Share

Bibit-bibit Pemberontakan

Negeri Antakara berkabung dengan wafatnya Raja Arkha, rakyat hanya tahu bahwa sang Raja wafat karena penyakit yang langka.

Pangeran Khandra sebagai Kakak Raja diangkat sebagai gantinya, tetapi karena cacat fisiknya maka Pangeran Bhanu Baskara, sang Putra Mahkota, akan menggantikannya disaat umur beliau dianggap cukup dewasa. Saat ini Pangeran Bhanu baru berumur 10 tahun.

Selain itu di negeri Antakara ini ada sebuah jabatan baru yaitu Penasihat Raja, yang saat ini dijabat oleh Bagaskoro mantan panglima pasukan kerajaan Antakara pada era Raja Pramadana. Sebetulnya rakyat tidak begitu suka dengan Bagaskoro, tindakannya yang semena-mena pada rakyat yang tidak bisa membayar pajak, sudah jauh dari kata adil apalagi bijaksana. Rakyat khawatir sebagai Penasihat Raja, Bagaskoro akan mempengaruhi Raja untuk mengeluarkan peraturan-peraturan yang memberatkan rakyat kecil.

Begitulah, seperti kata pepatah, sepandai-pandainya orang menyimpan bangkai, bau busuknya akan tercium juga.

Desas-desus mulai beredar keluar dari istana bahwa Raja Arkha mati dibunuh oleh persekongkolan antara Bagaskoro dan Pangeran Khandra. Sejumlah orang yang merupakan pengikut setia Raja Arkha mulai bertanya-tanya, di manakah Pangeran Bayu dan Permaisuri Safira saat ini, pihak istana hanya mengumumkan bahwa Permaisuri dan Pangeran Bayu tertular penyakit Raja Arkha, sehingga harus diungsikan.

Para pengikut setia Raja Arkha ini mulai menyelidiki keberadaan Permaisuri dan Pangeran Bayu melalui seorang menteri yang mengurusi kesejahteraan rakyat, yaitu Menteri Supala. Beliau menjabat sejak era Raja Pramadana, sangat disukai dan dihormati oleh rakyat. Karena selain perhatian terhadap nasib rakyat kecil, Menteri Supala juga memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi. Ilmu ‘Badai Petir Pelindung Negeri’ merupakan warisan leluhurnya yang merupakan pengabdi setia pada Raja Antakara.

Konon kabarnya sejak Raja Martinus yang dianggap sebagai jelmaan naga mendirikan kerajaan Antakara, leluhur Menteri Supala sudah bahu membahu menaklukkan suku-suku liar yang ada di sekitar itu.

Selama ini proses pergantian kekuasaan di negeri Antakara berjalan dengan lancar. Raja Antakara secara turun temurun memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi berasal dari ‘Kitab Bumi’, karena itulah serangan dari luar maupun pemberontakan dari dalam selalu dapat dipadamkan dengan cepat.

Tapi saat ini Menteri Supala merasa sangat aneh dengan tewasnya Raja Arkha yang mendadak dan hilangnya Permaisuri serta Pangeran Bayu. Dia juga mengkhawatirkan keberadaan Kitab Bumi yang menjadi harta pusaka negeri Antakara. Raja Khandra saat ini jelas tidak menguasai ilmu yang ada dalam Kitab Bumi, lalu jatuh ke tangan siapakah Kitab Bumi sekarang. Dia khawatir bila Kitab Bumi jatuh ke tangan orang yang memiliki sifat angkara murka maka akan terjadi malapetaka hebat di kemudian hari.

Karena kekhawatirannya itulah Menteri Supala memulai penyelidikannya. Dia mulai mencari informasi dari pasukan pengawal Raja, ternyata pasukan yang sekarang sudah bukan pasukan yang sama saat Raja Arkha berkuasa, bahkan pemimpin pasukan pengawal Raja yang lalu yaitu Nayaka pun hilang dengan misterius, ketika keluarganya dihubungi juga tidak mengetahuinya.

Menteri Supala tidak putus asa, dia mengutus beberapa orang untuk mencari jejak salah satu dari pasukan pengawal Raja yang lama.

Setelah bertahun-tahun tak ada kabar beritanya, suatu ketika salah satu utusannya kembali dan melapor kepadanya.

Menteri Supala menemui utusan itu di ruang kerjanya dimana tak seorangpun yang diijinkan masuk.

“Bicaralah, informasi apa yang kau dapatkan?” Menteri Supala memulai pembicaraan.

“Salam tuan Menteri, hamba Pakuwon, selalu mendoakan supaya Tuan Menteri sehat selalu.” Utusan tersebut mengucap salam sambil berlutut di depan meja kerja Menteri Supala.

