Amora harus menelan pil pahit menggantikan adik tirinya menikah dengan Aiden Reficco—sosok pria yang tak dia kenali. Semua bermula dari perjanjian kakek dan nenek mereka, perjodohan harus terjadi. Bayangan memiliki keluarga harmonis dan hidup bahagia dengan pria yang dicintai langsung lenyap di kala Amora dipaksa menjadi seorang pengantin pengganti. Aiden yang menerima perjodohan awalnya bahagia pengantinnya melarikan diri. Namun di kala Aiden mendengar kakak tiri dari calon pengantinnya menggantikan, membuatnya sangat marah dan membenci Amora. Sejak awal, Aiden tak pernah menginginkan perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya. Amora sosok yang lemah lembut dan baik, sedangkan Aiden sosok yang dingin dan kejam. Dua manusia yang berbeda sifat ini dipersatukan dengan cara terpaksa. Lantas, bagaimana kelanjutan kisah mereka? Terlebih mereka tak saling mengenal. *** Follow me on Ig: abigail_kusuma95
Lihat lebih banyakAmora tersentak hampir terjatuh dari tangga. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena Aiden memeluk pinggangnya. Sesaat, mata mereka saling beradu pandang. Wanita berparas cantik itu menatap dalam manik mata cokelat gelap Aiden.Iris mata Aiden begitu dingin, tajam dan menusuk, tapi entah kenapa mampu membuat Amora hanyut serta tenggelam melihat iris mata pria itu. Bahkan Amora sampai tak sadar sejak tadi dirinya tak lepas menatap Aiden dengan tatapan penuh arti khusus. Meskipun tatapan itu tajam, seolah membawa keindahan dan kesejukan di hati Amora.“Bisakah kau berhati-hati?!” seru Aiden dengan nada geraman kesal, karena kecerobohan yang Amora lakukan.Amora tersentak mendengar ucapan tajam yang lolos dari bibir Aiden. Pun dia menyadari posisinya dengan pria itu sangat intim dan dekat. Buru-buru, Amora menjauh dari Aiden, tapi sebelumnya tentu Aiden sudah membenarkan posisi berdiri Amora agar aman.Amora sedikit menunduk. “M-maafkan aku, Aiden. Maaf, aku sudah ceroboh.”Ai
Gerak Aiden terhenti mendengar apa yang ditanyakan oleh Amora. Pria tampan itu kini memberikan tatapan semakin dingin di balik aura tegasnya pada Amora. Hal yang selalu dia tak suka adalah Amora kerap menanyakan hal-hal yang menurutnya tidak perlu.“Aku rasa pertanyaanmu tidak perlu aku jawab,” ucap Aiden seraya mendorong tubuh Amora, masuk ke dalam mobil, memaksa wanita itu.Amora sedikit tersentak di kala Aiden memaksanya masuk ke dalam mobil. Dia berusaha kembali bersuara, tapi sayangnya lidahnya langsung kelu di kala Aiden memasangkan seat belt untuknya. Tiba-tiba saja Amora merasakan jantungnya berdebar tak karuan, seakan ingin loncat dari tempatnya.Saat Amora sudah duduk di dalam mobil, dan sudah memakai seat belt—Aiden masuk ke dalam mobil. Pria tampan itu melajukan mobilnya meninggalkan halaman parkir restoran.Keheningan membentang dari dalam mobil. Belum ada suara apa pun, karena Amora sejak tadi takut untuk mengeluarkan suara. Sementara Aiden fokus melajukan mobilnya—denga
Kata-kata sarkas Aiden, membuat Nalani bungkam dengan raut wajah yang menunjukkan jelas keterkejutan bercampur dengan emosi. Aiden menghina dan menyindirnya secara terang-terangan. Tak hanya Nalani saja yang bungkam terkejut, tapi Amora juga sama. Bahkan Amora tak mengira Aiden akan mengatakan hal seperti itu pada Nalani.Amora ingat pertama kali dia melihat Aiden mengobrol akrab dengan Nalani di pesta ulang tahun Richard. Pria itu mengabaikannya demi berbincang akrab dengan Nalani. Namun, kenapa sekarang malah Aiden menyerang Nalani secara personal? Menyerang dalam arti melontarkan kata-kata kejam. Wait! Apa semua ini Aiden lakukan, karena membela dirinya yang selalu dihina Nalani? Jutaan pertanyaan muncul di dalam benak Amora. Napas Nalani seakan panas mendengar kata-kata pedas dari Aiden Reficco. Tidak pernah dia sangka Aiden akan mengatakan hal seperti itu padanya. Tampak kilat matanya menajam. Rahang mengetat menahan emosi, dan tangannya menekan pisau dan garpu yang dia pegang.
