Share

Bab 2. Tidur Terpisah

“Tidurlah di ranjang, aku akan tidur di sofa.”

Suara berat Aiden begitu menusuk ke indra pendengaran Amora. Pasangan yang baru saja menikah itu, masuk ke dalam kamar pengantin mereka. Tampak jelas kegugupan dan ketakutan di wajah Amora, sedangkan Aiden menunjukkan aura arogan dan amarah tertahan.

Amora menatap Aiden dengan tatapan bingung. “Kita tidur terpisah?” 

“Kau pikir aku mau tidur denganmu?” seru Aiden dengan nada dingin dan sorot mata tajam.

Amora menggigit bibir bawahnya. “T-tapi b-bukankah kita sudah menjadi suami istri?”

Rangkaian resepsi mewah telah selesai. Amora dan Aiden berada di kamar pengantin mereka. Tentu malam pertama adalah hal yang ditakutkan oleh Amora. Namun, Aiden tiba-tiba mengatakan mereka tidur secara terpisah. Hal tersebut membuat Amora senang bercampur dengan kebingungan. 

Aiden melangkah mendekat ke arah Amora. Refleks, wanita itu melangkah mundur hingga punggungnya terbentur ke dinding. Aiden mengungkung tubuh Amora, membuat wanita itu gelagapan dan tak bisa berkutik. Aiden memiliki tubuh tinggi, tegap, dan gagah, sedangkan Amora memiliki tubuh yang langsing dan tidak terlalu tinggi. Tubuh mungil Amora bisa tertutup penuh dengan tubuh Aiden.

“A-Aiden, a-apa yang mau kau lakukan?” tanya Amora gelagapan, dan gugup.

Aiden menatap dingin Amora. “Kau pikir aku akan mau menyentuhmu?” Pria tampan itu berdecih sambil berkata tajam, “Jangan mimpi! Pernikahan kita hanya status!”

Amora menelan salivanya susah payah. “J-jadi b-benar m-malam ini kita tidur terpisah?” tanyanya tak percaya. Dalam benak Amora, malam ini dia harus merelakan keperawanannya pada pria yang tidak pernah dia cintai. Namun jika tidur terpisah, maka Amora akan selamat dari ketakutannya.

“Kau tidak tuli, kan?! Aku bilang kau tidur di ranjang! Aku akan tidur di sofa!” seru Aiden menegaskan. “Jika di luar tidak ada keluarga kita, aku sudah memesan satu kamar hotel lagi untukku!”

Amora hanya bisa mengangguk. “B-baik, A-Aiden.”

Aiden mengembuskan napas kasar, mengatur emosinya. “Gantilah gaunmu! Kau mau tidur dengan gaun pengantin?!”

Amora menundukkan kepalanya, menatap tubuhnya masih memakai gaun pengantin. Benar apa yang dikatakan Aiden. Tidak mungkin dia tidur mengenakan gaun pengantin seperti ini. Detik selanjutnya, Amora melangkah pelan menuju kamar mandi, sedangkan Aiden memilih keluar sebentar membiarkan Amora mengganti pakaiannya.

Tak selang lama, setelah Amora membersihkan tubuhnya, dia memakai bathrobe dan membuka koper yang dibawakan pelayan. Namun seketika betapa terkejutnya Amora melihat isi koper itu adalah gaun tidur tipis dan seksi, bahkan bisa dikatakan jika ada wanita yang memakainya sama saja dengan telanjang.

“Ya Tuhan, pakaian macam apa ini?” seru Amora terkejut seraya menyentuh lingerie berwarna merah terang transparan.

Ceklek!

Pintu masuk terbuka. Aiden yang di luar mendengar suara jeritan Amora.

“Ada apa?” tanya Aiden sambil melangkah mendekat ke arah Amora.

Amora malu di kala Aiden ada di hadapannya. “Hem, i-ini—” Lidahnya kelu tidak bisa menjawab.

Menunggu jawaban Amora terlalu lama, Aiden melihat sendiri koper yang dibawakan pelayan untuk Amora, ternyata berisikan lingerie seksi. Tampak Aiden berdecak. Pria tampan itu tahu siapa ulah semua ini. Pasti orang tuanya yang sudah menyiapkan. 

Tanpa banyak bicara, Aideen mengambil piyamanya yang ada di dalam koper, dan melemparkan pada Amora. “Pakailah piyamaku.”

Amora terkesiap menangkap piyama Aiden. “A-aku memakai piyamamu?”

“Kau ingin memakai baju kekurangan bahan itu?!”

“Eh, t-tidak, Aiden. A-aku tidak mau.”

“Cepat kau ganti pakaianmu, lalu istirahat! Ini sudah malam.”

Amora mengangguk cepat, dan langsung menuju ke kamar mandi. Akan tetapi, sialnya kepala Amora menubruk dada bidang Aiden, hingga membuatnya mengaduh kesakitan. 

