Share

Bab. 6

Kirani menatap lurus kedepan. Senyum tipis terkadang ia sunggingkan di bibir tipisnya. Sesekali ia memperhatikan penampilan Fatma yang tampak cantik manglingi, dengan kebaya pengantin warna putih. Kemudian ia bergeser sedikit kebelakang duduk tepat di samping ibu sang mempelai. Disebelah kanan Bu Minah, ada Hartini yang duduk dengan gamis biru senada dengan Kirani, hanya saja warna gamis Hartini sedikit lebih tua dari gamis yang digunakan Kirani.

Hartini yang sudah hamil tua itu, malah menggeser duduknya ke samping Kirani. Selain  di samping Kirani ada kipas angin yang berputar juga karna Hartini tak menyangka bila pria yang menjadi saksi pernikahan Fatma dan Firman dalah Danu. Mantan suami Kirani.

Jiwa kepo Hartini pun meronta-ronta. Hartini yang memang ceplas ceplos dari kedua rekannya ini tak tahan untuk tak kepo pada Kirani tentang kehadiran mantan suaminya di acara pernikahan ini. Tumpukan pertanyaan sudah menggunung di kepala wanita berumur tiga puluh empat tahun ini.

Bukan hanya Hartini yang terkejut sebenarnya. Fatma pun tak menyangka bila yang menjadi saksi pernikahan mereka adalah mantan suami dari sahabatnya dari sahabatnya.

Sepertinya mereka berdua akan memberondong Kirani dengan banyak pertanyaan selepas acara sakral ini.

Kirani yang pernah membersamai pria yang berjas hitam di depan sana, pun tak menyangka bila hari ini akan bertemu setelah sekian lama Kirani menghilangkan diri.

Kirani yang menghilangkan diri, namun Danu selalu mencari.

Sejenak tatapan kedua mantan suami istri itu bersirobok. Ada senyum sangat tipis yang Danu berikan pada Kirani, sayangnya wanita ini langsung menundukkan pandangan, tak ada balasan senyum atau tatapan yang sedikit lama.

Kirani merasa tak pantas membalas senyum itu, sementara Danu begitu berharap Kirani memberi balasan senyum.

Ini jarak yang cukup dekat, ia melihat Kirani lagi. Terakhir ia melihat dari dekat wajah itu, saat ibunya Kirani meninggal tiga tahun yang lalu. Danu sempat hadir, entah darimana ia tahu kabar itu, sebab Kirani pun sudah mengganti ponsel dan kartunya.

“Aku turut berduka, atas kepergian ibu.” Danu mengulur tangan, ingin berikan kekuatan pada Kirani yang bersimbah air mata dengan wajah terlihat pilu saat itu. Tentulah pilu, sebab setelah ini Kirani akan benar-benar sendiri. Ingin sekali rasanya Danu memeluk Kirani yang terlihat rapuh kala itu, namun setelah menyambut uluran tangannya, Kirani langsung menepi tanpa kata.

“Akad nikahnya akan segera di mulai.” Suara MC tadi kembali mengalihkan perhatian Danu dari wajah yang setia menunduk itu. sekali lagi ia melirik, sebelum ia berusaha fokus menandatangani surat-surat yang ada di hadapannya.

“Mantan kamu, kan?” Hartini berbisik begitu lirih. Ia tak bisa menunggu acara selesai untuk mengajukan pertanyaan yang sedari tadi menggelitik benaknya.

“He em.” Kirani mengangguk, membalas pertanyaan Hartini dengan singkat sambil berbisik halus.

“Koq dia bisa disini? Kangen kali sama, kamu?” tanya Hartini lagi sedikit gemas.

Dan Kirani menggeleng sambil menahan senyum.

__

Herda semakin pusing dan semakin khawatir. Bukan karna Danu yang tak pulang-pulang setelah kemarahan yang ia ciptakan di hati lelaki itu. Tapi karna aib yang ia sembunyikan selama ini. Bagaimana bila Danu membeberkan pada semua orang, bagaimana bila Danu sudah tak pulang lalu menuntut dirinya bercerai.

Ingin rasanya Herda ke rumah mertuanya, namun ada keraguan yang mengganjal di hati. Apa yang harus ia jawab, bila bu Maryam menanyakan penyebab pertengkaran mereka. sedangkan selama ini ia pun kurang ramah pada ibu mertuanya.

Lalu ia mulai mengetik pesan pada nomor ponsel Danu. Berharap pesan yang kirim menjadi senjata ampuh untuk meluluhkan hati pria itu seperti biasa.

[Assalamualaikum, Mas dimana. Maaf untuk yang kemarin. Mas boleh marah sama aku, tapi kumohon pulanglah barang sebentar. Dinar demam sejak kemarin, ia ngigau panggil-panggil kamu, Mas] panjang pesan yang dikirim Herda pada Danu.

Pesan itu centang dua. Tapi belum dibaca. Dan Herda menunggu dengan rasa harap cemas. Biasanya jika mengetahui Dinar sakit, Danu pasti luluh, meski di hatinya sudah ada rasa bila anak itu bukan darah dagingnya, meski ia butuh bukti, namun anak itu tak berdosa. Tak tahu apa-apa.