Amora tak mengerti ke mana Aiden akan membawanya. Sekarang dia membiarkan make-up artist yang diminta Aiden datang, merias wajahnya. Dalam benak Amora, mungkin saja Aiden membawanya ke pesta. Namun, entah pesta apa. Pria itu benar-benar misterius tidak bilang apa pun padanya.“Perfect,” ucap sang make-up artist memuji kecantikan Amora.Amora tersenyum menatap dirinya ke cermin. “Apa ini tidak berlebihan?”“Tidak berlebihan sama sekali, Nona. Anda sangat cantik,” jawab sang make-up artist tulus memuji kecantikan Amora.Amora kembali tersenyum lembut. “Terima kasih.”“Mari saya antar untuk menemui Tuan Reficco. Beliau sudah menunggu Anda,” ucap sang make-up artist sopan.Amora mengangguk paruh merespon ucapan sang make-up artist. Dia melangkah keluar dari kamar bersama dengan sang make-up artist. Jauh dari dalam lubuk hati Amora terdalam, dia sangat malu. Penampilannya kali ini menurutnya sangat berlebihan.Aiden duduk di sofa ruang tengah menunggu Amora muncul. Pria tampan itu berkuta
Kondisi kaki Amora sudah membaik. Luka sudah mulai mengering. Dia tidak lagi meraskana sakit seperti sebelumnya. Pun masalah kasus tabrak lari tidak dia permasalahkan. Dia ingin hidupnya tenang dan damai tanpa ada masalah.“Selamat pagi, Nyonya Amaora,” sapa sang pelayan pada Amora yang melangkah keluar dari kamar.“Selamat pagi.” Amora tersenyum merespon sang pelayan.“Nyonya, saya ingin menyampaikan pesan Tuan Aiden untuk Anda.”“Pesan Aiden? Pesan apa?”“Tuan Aiden berpesan, meminta Anda jangan pergi ke toko bunga Anda.”Kening Amora mengerut dalam. “Kenapa aku tidak boleh datang ke toko bungaku? Kakiku sudah baik-baik saja. Aku sudah berjalan normal.”Sang pelayan menunduk. “Nyonya, sebentar lagi akan ada tamu yang datang.”“Tamu? Tamu siapa?”“Saya kurang tahu, Nyonya.”Amora mendesah panjang. “Tapi aku bosan jika di rumah saja. Aku ingin pergi ke toko bungaku.”“Apa kau tuli? Pelayan sudah mengatakan kau tidak usah pergi ke toko bungamu!” seru Aiden menginterupsi percakapan Amor
“Maaf.” Secara spontan, Amora mengeluarkan kata maaf. Dia tak bermaksud mendengar percakapan dari ayah dan ibu tirinya. Dia mundur beberapa langkah ke belakang seraya menyeka air matanya.Sebutan ‘Anak Pelacur’ sudah sering Amora dengar. Ini bukan pertama kali. Dia memang selalu dianggap seperti sampah oleh keluarganya sendiri. Tujuannya datang untuk menanyakan kabar keluarganya, tapi sepertinya itu hanya sia-sia. Sebab yang keluarganya utamakan pasti Trice, bukan dirinya.“Oh, kau di sini rupanya?” Fiona tersenyum sinis menatap Amora. “Bagaimana menikah dengan pria yang tidak normal? Enak, kan? Kau bisa menikmati hartanya, tanpa harus melayaninya.”Raut wajah Amora berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Fiona. “Apa maksudmu?” tanyanya yang tak mengerti ucapan dari ibu tirinya.“Fiona, cukup! Kau jangan menambah masalah baru!” Nolan memijat keningnya, pusing dengan tingkah istrinya.Tatapan mata Fiona menyalang tajam menatap Nolan. “Kau membela anak harammu?!”“Fiona, masalah kita