“Gunakan matamu kalau jalan!” seru Aiden mengingatkan tegas.

Amora menggigit bibir bawahnya. “M-maafkan aku, Aiden. A-aku tidak sengaja.”

Aiden tak merespon, dia memilih untuk duduk di sofa, sedangkan Amora berjalan cepat menuju kamar mandi. Beruntung Aiden meminjamkan piyama padanya. Jika tidak pasti Amora tidur menggunakan bathrobe.

Setelan piyama tampak besar di tubuh Amora. Wanita itu sedikit menunduk di kala Aiden menatapnya. Tinggi tubuh Amora hanya sedada Aiden. Jadi wajar jika piyama pria itu berukuran tampak besar di tubuh Amora.

“Matikan lampu. Aku tidak bisa tidur dalam keadaan lampu nyala,” ucap Aiden dengan nada dingin.

Jemari Amora saling menaut gelisah. “A-Aiden, boleh tidak lampu dinyalakan saja. A-aku takut kalau tidur dalam keadaan lampu gelap.”

Amora menunjukkan jelas kegelisahan di wajahnya. Wanita itu takut tidur dalam keadaan gelap. Tampak sorot mata Aiden melihat jelas kecemasan di wajah Amora, tapi pria itu sama sekali tak peduli.

Aiden menatap tajam Amora. “Jika kau takut, kau tidur saja di lorong hotel. Di sana lampu terang!”

Amora menelan salivanya susah payah mendengar jawaban Aiden. Mau tak mau, wanita itu mengikuti keinginan Aiden untuk mematikan lampu. Dia menahan kuat rasa takutnya untuk berbaring di ranjang.

***

Amora terbangun ketika sinar matahari mengintip masuk ke sela-sela jendela kamarnya. Perlahan-lahan matanya berusaha mengendarkan pandangan ke penjuru ruangan. Dalam hitungan detik, Amora mengingat pernikahan kilatnya yang dipaksa oleh ayahnya. Dia menghela napas gelisah. Tatapannya teralih ke sofa—di mana Aiden tidur. Namun di sana Aiden sudah tidak ada. Ke mana Aiden? Benak Amora bertanya-tanya.

Amora menyibak selimut, turun dari ranjang, dan berbalik menuju kamar mandi. Akan tetapi sialnya dia tersandung selimut. Aiden yang baru saja keluar dari kamar mandi dan masih memakai handuk yang melilit di pinggangnya—tak sengaja menangkap tubuh Amora.

Keseimbangan Aiden tidak terjaga. Mereka jatuh bersamaan dalam keadaan Amora berada di atas tubuh Aiden. Sontak Amora terkejut ditambah Aiden bertelanjang dada hanya memakai handuk saja.

“Aiden, k-kenapa kau tidak pakai baju?” Amora langsung menutup mata menggunakan kedua tangannya.

Aiden berdecak kesal mendapatkan pertanyaan bodoh Amora. Dia menyingirkan kasar tubuh Amora ke samping, lalu bangkit berdiri. “Aku baru selesai mandi!” Aiden menatap Amora dengan tatapan tak bisa diartikan, “Apa kau berpikir aku mandi mengenakan pakaian?!”

Amora meringis malu dan perlahan-lahan mulai berdiri sambil menunduk. “M-maaf, Aiden. A-aku tadi tersandung.”

Aiden mengembuskan napas kasar. “Ada dress di dalam paper bag di sofa, kau ambil dan segera pakai itu setelah kau membersihkan tubuhmu. Kita harus pulang. Aku tidak betah lama-lama di hotel.”

“Kita pulang ke mana, Aiden?” tanya Amora polos masih menunduk.

“Kau masih tanya setelah kemarin kau sudah resmi menjadi istriku?!” seru Aiden kesal.

Amora memasang wajah bingung. “Barang-barangku ada di rumah ayahku. Aku harus pulang dulu untuk mengambil barang-barangku.”

“Kau bisa mengambil barangmu besok. Di rumahku ada pakaian yang bisa kau pakai.”

“T-tapi pakaiannya tidak seksi, kan?”

Mata Aiden mendelik tajam. “Kau pikir aku nafsu padamu?! Sekalipun kau telanjang di depanku, aku tidak tertarik padamu! Cepat sana kau mandi dan ganti pakaianmu! Kau tidak mungkin kan terus menerus memakai piyama tidur?!”

Amora mengangguk cepat takut dimarahi Aiden lagi. Dia tetap menunduk, buru-buru mengambil paper bag, dan berlari kecil menuju kamar mandi. Tampak Aiden mengembuskan napas kasar.

“Wanita ini membuatku gila.”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Anne
apakah amora wanita yg gagap ? rasanya kurang sreg dia ngomong tergagap terus
goodnovel comment avatar
Ayu Sri
emang gak ada lampu tidur ya dikmar hotel......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status