Sambil menunggu balasan pesan dari Danu, Herda mengecek saldo rekeningnya lewat aplikasi mbanking. Kemarin sore ia sudah membayar cicilan anting emas seharga lima juta rupiah. Kemarin adalah pembayaran ke sembilan. Cicilannya sisa tiga bulan lagi.

“Astaga!” Herda sedikit terkejut melihat sisa isi tabungannya. Hanya tersisa tiga juta lima ratus ribu saja. memang benar rumah dan mobil sudah atas namanya, namun untuk uang belanja bulanan ia harus menunggu Danu mentransferkan gajinya. Sementara tanggal gajian sudah lewat dua hari, namun belum ada notif transferan dari rekening suaminya.

Sebenarnya tabungan Herda cukup banyak, namun tiga bulan ini, ia kembali aktif berhubungan dengan mantan kekasihnya, yang juga rekan Danu. Willy namanya. Pria berkulit putih itu pernah menjadi rekan kerja Danu dan Herda di masa lalu. Namun karna posisi dan gaji Willy jauh lebih sedikit dari Danu, makanya Herda juga menjalin dan akhirnya menjebak Danu dalam pernikahan tak sehat yang ia ciptakan untuk pria itu.

Dimasa lalu, saat Herda mulai intens berkomunikasi dengan Danu, sebenarnya Herda juga diam-diam menjalin hubungan dengan Willy kala itu.

Tiga bulan ini keduanya kembali intens bertemu. Bukan di tempat biasa, namun tentu di hotel agar tak ada yang melihat keduanya. Lalu yang bayar hotel? Lebih sering Herda yang bayar, bukan hanya hotel namun juga makanan dan rokok pria itu.

Hampir satu jam menunggu, pesan yang Herda kirim tak kunjung berbalas. Meski centang dua pada pesan itu sudah berubah warna menjadi biru.

Herda kalut.

__

Akad nikah Fatma dan Firman berlangsung khidmat dan lancar. Dalam satu tarikan nafas, Fatma sudah resmi kembali menjadi istri. meski Fatma seorang janda dan Firman seorang bujang yang belum pernah menikah, namun pria itu tulus menerima dan mencintai Fatma tanpa syarat. Bahkan Firman butuh waktu hampir setahun untuk meyakinkan Fatma agara bisa menerima dirinya menjadi imama bagi wanita itu.

Para tamu undangan dan rekan kerja yang datang langsung dipersilahkan menikmati hidangan makan siang yang telah disiapkan. Terlihat Hartini dan Kirani sibuk melayani tamu-tamu yang hadir.  Mereka berdua terlihat sibuk di meja prasmanan panjang. Sebenarnya yang sibuk Kirani saja, Hartini hanya memperhatikan keterdiaan piring dan makanan di meja tersebut.

Sesekali Fatma dari atas pelaminan melihat kearah keduanya. Wanita ini pun sama dengan Hartini. Ia juga cukup terkejut dengan kehadiran Mantan suami kawannya itu sebagai saksi pernikahannya.

Bukan hanya Hartini yang penasaran mengapa pria itu bisa hadir. Rasanya Fatma tak sabar memberondong Firman tentang Danu yang menjadi saksi pernikahan mereka.

Kirani sedang membawa nampan kosong ke bagian dapur untuk diisi sayur acar, saat Sofia memanggil namanya.

“Bunda!” suara khas anak-anak itu terdengar gembira.

“Fia, sama siapa, Nak?” Kirani langsung menyerahkan nampan kosong itu pada ibu-ibu yang bertugas di dapur, sementara Sofia sudah mengekor saja di belakang guru ngajinya itu.

“Sama ayah sama nenek, Bunda.” Sofia menjawab sambil menarik-narik gamis biru Kirani.

“Kenapa, Sayang?” Kirani merunduk sedikit memperhatikan wajah imut Sofia.

“Fia, laper, Bunda!” jawab Sofia malu-malu.

“Oh sebentar ya, nanti bunda ambilkan,” ucap Kirani sambil melihat ke dalam dapur apa nampan yang ia bawa tadi sudah terisi acar.

“Biar, saya yang antar, Mbak Rani. Mbak sudah dari tadi bolak balik.” Leli, sepupu Fatma menawarkan agar dirinya saja yang membawa acar tadi.

“Oh, ok Lel, ia benar, mbak sudah pegal ini.” seloroh Kirani sambil terkekeh kecil.

“Ok, Mbak, istirahat dulu. Sekalian makan sama Fia dulu.”

Kemudian Kirani memegang tangan Sofia dan membawanya ke meja prasmanan. Kemudian mulai mengisikan makanan di piring untuk anak itu. Kirani nampak seperti seorang ibu yang sedang melayani anaknya yang sedang makan.

Kirani tak menyadari bila aksinya yang nampak sibuk mengurus Sofia, diperhatikan oleh dua orang pria dengan harapan yang ada di hati mereka masing-masing.

Abdul Gani, dengan harapan Kirani menjadi ibunya Sofia sementara Danur Adiwilaga dengan harapan, Kirani bisa kembali menjadi istrinya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status