Pelupuk mata Amora bergerak-gerak, perlahan kedua mata indahnya terbuka—bersamaan dengan sinar matahari yang menembus sela-sela jendela kamarnya dan menyentuh wajah mulus Amora. Kening wanita itu mengerut, melihat dirinya berada di dalam kamarnya. Tatapan Amora mengendar sebentar, merasa ada yang aneh. Kepingan memorinya satu persatu mulai ingat bahwa dirinya sedang berada di ruang tengah, membaca sebuah novel. Namun, kenapa dirinya sekarang berada di kamar? Siapa yang memindahkannya? Rasanya tak mungkin pelayan yang membopongnya memindahkannya ke kamar.Aiden! Secara spontanitas benak Amora langsung yakin bahwa Aiden yang pasti menggendongnya. Dia bahkan tak tahu kapan Aiden pulang ke rumah. Yang dia ingat Aiden mengatakan akan pulang terlambat.Amora menatap ke jam dinding, waktu menunjukkan pukul sembilan pagi. Seketika itu juga, mata Amora melebar terkejut. Dia tak mengira akan bangun siang. Padahal biasanya jam enam atau jam tujuh dirinya sudah bangun.Amora segera menyibak sel
Amora tidak memiliki pilihan lain di kala Aiden mengajaknya untuk ke Hong Kong. Padahal sebenarnya dia ingin menolak ajakan Aiden. Namun, mana mungkin dia bisa menolak. Wanita itu selalu tak memiliki pilihan jika Aiden sudah menentukan apa yang diinginkan oleh pria itu. “Aku akan pulang malam. Ada meeting penting yang harus aku hadiri. Kau tidak usah ke toko bunga. Kakimu masih sakit,” ucap Aiden dingin seraya memakaikan dasi di lehernya.Amora mengerjapkan mata beberapa kali. “Kakiku baik-baik saja, Aiden. Aku tidak terluka parah. Tulangku juga tidak patah. Aku bisa berjalan. Biarkan aku ke toko. Aku bosan di rumah.”Tatapan Aiden terhunus dingin pada Amora, membuat wanita itu menciut ketakutan. “Jadi, kau berharap tulang kakimu patah dulu baru kau tidak datang ke toko bungamu?!” Nada bicara pria itu cukup tinggi—membuat bahu Amora bergetar ketautan.Amora menelan salivanya susah payah. “A-aku hanya bosan saja di rumah, Aiden. Jika aku menjaga toko, aku bisa memiliki aktivitas.”
Gelegar petir membelah langit gelap. Hujan turun begitu deras di kota Manhattan. Aiden yang masih berada di kantor, tiba-tiba saja memikirkan tentang Amora. Wanita itu sering menggunakan transportasi umum. Pun jika dia meminta sopir untuk menjemput Amora, bisa saja kejadian ban bocor kembali terulang seperti tadi pagi.Suara ketukan pintu terdengar …“Masuk!” titah Aiden tegas.Colby masuk ke dalam ruang kerja Aiden. “Selamat sore, Tuan. Maaf mengganggu Anda. Tapi di luar hujan, meeting sore ini dibatalkan. Apa Anda berniat untuk langsung pulang saja?”“Kau tahu alamat toko bunga Amora?” Aiden tak mengindahkan ucapan Colby, yang dia tanyakan malah alamat toko bunga Amora.“Toko bunga Nyonya Amora, Tuan?” ulang Colby memastikan seraya menggaruk kepalanya tidak gatal.Aiden mengangguk. “Iya! Kau tahu atau tidak?!”“Hm, yang saya dengar dari sopir toko bunga Nyonya Amora terletak di Brooklyn,” jawab Colby sedikit gugup.Aiden bangkit berdiri menyambar kunci mobil dan dompetnya. “Kirimkan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.