"Ya, kau benar Rey. Tentu saja selain membuat dia bangkrut, putri kesayangannya adalah sasaran empukku untuk membalaskan dendam," ucap Kevan dengan seringai di bibirnya. Reygan mengangguk, memang sudah sepantasnya paman dari bosnya yang tak lain sahabatnya itu, harus di berikan pelajaran yang setimpal. Ia tidak hanya membuat wajah Kevan cacat, tetapi juga hampir menghilangkan nyawanya. Ia sendiri tahu, jika Kevan adalah sosok yang terlihat baik tetapi aslinya ia akan begitu kejam dan sadis. Reygan sudah membersamai Kevan, sejak mereka masih kecil dahulu. "Setelah melenyapkan para tikus itu. Aku bisa fokus terhadap istri kecilku, kau tahu Rey. Aku sangat senang kala melihat wajahnya begitu ketakutan kala menatapku. Tapi, dia mencoba menutupi ketakutannya dengan sikapnya yang terkadang sedikit ketus kepadaku." Kevan berbicara seraya tersenyum kecil, Rey memperhatikan sahabatnya itu dari kaca spion mobilnya. Senyuman yang baru kembali datan
"Katakan! Hukuman seperti apa yang kau inginkan paman?! Dengan senang hati, aku akan mengabulkannya," desis Kevan dengan seringai di bibirnya. Pria yang di panggil paman seketika mematung, kala mendengar ucapan keponakannya. Apalagi Angelina, ia langsung menciut ketika melihat raut wajah Kevan. Angelina ingin sekali berlari dari dalam ruangan Kevan, sebab ia tahu dirinya berserta sang ayah tidak akan begitu saja di lepaskan. Apalagi Angelina melihat kemarahan di dalam binar mata Kevan. "Cukup sudah! Rey, panggilkan anak buah kita, dan seret mereka berdua. Bawa ke markas, dan malam ini juga kita akan membereskan hama kecil ini," tukas Kevan dengan seringai yang menakutkan. Tanpa pikir panjang, Angelina segera berlari. Berharap jika ia akan lepas, masa bodoh dengan ayahnya. Namun, baru saja ia akan berlari pintu di buka. Beberapa orang pria berbadan besar masuk, menghadang pergerakan Angelina. "Mau lari kemana, Nona?!
"Sekarang giliranmu, Perempuan Jalang!" seru Kevan. Mata lelaki itu terlihat memerah, rahangnya mengeras, bahkan tangannya mengepal. Hingga buku-buku tangan Kevan terlihat memutih. Kevan terlihat sangat emosional. Kemarahan sudah menguasai lelaki tampan itu. Reygan masih setia berdiri di belakang tubuh Kevan. Kepala pria yang di tebas oleh Kevan masih berada di lantai. Bau anyir menyeruak, menusuk hidung. Membuat Angelina seketika mual, ia ingin muntah tetapi Angelina menahannya. Wanita muda itu menatap nanar pada mayat yang ada di sampingnya. "Ayah, aku tidak menyangka jika Kevan akan sangat kejam seperti ini. Andai saja, kita tidak terlalu terobsesi dengan harta yang ia miliki. Mungkin saat ini, kau masih berada denganku, setelah ini nasibku akan di tentukan oleh Kevan. Jika aku boleh meminta, aku lebih baik langsung mati. Daripada harus hidup dalam siksaan lelaki psikopat itu," monolog Angelina. Kevan menyeringai
"Karena aku membencimu. " Deg Angelina mematung, ia menatap tidak percaya. Tadinya Angelina berpikir jika Kevan benar-benar masih mencintainya. Pantas saja, sikap lelaki itu berubah, dingin dan juga datar padanya. Kevan menyeringai, saat ini di dalam hati dan pikirannya adalah istrinya. Wanita yang sudah dengan rela mengorbankan masa depannya demi menikah dengan dirinya pria cacat. "Baiklah, sudah saatnya kau menemui ayahmu. Sampaikan salamku padanya, dan aku harap kalian segera bertemu di neraka," desis Kevan. Kevan pun mengambil sebuah samurai. Samurai panjang dengan ujungnya yang tajam. Samurai itu tampak mengkilap, membuat mata Angelina sakit. Cetas Kevan mengarahkan Samurai tersebut ke arah lengan kanan Angelina. Membuat lengan itu seketika putus, darah langsung mengalir membasahi lantai. Jasad pria paruh baya itu bahkan masih tergeletak di ruangan itu. Bau anyir pun semakin menyeruak kuat, menusuk hidung. Membuat
