Share

Tujuan Menikah

"Om, kenapa buru-buru pergi? Devan 'kan belum berterima kasih dengan kakak cantik tadi," papar Devan. Bocah kecil itu merasa heran dengan sang om. Padahal Devan selalu diajarkan untuk bersikap baik pada orang yang telah menolongnya. Tapi, tadi Shaka malah langsung mengajaknya pergi tanpa mengucap terima kasih.

Shaka menatap keponakannya itu sejenak, lalu dia kembali fokus pada jalanan. Shaka langsung membawa sang keponakan pergi dari taman yang mempertemukannya dengan Alana secara tidak disengaja. Shaka tidak mau terus di sana, apalagi harus bertegur sapa dengan gadis itu.

Hati Shaka sedang kacau karena bertemu dengan Alana. Tangannya mencengkeram kemudi dengan kuat, hingga buku jarinya memutih. Sorot mata Shaka pun menjadi tajam. Rahang Shaka mengetat. Amarah seolah telah menguasai hatinya.

"Om, kok diam saja? Om marah sama Devan?" tanya Devan ketika melihat Shaka hanya diam tanpa menanggapi pertanyaannya.

Cengkraman tangan Shaka pada kemudi mengendur, dia menoleh ke arah sang keponakan. Sorot matanya pun melembut, dia tidak bisa menunjukkan kemarahannya pada keponakannya yang masih polos. Bocah lelaki itu tidak seharusnya melihat amarah Shaka

"Maaf, tadi om sedang buru-buru karena ada janji, jadi lupa berterima kasih pada kakak tadi," sahut Shaka lembut.

"O ... jadi kalau lain kali bertemu dengan kakak cantik tadi, Devan harus berterima kasih 'kan?" tanya Devan lagi. Mata beningnya menatap Shaka dengan pandangan penuh harap.

Shaka merasa gemas pada Devan, bocah lelaki itu tidak tahu jika sang om tidak berkenan untuk berterima kasih pada gadis yang dipanggilnya dengan sebutan kakak cantik itu.

Shaka akui jika Alana memang berwajah cantik, bahkan sangat cantik menurutnya. Tapi Shaka tidak akan pernah tertarik padanya. Hati Shaka sudah dipenuhi dendam. Dendam yang telah dipendamnya sejak lama.

Shaka ingin menghancurkan keluarga Rajendra dari dalam. Sudah lama sekali dia mengincar Alana. Gadis cantik itu akan dijadikannya alat balas dendam yang sangat tepat bagi Shaka.

Tujuan Shaka menikahi Alana hanya karena dia ingin menuntut balas atas kematian kedua orang tuanya. Keluarga Rajendra lah yang memiliki andil atas kematian kedua orang tuanya.

Kembali Shaka mencengkeram kemudi. Amarah selalu menguasainya saat dia mengingat bagaimana kedua orang tuanya meninggal. Dia teringat bagaimana histerisnya kakak perempuannya karena kehilangan kedua orangtuanya bersamaan.

Setelah kepergian kedua orangtuanya, kehidupan Shaka dan Maya berubah drastis. Mereka harus berjuang untuk melanjutkan kehidupan mereka berdua.

Shaka masih mengingat jelas bagaimana penderitaan yang harus kakaknya tanggung untuk membesarkannya hingga sekarang. Sang kakak harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua. Kini Shaka ingin membalas kebaikan sang kakak dan juga membalaskan dendam keluarga mereka tanpa kakaknya itu tahu.

"Om ... jangan lupa belikan Devan ice cream. Tadi Om sudah janji, 'kan?" celetuk Devan membuat ekspresi wajah Shaka berubah lembut kembali.

"Siap, Boy," sahut Shaka, lalu kembali fokus mengemudi. Untuk sejenak dia terbakar oleh amarah dari dendam yang mengakar di hatinya.

Shaka berjanji dalam hati, dia akan membuat putri dari orang yang telah menghancurkan keluarganya itu hancur sehancur hancurnya, hingga gadis itu akan lebih memilih mati daripada hidup dengan penderitaan yang Shaka buat. Baru setelah itu Shaka akan puas. Hatinya akan merasa lega karena telah membalaskan dendam kedua orangtuanya.

*

*

*

"Kak ...." Alana berlari ke arah Andra begitu melihat sosok kakak lelakinya itu.