“Bangunlah! Tak usah banyak basa basi, jelaskan saja informasi apa yang kau dapat,” jawab menteri Supala dengan tak sabar.

“Hamba beruntung mendapat titik terang keberadaan Permaisuri Safira, Tuan. Seorang pasukan pengawal Raja saat itu bernama Aryasuta, bersama seorang temannya diperintahkan mengawal permaisuri dan seorang dayang ke sebuah desa terpencil di kawasan Surya Barat. Tetapi setelah sampai di sana, ada seorang kakek bungkuk yang membawa tongkat kepala ular, membunuh teman Aryasuta, kebetulan saat itu Aryasuta sedang membuang hajatnya di tepi sungai sehingga selamatlah nyawanya itu. Tetapi hingga kini Aryasuta tidak berani kembali ke ibukota, dia tinggal di perbatasan Surya Selatan. Jika Tuan Menteri berkenan hamba sanggup mengantarkan Tuan untuk menemui Aryasuta.” Demikianlah Pakuwon melaporkan secara singkat informasi yang didapatkannya.

“Baiklah, kau telah bekerja dengan sangat baik, jagalah informasi ini! Jangan sampai bocor. Terimalah sedikit penghargaan atas jerih payahmu.” Menteri Supala mengangguk-angguk puas dan memberikan sekantung uang kepada Pakuwon.

“Terima kasih Tuan Menteri, kapan Tuan akan menemui Aryasuta?”

“Aku harus mencari alasan yang tepat kepada Yang Mulia, sehingga kepergianku tidak menimbulkan kecurigaan. Engkau bersiaplah sewaktu-waktu aku akan menghubungimu,” jawab Menteri Supala sambil mengelus dagunya. Beliau mulai memikirkan alasan kepergiannya ke perbatasan Surya Selatan.

Pakuwon berdiri tegap dan berkata, “Siap Tuan Menteri, bila tidak ada hal lain hamba pamit undur diri.”

“Pergilah! Ingat jaga rahasia ini." Menteri Supala mempersilahkan.

Pakuwon keluar dari ruang kerja menteri Supala dengan hati senang dan bangga. Bukan hanya karena hadiah yang diberikan oleh sang Menteri, terlebih lagi karena merasa berhasil menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.

Dia tidak tahu di pojok jalan yang berlawanan dengan jalan keluar, ada sepasang mata yang mengikuti gerak-geriknya sejak dia masuk ke kediaman sang menteri.

Menteri Supala mengajukan ijin kepada Raja Khandra, untuk melakukan pengecekan harga-harga kebutuhan pokok rakyat. Terutama di daerah perbatasan Surya Selatan, di sana dikabarkan harga-harga melambung tinggi.

Raja Khandra memberikan ijin dan sekaligus memerintahkan kepada Bendahara Istana untuk memberikan biaya perjalanan kepada Menteri Supala.

Sang Menteri mengutus seorang pembantunya untuk menghubungi Pakuwon.

Esoknya, karena ini adalah perjalanan resmi pejabat kerajaan maka beberapa pengawal menyertai mereka. Sang Menteri yang memilih sendiri pengawal-pengawal tersebut, terdiri dari orang-orang kepercayaannya.

Perjalanan berjalan lancar, hanya sekali-sekali sambutan dari rakyat di daerah yang dilewatinya, sedikit memperlambat rombongan itu.

Setelah 4 hari perjalanan mereka mulai memasuki daerah perbatasan Surya Selatan. Menteri Supala sengaja tidak memberitahu adipati Tunggul Seta, kepala daerah Surya Selatan, karena tidak ingin urusan yang sebenarnya diketahui oleh sang adipati. Menteri Supala berlaku hati-hati karena dia tidak tahu ada di posisi mana sang Adipati.

Rombongan diistirahatkan oleh sang Menteri, dia melanjutkan perjalanan hanya berdua dengan Pakuwon. Semakin mendekati perbatasan, padang rumput mendominasi daerah tersebut. Mata pencaharian penduduk juga menyesuaikan dengan lingkungan mereka, kebanyakan adalah peternak kambing dan domba.

Pakuwon menunjuk sebuah rumah sederhana yang dikelilingi pagar kayu setinggi dada orang dewasa. Saat itu pintu pagar dalam keadaan terbuka sehingga kambing-kambing berkeliaran di luar pagar.

Menteri Supala merasakan ada sesuatu yang tidak beres, dia segera berlari masuk ke dalam rumah. Ternyata terlambat, dia melihat seorang laki-laki terbaring di lantai dengan wajah menghitam ada 4 lubang kecil di lehernya, sepertinya bekas gigitan ular.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status