"Cantik," gumam Kevan lantas lelaki itu pun beranjak dan membersihkan diri. Sejak hari ini, Kevan sudah memutuskan jika mereka akan tidur satu kamar. Kevan ingin memperbaiki semuanya sebelum semuanya terlambat. Beberapa menit kemudian, lelaki tampan itu pun sudah berganti pakaian, ia menatap baju yang masih di pakai sang istri. Ingin rasanya Kevan menggantikan baju itu, tetapi ia takut jika nanti Arancia akan marah padanya. Dengan perlahan, Kevan menaiki ranjangnya sangat perlahan ia takut membangunkan Arancia yang sudah terlelap dalam tidurnya. Kevan membuka topeng yang tengah ia pakai. "Selamat malam, dan selamat tidur," gumam Kevan seraya mencium pelipis Arancia. Perlahan Kevan menelusupkan kedua tangannya, lalu menarik Arancia merapat. Memeluk tubuh kurus nan ringkih itu. ********** Pagi menjelang, sinar matahari menelusup memasuki jendela kamar Kevan. Arancia yang tengah terlelap tidur pun terganggu, ia membuka sediki
"Maukah kamu menjadi istri dan ibu dari anak-anakku? Memulai semuanya dari awal, memperbaiki kesalahan yang sudah aku perbuat kepadamu." Kevan sudah menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya. Arancia hanya mendengarkan saja, karena ia sendiri masih bingung. Semua terlalu mendadak. Ia yang tadinya akan meminta cerai pada Kevan seketika mengurungkan niatnya. Melihat kesungguhan lelaki itu membuat Arancia seketika gamang dan juga bingung. Kevan tahu jika istrinya kebingungan, lantas ia meraih tangan Arancia. Dan mengenggamnya dengan tangan besarnya. "Kita mulai dari awal ya, mau 'kan?" tanya Kevan penuh harap. Melihat binar mata Kevan mau tidak mau membuat Arancia mengangguk meskipun samar. Kevan begitu senang, sehingga secara tidak sadar ia memeluk tubuh sang istri. "Mmm, maaf tuan. Bolehkah saya membersihkan diri? Rasanya tidak nyaman," lirih Arancia. Kevan tersenyum, lalu melepaskan rengkuhan tangannya. Arancia langsung tur
Kevan melepaskan pagutan pada bibir Arancia. Wajah gadis itu sudah memerah hingga ke telinga. Kevan terkekeh, Arancia menyembunyikan wajahnya di dalam dada bidang Kevan. "Kenapa, Sayang?"tanya Kevan. "Malu," cicit Arancia. Siapa sangka perubahan sikap Kevan akan sedrastis saat ini. Ia yang bersikap datar dan dingin kini berubah lebih baik dan juga hangat. Bahkan terkesan mesum, membuat Arancia malu sendiri melihat kelakuan pria tampan itu. Kevan terkekeh, ia sangat suka melihat wajah istrinya yang memerah itu . Arancia masih berada di atas pangkuan sang suami,sesekali ia bergerak tak nyaman karena merasakan sesuatu yang mengganjal di sela selangkangannya. Kevan menggeram kala sang adik kecil tertekan oleh pantat Arancia. "Shh, Sayang. Jangan terlalu banyak bergerak. Ough," ringis Kevan. Arancia semakin tidak nyaman kala melihat wajah Kevan yang semakin memerah. Seolah pria itu tengah menahan amarahnya padahal kenyataannya, lelaki itu tengah menahan gai
Kevan menggulingkan tubuh kekarnya di samping Arancia. Nafas keduanya terdengar masih memburu. Kevan meraih tubuh mungil Arancia dan memeluknya seraya mencium kening sang istri begitu lama. "Terima kasih, Sayang. Karena kamu telah menjaganya, dan aku adalah orang pertama yang menyentuhmu. Terima kasih,dan tolong maafkan atas semua kesalahanku,izinkan aku menebus semuanya." Kevan mengeratkan pelukannya, sesekali ia mengecup bahu polos Arancia, membuat wanita yang sudah tidak gadis lagi itu merasa geli. Bukannya berhenti Kevan malah semakin melancarkan aksinya. Membuat sesuatu yang sudah tertidur kembali terbangun. "Yang, dia kembali bangun." Suara Kevan terdengar begitu serak dan juga bergairah. Padahal keduanya baru saja menyelesaikan aktivitas mengenakan itu, kini Kevan ingin kembali mengulanginya. "Yang, bolehkah?" pinta Kevan. Arancia menghela nafasnya lelah, mau tidak mau ia harus menuruti kemauan sang suami. Dan hari itu, en