Share

Om Duda vs Bujangan
Om Duda vs Bujangan
Author: Nasyifa Kirani

Kenyataan Pahit

20 Desember 2020

Nampak sumringah sekali sembari membawa kue tart ulang tahun istimewa untuk pujaan hatinya, langkah lelaki berperawakan tinggi itu dan memiliki jambang tipis terburu-buru masuk ke dalam rumah.

Dia berderap mengelilingi tiap ruangan, termasuk ke dalam kamar dan berharap jika perempuan yang dia rindukan ada. Akan tetapi, tidak ada. Hanya ada senyap memeluk keramaian.

Rino Syahril pengusaha batu bara. Dia menaruh bokongnya di kursi tempat santai jika lelaki itu membutuhkan sebuah pijatan di salah satu sudut kamar singgasananya. Sesekali Rino mengembuskan napas kasar dan menaruh kue tartnya.

Lantas tangannya terulur merogoh ponsel yang ada di dalam saku celana bahan.

Sorot matanya menajam saat mengetahui bahwa ponsel sang istri tidak aktif. Rino berniat ingin memberikan kejutan kepada Dewi---istri tercinta hari ini berulang tahun karena lelaki itu baru saja pulang dari Singapura untuk menyelesaikan pekerjaan. Satu bulan Rino meninggalkan Dewi.

Pikiran lelaki itu mengawang seperti ada filem dokumenter yang diputar kembali di hadapannya.

Kala itu. Dewi sangat sedih dan tidak mau melepaskan pelukan dari Rino. Wanita itu tidak mau ikut karena beralasan takut naik pesawat terbang.

Di bandara sebelum pergi Rino mengecup puncak kepala sang istri dengan penuh cinta setulus hati. Nampak sekali dari sorot mata Rino yang meneduhkan kepada Dewi.

“Jangan lama-lama,” lirih Dewi manja seraya menggelayut tangannya di leher Rino.

Maklum mereka berdua masih pengantin baru. Pernikahan mereka genap tiga bulan dan ini adalah hari pertama Rino meninggalkan Dewi di kota J.

“Iya, kamu juga jaga diri baik-baik. Saya akan selalu menghubungimu,” jawab Rino menyulam senyum manis.

“Mas, aku akan setia menunggumu,” bisik Dewi.

Tok, tok, tok!!!

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Rino dan dia menoleh kepada Bibi Mimin---pembantu rumah tangga. Rino pun melempar senyum dan berdiri.

“Maaf, Pak Rino. Saya mau izin pulang kampung. Anak saya mau wisuda,” tutur Bibi Mimin.

“Oh, silakan. Bi, anaknya sudah besar, yah. Nggak kerasa sudah selesai kuliahnya. Oh yah, Dewi pergi ke mana?”

Tampak raut wajah Bibi Mimin kebingungan menyembunyikan sesuatu. Bola matanya berputar tidak mau berserobok dengan Rino.

Hal ini membuat Rino curiga dan dia mendekati Bibi Mimin memangkas jarak.

“Bi, ada apa?” tanya Rino keheranan sembari menurunkan sebelah alis kirinya.

“Anu, Tuan. Maaf. Saya harus mengatakan hal ini. Kalau ibu Dewi sudah tiga hari tak pulang ke rumah,” balas Bibi Mimin masih dalam posisi menundukkan wajahnya.

“Dia ke mana?” tanya Rino terkejut.

Bibi Mimin menggelengkan kepala dan lekas undur diri pamit pulang dengan langkah lebar beranjak meninggalkan Rino yang berdiri mematung di ambang pintu kamar.

Dia masuk kembali ke dalam kamar dan menutup pintu. Tukai kakinya berderap mendekati ranjang. Rino merebahkan tubuhnya, lalu sambil menghubungi semua teman Dewi.

Namun sayangnya, tidak ada yang tahu di mana Dewi berada saat ini? Rino mengacak-acak rambutnya sendiri, frustasi karena tidak biasanya Dewi seperti ini sampai mematikan ponsel. Rasa khawatirnya mulai menggantung di benak pikiran. Ada juga curiga membalut hatinya, tetapi ditepis oleh Rino.

Saking lelahnya dari perjalanan jauh. Rino memutuskan untuk menunggu Dewi untuk memejamkan mata sesaat dan berharap sang istri akan segera pulang secepatnya. Dia pun menguap, rasa kantuk sudah menggelayuti kelopak mata lelaki itu hanya dalam hitungan detik saja, Rino sudah pulas tertidur.

Sayup-sayup terdengar suara ponsel berdering. Rino terbangun dan dia lekas mengangkat telepon tersebut yang ternyata dari Dewi.

“Halo.” Rino baru menjawab sepatah kata. Dewi sudah berceloteh seribu kata, beralasan ponselnya tidak ada sinyal karena berada di Puncak ada acara dengan teman-temannya.

Sontak Rino terbelalak saat mendengar penjelasan dari Dewi. Tampak sekali perempuan itu berbohong. Padahal Rino sudah menghubungi semua teman Dewi. Tubuh lelaki itu membeku terdiam belum bisa membalas ucapan Dewi.

Bak disambar petir lelaki tampan berkulit putih itu. Ada hal yang membuat Rino tercengang adalah suara sang istri sangat jelas seperti berada di depan pintu. Lekas Rino berlari kecil langsung masuk ke dalam lemari baju, tidak berpikir panjang lagi.

