Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
1.Pesan Janggal Linar mematutkan dirinya di depan cermin. Ia tersenyum puas melihat dirinya yang berhasil menurunkan dua kilogram berat badan dalam seminggu ini. Ia merasa tampak pas mengenakan lingerie hitam yang dibelinya dua minggu yang lalu.Dean benar, mereka punya banyak waktu untuk mengupayakan punya anak, dan kali ini Linar lah yang akan memulainya. Ia menyemprotkan kembali wewangian yang disukai Dean, suaminya. Linar memakai jubah panjang untuk menutupi lingerie hitamnya, lalu keluar dari kamar mandi.Linar melihat tubuh tinggi Dean di balkon kamar tidur mereka, tampak Dean tengah mengangguk dan berbicara di saluran telepon, ia memutuskan menyusul ke balkon. Linar tersenyum pada Dean yang langsung menutup teleponnya karena kedatangan Linar. Namun, ada raut wajah kaget berlebihan yang segera disembunyikan oleh Dean.Linar mengerutkan dahinya penasaran, "Dari siapa, Mas?" Dean balas tersenyum, ia menarik pelan dan merengkuh Linar erat. Dean mencium kening dan menumpu dagunya
POV LinarAku teringat ucapan Listya yang pernah melihat Dean berjalan di Mall ditemani seorang lelaki dan wanita, namun wanita itu tampak dekat dengan Dean, dan ketika aku konfirmasi pada suamiku ia membenarkan, tapi tak setuju dikatakan dekat, mereka berteman dalam porsi wajar, kilahnya.Aku membuka media sosial miliknya dan mencari akun suaminya, ia memainkan layar gawainya ke atas dan ke bawah, mencari tahu jejak digital yang mungkin saja jadi petunjuk entah apa itu.Yang jelas hari ini moodnya ambruk, dan aku sedang tak butuh beramah-tamah dengan siapapun, aku sedang sulit tersenyum maka aku butuh menenangkan dirinya lagi pula beberapa minggu belakangan, aku tengah rajin olahraga dan merawat diri ke salon demi menyenangkan diri dan suamiku. ****Aku mematut diri di depan cermin yang hanya memantulkan sebagian rupa wajah dan tubuhku, ia mencubit pipinya yang masih saja terlihat tembem beralih pada lengan atasnya yang tak jua mengecil. "Hufth .. " hela napasku.Aku menyalakan ker
Melabrak di Kamar Hotel Sesak! Wanita yang sama pada dua foto di gawai Dean. Dengan langkah yang ditarik-tarik Linar mendudukkan dirinya di meja kosong di luar restoran yang sama. terletak cukup jauh, namun mudah melihatnya dan syukurlah. Di atas meja mereka terlihat piring-piring makanan yang sudah kosong. Linar menggerutu dalam hati. Sedetik kemudian ia mencoba menggunakan teknik pernapasan dilanjutkan berdzikir, agar lebih kuat dan tak menggila di sini. "Hufth!" Ia masih menatap lemah mereka dan memilih akan mencoba sekali lagi. Linar melihat suaminya sedikit tersentak mendapat panggilan telepon darinya. Si wanita itu menatap bertanya, lalu Dean membuka mulutnya entah bicara apa, dan Dean mengangkatnya ponselnya. "Iya halo, Mas. Kamu di mana?" "Aku lagi di kantor, nih. Aku harus lembur lagi," "Masih di kantor? Jadi benar hari ini kamu lembur lagi?" tanyanya mendesah. "Iya, lagi. Kamu nggak perlu tungguin aku pulang. Kemungkinan aku menginap di kantor," "Oh, ya? Sesibuk
Mendengar hal itu, Dean berbalik dengan wajah terkejut, cih! Bukan hanya Dean, Dera pun ikut berbalik dan terkejut dengan cara serupa dan Dean lah yang langsung mendekat ke hadapan Linar. Linar melengos dan duduk di sofa empuk berwarna putih. Menegakkan tubuh. "Kenapa cuma berdiri? Silahkan duduk!" titah Linar berhasil menstabilkan suaranya. "Apa yang bisa kamu jelasin, Mas?" tanya Linar bernada lemah dengan tangan bergetar yang ditutupi dengan tas tangannya. Dera dengan mengenakan lingerie minim terbalut handuk kimono minim berjalan enggan, ia mengambil tempat tepat disebelah Dean yang terduduk tegang. Nafas Linar bergemuruh melihatnya. Dan Dera merasa benar mengambil posisi berdekatan dengan Dean. Dean yang menyadari sedang diperhatikan oleh Linar segera bangkit untuk duduk di sofa yang sama yang digunakan Linar. Namun itu tak berarti apapun bagi Linar, menahan sesak di dada. Linar menunduk kewalahan lantaran dada dan kepalanya semakin pening menyerang bersamaan. "Linar?"
"LINAR! AKU BILANG AYO PULANG!" bentak Dean menarik tangan istrinya, memaksa. Linar mengaitkan kakinya pada kaki meja mencoba menahan tarikannya. Dean menoleh mencari tahu apa yang membuat tubuh Linar tertahan. Linar mendongak dengan berani "Kamu membentak aku di depan jalang simpananmu, Mas? Jadi, kamu baru aja membuatku malu dan membuat dia tersenyum meremehkanku, begitu?" ucap Linar jengah. Linar menyela balasannya dengan memberikan kode untuk berhenti tanpa kata dan menjulurkan kepalaku ke arah Dera. "Selamat, Dera! Kamu udah sukses menabung banyak dosa, karena udah berzinah, dan menghancurkan rumah tangga orang. Aku berdoa kamu akan mendapatkan karmanya atau pada keluargamu juga bisa aja sih terjadi!" ucap Linar terkekeh di ujung kalimat dengan air mata yang berlinang di pelupuk mata. "Kamu sudah selesai? Ayo kita pulang!" kali ini Dean terdengar begitu jengah dan emosional. Mungkin tersinggung mendengar istri sah mendoakan jalangnya, begitu pula dengan Linar yang tersakiti
Linar merasakan dadanya sakit, kempas-kempis dada ini karena napas yang kian memburu dan ulu hati yang seperti di tusuk merasuk, sakit! Linar mendorong dada suaminya setengah tenaga yang tersisa, menolak usapan ringan yang ia beri pada pipiku yang bergelimang air mata. "Kamu nyakitin aku, Mas! Kamu buat aku selalu bertanya-tanya kenapa kamu jadi sering pulang larut malam. Aku setengah mati menahan bertanya pada teman-teman kamu sebagai bukti aku percaya sama semua kata-kata bohong kamu! Aku menahan malu ketika keluarga kamu bertanya keberadaan kamu semalaman, sekuat hati aku jaga kehormatan kamu yang ninggalin aku gitu aja!" "Lin," gumamnya. "Dan sekarang udah terbukti, 'kan! Kamu selingkuhi aku dengan wanita yang mengejek aku nggak bisa jadi istri yang baik buat kamu, memangnya dia tahu apa tentang usaha aku jadi istri kamu, hah! Kamu bicara apa aja sama dia tentang aku, Mas, JAWAB!" sentak Linar emosi. "Demi Tuhan, Aku nggak pernah ngejelekin kamu ke dia, atau siapa pun Lin!