyentuh ujung gagang pintu, tangan Adhi mencengkeram lengan laras.

"Kita belum selesai bicara, Ras," geramnya.

"Udah selesai." Laras mengembuskan napasnya dengan kesal.

"Jadi kamu benar benar selingkuh sama dia?"

Laras sudah muak, apalagi harus melihat wajah Adhi.

"Ya, aku selingkuh sama dia, jadi mendingan kita putus."

"Oh, jadi bener tebakanku. Pantesan aja kamu nggak mau pulang sama aku. Malah naik bus desak-desakan sama cowok miskin itu."

"Jangan bilang cowok miskin lagi, toh kamu juga nggak punya apa-apa kalau orangtuamu nggak kaya!"

PLAK!

Mata Laras membulat, rasa panas menjalari pipinya. Untuk pertama kalinya dia yakin jika apa yang sedang terjadi bukanlah mimpi. Terbukti rasa sakit tamparan itu sangat nyata.

Adhi kelabakan, dia hendak menyentuh wajah Laras tapi ditepis oleh perempuan itu.

"Maaf Ras, aku nggak ada maksud nampar kamu, habisnya kamu ..."

"Dasar cowok brengsek, tukang zina," gumam Laras kemudian dia masuk ke rumahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status