Andra menoleh begitu mendengar suara adik kesayangannya itu. Senyum di bibirnya langsung mengembang melihat kedatangan Alana.

"Kamu datang, Al." Andra langsung memeluk adik perempuannya itu begitu jarak mereka semakin dekat.

"Iya, Kak. Aku rindu sekali denganmu," sahut Alana.

"Aku juga rindu sekali denganmu adikku." Andra mengecup puncak kepala Alana yang tertutup hijab.

Setelah puas melepas rindu, Andra mengurai pelukannya. Dia menatap adiknya itu dengan penuh kasih sayang. "Ikutlah denganku, Al," ujar Andra.

"Kemana?" tanya Alana.

"Kamu akan tahu nanti, tapi sebelum itu, ayo aku kenalkan pada teman-temanku dulu. Merekalah yang membantu mewujudkan pameran impianku ini, Al."

Alana menerbitkan senyumnya, dirinya merasa bangga atas pencapaian kakak lelakinya itu. Akhirnya impian sang kakak benar-benar terwujud.

"Baiklah, Kak. Seharian ini aku akan ikut denganmu. Sudah lama sekali kita tidak memiliki waktu berdua. Apalagi sebentar lagi kita tidak akan bisa menikmati waktu berdua, aku akan menikah dan tentunya waktuku akan habis untuk mengurus rumah tanggaku," sahut Alana dengan hati perih, walau begitu senyum di bibirnya masih mengembang.

Wajah Andra tiba-tiba berubah muram mendengar perkataan adik perempuannya itu. Dia kembali mengingat nasib adiknya yang hanya dijadikan alat bisnis dari sang ayah. Andra sungguh tidak tega jika mengingat nasib tak mujur dari sang adik.

"Ayo, Kak. Katanya kamu ingin mengenalkanku pada teman-temanmu," ajak Alana yang tersadar telah membuat kakaknya bermuram durja.

Andra menganggukkan kepala menanggapi ajakan Alana, dia berusaha melebarkan senyumnya, tidak ingin waktu yang mereka habiskan berdua sia-sia karena terus mengingat hal sedih. Mereka pun berjalan beriringan sembari saling melempar canda, hingga tiba di tempat teman-teman Andra berada.

Di antara mereka ada Vika, gadis tomboy yang sudah lama bergabung dengan kelompok lukis Andra. Lalu ada Tian dan Afnan. Merekalah yang telah membantu mewujudkan mimpi Andra.

"Widih ... siapa itu, Ndra?" tanya Tian yang melihat kedatangan Andra dan Alana. Sementara Vika dan Afnan ikut menoleh ke arah kakak beradik itu berada.

Vika memandang Alana dengan pandangan tidak suka, gadis tomboy itu sudah lama menaruh hati pada Andra. Tapi lelaki itu tidak peka terhadap perasaan Vika. Dia merasa cemburu melihat kedekatan Alana dan Andra.

"Ah, kenalkan dia adikku. Adik perempuanku satu-satunya," ucap Andra memperkenalkan Alana.

Vika langsung mengulurkan tangannya begitu tahu gadis yang dibawa pujaannya itu adalah adik perempuannya. "Kenalkan namaku, Vika," ucapnya dengan ramah. Hatinya lega sekali mengetahui siapa Alana.

"Nama saya, Alana," sahut Alana membalas uluran tangan Vika sembari tersenyum tipis.

"Wah, nama yang indah. Kalau namaku Tian, jangan pernah lupa, ya." Tian tidak mau kalah dari Vika, dia mengulurkan tangannya ke arah Alana.

"Alana," balas Alana sembari menangkupkan tangannya di depan dada.

Tian yang tidak menerima balasan dari tangan Alana pun menarik tangannya sembari salah tingkah. "I-iya, salam kenal, Al," ucap Tian menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Alana beralih menatap lelaki yang sedari tadi memandangnya dalam diam. Sorot lelaki tersebut tampak tidak bersahabat pada Alana.

"Kalau dia, Afnan, Al. Dia lelaki kulkas yang irit bicara. Jadi jangan heran kalau dia diam dan tak tertarik pada apapun," ucap Tian.

Afnan pun hanya mengangguk kecil, lalu mengalihkan pandangannya dari Alana. Dia kembali sibuk dengan urusannya yang tertunda karena kedatangan Andra dan adik sahabatnya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status