Share

5. Tukang Palak

Di sabtu sore, Arfan sudah rapi dengan kaos berkerah yang ia pakai. Dia mamakai jam tangannya sambil keluar dari kamar. Hari ini Arfan akan membawa Kia untuk berbelanja kebutuhannya. Meskipun sedikit memperketat ruang gerak Kia, tapi dia juga paham dengan kebutuhan wanita. Sebisa mungkin Arfan akan membuat Kia disiplin tanpa harus merasa kekurangan.

Arfan mengetuk kamar Kia sebentar. Setelah mendapat sahutan, dia masuk dan bersandar pada pintu. Arfan menghela napas kasar saat melihat Kia yang tampak bermalas-malasan di atas kasur. Di depan gadis itu terdapat laptop dan banyak makanan ringan. Arfan yakin jika stok camilan di dapur sudah habis dan ini saatnya dia kembali berbelanja untuk mengisi kekosongan dapur.

"Apa?" tanya Kia menghentikan film yang ia putar.

Tanpa menjawab, Arfan masuk dan mulai melihat meja rias Kia. Dia memperhatian satu persatu alat kecantikan itu dengan lekat. Setelah itu dia bersandar pada meja dan melipat kedua tangannya di dada. Arfan mulai menatap Kia lagi.

"Mas Arfan kenapa?" tanya Kia bingung.

"Parfum kamu udah mau habis."

Alis Kia terangkat, "Ya terus?"

"Nggak mau beli lagi?"

Mendengar itu Kia langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Dia menatap Arfan dengan mata yang berbinar, "Mas Arfan mau beliin?"

Arfan berdiri tegak dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, "Siap-siap sekarang. Kita ke mall," ucapnya berlalu keluar kamar.

Kia membulatkan matanya dan berteriak senang, "Yes! Yes! Shopping!"

"Cepetan! Saya tunggu 15 menit!" teriak Arfan dari luar.

Mendengar itu Kia dengan cepat meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Dia harus cepat atau kesabaran Arfan akan habis. Kapan lagi pria itu akan berbaik hati seperti ini? Ini saatnya Kia meluapkan napsu belanjanya yang tak bisa tersalurkan akhir-akhir ini.

***

Di dalam pusat perbelanjaan, Kia tampak bersemangat menatap toko-toko favoritnya. Arfan yang melihat itu sedikit merasa bersalah. Sebenarnya dia tidak melarang Kia untuk ke luar rumah, hanya saja gadis itu sering lupa waktu dan membuatnya pusing. Itu yang membuat Arfan sedikit tegas. Namun hal itu justru dianggap sebagai pengekangan oleh Kia sehingga ia beranggapan jika tidak diijinkan keluar selain bersekolah. Padahal itu tidak benar.

"Beli barang yang kamu butuhin dulu," ucap Arfan.

"Baju?" tanya Kia semangat.

Arfan mendengkus, "Yang penting dulu. Kita ke toko buku."

"Hah? Ngapain?!" Kia menatap punggung Arfan yang berjalan menuju toko buku dengan bingung. Untuk apa ia ke toko buku?

Dengan malas Kia mengikuti langkah Arfan yang sudah berada di dalam toko. Pria itu tampak melihat buku-buku bisnis dengan serius, mengabaikan Kia yang terlihat bingung di belakangnya.

"Mas Arfan mau beli buku?" tanya Kia bingung.

Tanpa menjawab Arfan mengambil satu buku dan memberikannya pada Kia, "Kayaknya buku ini cocok buat kamu."

Kia menerima buku tebal itu dengan bingung. Dia mendengkus saat melihat judulnya. Ternyata Arfan masih tetap menyebalkan. Sekarang Kia mulai ragu jika Arfan membawanya ke mall untuk bersenang-senang.

Panduan untuk menghargai waktu dan mengatur waktu.

Kia mengembalikan buku itu dan menatap Arfan tajam, "Jangan aneh-aneh deh. Aku menghargai waktu kok."

"Saya liat kamu cuma rebahan terus dari tadi pagi. Kamu bisa ngelakuin hal yang lebih bermanfaat, baca buku misalnya."

"Hari libur, Mas! Jangan ngadi-ngadi deh."

Arfan tidak menjawab dan kembali berjalan ke tumpukan buku yang sepertinya Kia butuhkan. Tanpa bertanya, Arfan mengambil beberapa buku itu dan membawanya ke kasir.

"Buku ini bagus buat latian sebelum ujian nanti," jelas Arfan pada Kia di belakangnya.

Kia memutar matanya dan mengalihkan pandangannya. Meskipun kesal tapi dia cukup terkejut saat Arfan memperhatikan pendidikannya sampai sedetail itu. Bahkan Kia tidak pernah berpikir untuk membeli buku latihan soal untuk persiapan ujian.

"Beli baju, yuk?" Kia mulai merengek dan meraih lengan Arfan. Mereka sudah keluar dari toko buku dan berniat ke tempat selanjutnya.

"Nggak mau beli tas dulu?" tanya Arfan.

"Boleh, aku mau beli sling-bag," ucap Kia mulai semangat.

Arfan mendengkus mendengar itu, "Tas sekolah Kia, bukan tas main."

Kia melepaskan lengan Arfan dengan kesal, "Males banget deh! Tau gini nggak usah belanja," ucapnya berlalu pergi.

Arfan tersenyum tipis dan mulai menarik kerah kemeja Kia, "Mau ke mana? Toko bajunya ada di sana."