Betapa terkejutnya Rino saat melihat Dewi bergandengan tangan dengan lelaki lain berperawakan kurus dan berkulit sawo matang. Dia menyorot tajam melalui celah-celah lemari yang bergaris-garis seperti ventilasi jendela tampak jelas sekali Rino mendapatkan siaran langsung perselingkuhan Dewi.

Kedua tangan Rino mengepal saat lelaki lain mulai beraksi menjamaah tubuh Dewi sang istri yang sangat disayanginya. Kini Dewi sudah tidak berpakaian. Pakaian mereka tercecer di lantai.

Brugh!!!

Rino meninju lemari. Amarahnya meluap sampai ubun-ubun.

Dewi terbelalak dan lelaki itu pun terkejut saat melihat Rino sudah berdiri tegak dan gagah dengan tatapan menajam bak harimau yang akan merobek mangsanya.

Mereka berdua langsung meraih pakaian masing-masing.

“Oh, begitu kelakuanmu!” bentak Rino berkacak pinggang.

“Mas Rino, ini bukan yang seperti yang Mas pikirkan?” elak Dewi yang sudah berpakaian dan menghambur mendekati Rino.

Dewi memangkas jarak. Rino beringsut mundur dan tangannya mengibas tidak mau dipegang oleh Dewi yang terus saja menampilkan wajah tidak berdosa dan pasang wajah belas kasihan seimut mungkin.

“Saya melihat pakai mata sendiri. Nggak pakai mata telur sapi! Apa yang mau kamu proteskan lagi?” Rino membentak Dewi dengan nada tinggi.

Perempuan itu menoleh kepada lelaki yang duduk tenang di tepi ranjang. “Forguso, ngapain kamu masih di sini? Pergiiiiiii!” Dewi mengusir lelaki yang baru dia kencani satu bulan.

“Aku tak akan pergi dari sini. Kita saling mencintai,” balas Forguso menyulam senyum seolah-olah menantang Rino.

“Lebih baik kamu pergi. Jangan buat masalah ini semakin rumit,” keluh Dewi.

“Dewi, saya tak butuh cinta palsumu. Tunggu saya di meja sidang perceraian,” sambung Rino sambil melangkah lebar beranjak pergi dari kamar tersebut.

Perempuan berkulit putih itu mengejar Rino, lalu dia menghadang sambil merentangkan kedua tangannya. Menghalangi jalan Rino.

“Maaf aku khilaf.” Bibir memakai gincu berwarna merah itu mulai melontarkan penyesalan.

“Khilaf adalah kesalahan yang diakui karena salah satu kali. Tapi, jika kesalahan itu berulang-ulang bukan khilaf namanya. Kamu justru doyan menikmati indahnya selingkuh. Tiga hari tak pulang ke mana? Argh, kamu main sama lelaki itu ‘kan!” Rino mencengkal lengan Dewi begitu erat. Semarah-marahnya Rino, lelaki itu tidak melakukan kekerasan.

“Aku bisa jelasin. Aku kesepian.” Dewi lolos menjawab itu seperti tidak ada beban sama sekali.

“Kalau begitu kamu bukan wanita baik-baik dan saya menyesal menikah denganmu,” sahut Rino melerai pegangannya dan melewati Dewi. Berderap keluar rumah.

Dewi terhenyak dan dia terduduk lesu menyesal karena telah menghianati kepercayaan Rino.

Sementara itu Rino mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Marah dan kecewa menjadi satu. Harusnya ini hari saling merajut kerinduan, tetapi yang dia dapati adalah penghianatan.

Lelaki itu menghentikan mobilnya di tepi jalan. Tempat itu sangat sepi hanya pohon-pohon tinggi menjulang memanjakan mata. Rino sengaja datang ke taman tersebut untuk menenangkan pikiran yang kalut. Dia turun dari mobil dan melangkah lebar masuk ke taman dan mendekati danau.

Tangan lelaki itu terulur mengambil batu dan merutuk diri sendiri karena tidak bisa menjadi suami yang baik. Bisa-bisanya Dewi selingkuh hanya dengan alasan karena kesepian.

Sungguh klise sekali jika perceraian terjadi karena satu kata yaitu kesepian.

“Saya kurang apa, Dewwiiiiii?!!!” teriak Rino sekencang-kencangnya meluapkan emosi yang bergemuruh di dada.

Dia terduduk menyentuh tanah dan membeku seraya mendongak ke langit merutuki wanita yang disayanginya memberikan sejuta kekecewaan. Sorot matanya menajam.

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
lupain Dewi.. move on dan cari yg laen. dia g pantas buat kmu Rino
goodnovel comment avatar
Itta Irawan
khilaf kok sampe sebulan......... dasar dewi wanita gatel makan tuh fergusso
goodnovel comment avatar
Herni
fix sih ini si Dewi emang ateul butuh garukan pake sikat WC makanya bilang kesepian padahal baru sebulan loh ditinggalnya bukan bertahun",,,,ok lah alasan takut naik pesawat tapi apa iya demi alasan itu km tega mengkhianati pernikahan yg baru seumur jagung?????? parah ieu mah c Dewi khilafna sabulan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status