Mendengar itu Kia kembali tersenyum dan mulai menuju toko yang ingin ia kunjungi. Kali ini Arfan akan mengikuti Kia membeli apapun yang ia butuhkan. Meskipun begitu, dia akan tetap memfilter barang yang akan Kia beli.

***

Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya Kia mendapatkan apa yang ia inginkan. Meskipun sedikit diwarnai dengan perdebatan, tapi itu tidak masalah karena saat ini sudah ada tiga kantung belanjaan di tangannya. Mulai dari pakaian, sepatu, hingga kebutuhan untuk wajahnya juga sudah ia beli. Arfan sendiri hanya membawa buku yang ia beli untuk Kia. Sekarang mereka berniat untuk makan malam sebelum kembali ke rumah.

"Tadi dress-nya bagus loh, Mas. Nggak mau balik lagi?" tanya Kia mencoba meluluhkan hati Arfan.

"Enggak, terlalu terbuka."

Kia mendengkus, "Kan bisa dikasih luaran."

"Nggak efektif, mending beli luarannya aja langsung."

Kia membuka mulutnya tidak percaya, "Itu namanya fashion! Jangan samain cewe sama cowo deh. Emang aku Mas Arfan yang bajunya cuma kemeja sama kaos berkerah terus," cibirnya.

Langkah Arfan terhenti saat Kia menarik ujung bajunya pelan. Gadis itu menatapnya dengan pandangan ragu.

"Ada apa?" tanya Arfan,

"Itu—ada yang belum aku beli."

"Apa?"

"Itu," jawan Kia bingung.

"Itu apa Kia?"

"Mending Mas Arfan kasih kartu kreditnya aja deh, biar aku beli sendiri."

Arfan menggeleng tegas, "Enggak, kamu mau beli apa?"

Kia berdecak dan menggaruk lehernya bingung. Dia malu untuk mengatakannya tapi dia memang membutuhkan barang itu sekarang.

"Kalau kamu nggak bilang mana saya tau," ucap Arfan.

Kia menghela napas dan mulai berbicara cepat, "Aku mau beli daleman."

Arfan berdeham dan dengan cepat memberikan sebuah kartu pada Kia. Dia mengambil semua barang belanjaan gadis itu dan berbicara, "Kamu beli sendiri, saya tunggu di restoran." Tanpa banyak bicara, Arfan langsung bergegas pergi.

Kia menatap kartu di tangannya dengan mata yang berbinar. Dia mengepalkan kedua tangannya senang, "Yes! Beli dress juga," ucapnya kembali ke toko baju sebelum dia membeli pakaian dalamnya nanti.

***

Kia memasuki rumah dengan bersenandung. Hatinya sedang berbunga-bunga hari ini karena Arfan mau membelikan semua barang-barang yang ia inginkan. Meskipun diiringi dengan perdebatan di setiap barangnya, tapi akhirnya Kia yang menang. Dia pintar untuk mencari celah agar Arfan menuruti permintaannya.

Di belakangnya, Arfan tampak membawa kantong plastik yang berisi kebutuhan dapur. Sebelum pulang, mereka mampir ke supermarket dan lagi-lagi Kia memanfaatkan itu untuk membeli makanan ringan yang ia inginkan. Jika untuk makanan, Arfan tidak banyak protes. Dengan makanan, Kia akan semakin betah berada di rumah.

"Wah, banyak banget belanjanya, Mas." Mbok Sum datang setelah membantu membawa sisa kantong belanjaan yang tidak bisa Arfan bawa.

"Makanannya Kia," jawab Arfan singkat.

Mbok Sum tersenyum saat melihat Kia yang dengan semangat membongkar belanjaannya di sofa. Dia bersyukur jika gadis itu terlihat bahagia hari ini. Meskipun sedikit nakal, tapi Mbok Sum sangat menyayangi Kia. Bersyukur jika Arfan juga memperlakukan gadis itu dengan baik selama ini. Meskipun dengan sedikit ketegasan tapi Mbok Sum tahu jika itu semua demi kebaikan Kia.

"Mbok, ini uang belanja buat minggu depan. Saya nggak tau bahan apa aja yang habis tadi, nanti Mbok Sum beli sendiri ya?"

"Iya, Mas. Siap!"

Kia yang melihat itu berjalan cepat menghampiri Arfan dan mengulurkan tangannya, "Uang buat aku mana?"

Arfan menatap tangan Kia dan menggeleng, "Jatah kamu tetep per-hari, jadi tunggu aja besok."

"Ih, nyebelin banget sih! Nanti kalau aku mau beli sesuatu gimana?" tanya Kia kesal.

"Tinggal bilang sama saya." Arfan menepuk pelan kepala Kia sebelum berlalu menaiki tangga.

Kia menatap punggung Arfan dengan tajam. Dia memukul udara dengan gemas membayangkan jika wajah Arfan yang ia pukul dan remas.

Mbok Sum meringis melihat itu. Dia menatap uang di tangannya dan Kia bergantin, "Mbak Kia mau uang jajan? Ini bisa ambil dari uang dapur. Seratus aja ya biar Mas Arfan nggak curiga."

Kia mematap Mnok Sum nanar dan menggeleng, "Nggak usah, Mbok. Buat dapur aja."

Kia membawa semua belanjaannya ke kamar. Meskipun tidak mendapat jatah uang tapi setidaknya dia mendapatkan barang yang ia mau selama ini. Entah berapa banyak uang yang Arfan keluarkan untuknya hari ini, Kia tidak peduli. Toh uang yang dimiliki Arfan sekarang juga karena kebaikan ayahnya.

***

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status