Gisel berlari sekencang mungkin. Dia menghindar dari kejaran orang yang menagih hutang suaminya. Sungguh malang nasib Gisel. Pasca tak bersama lagi dengan Rino dan wanita itu dibawa berobat agar tak depresi memikirkan Rino. Namun sayangnya, saat di tempat penyembuhan Gisel bertemu dengan lelaki yang salah berpura-pura mencintai wanita itu. Padahal hanya ingin menumpang hidup enak di keluarga Gisel.
Wanita berhijab itu pun merasa jika suaminya mempunyai niat terselubung menikahinya. Akhirnya, Gisel memutuskan untuk pergi dari rumah dari zona nyaman tak meminta materi dari kedua orangtuanya. Berharap hidup berdua mengontrak akan membuat suami Gisel sadar agar menjadi sosok lelaki dan suami yang tanggung jawab mau bekerja. Ini justru gila judi dan pemain wanita.
Ini adalah titik di mana Gisel sudah muak diteror oleh banyak preman yang menagih hutang suaminya. Bahkan, saat ini Gisel dikejar oleh lelaki berusia lima puluh rintenir yang menginginkan Gisel menjadi istri kelim
Lelaki itu terus melayangkan tinju kepada Rino. Untungnya lelaki berhidung bangir itu mampu menangkis semua serangan dari lawannya.Lalu kali ini giliran Rino menyerang. Dia layangkan tendangan bebas untuk lelaki berjaket hitam kulit. Rino adu jotos dengan preman yang menghadang perjalanannya."Jauhi istri gue!" bentak lelaki yang tiba-tiba muncul sambil turun dari motor."Kamu, jadi ini anak buahmu.""Iya, jangan macam-macam. Apalagi dekat sama istri gue!""Maaf, saya tak bermaksud untuk ikut campur urusan dengan rumah tangga Gisel. Tapi, yang kamu lakukan itu sudah berlebihan.""Sial, banyak ngomong!" tukas suami Gisel sambil menodongkan pisau kepada Rino.Melihat pisau di depan mukanya. Tak membuat nyali Rino menciut. Maka dia pun lekas menepis pisau itu, hingga terjatuh ke sembarang arah."Seraaaaang!" titah suami Gisel.Dua preman itu pun langsung menyerang Rino dengan membabi-buta. Untungnya Rino jago bela di
"Tapi, jika kamu tahu kalau aku mempunyai----" Talita menghentikan ucapannya. Dia menunduk sedih. Tak sanggup untuk jujur."Kenapa?" Rino pun mengangkat wajah Talita. "Lihat saya. Kamu mau bicara apa? Katakan saja.""Anu--it--u so--al." Talita terbata-bata. Dia tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. Rasanya dadanya terasa sesak. Akan tetapi, raut wajah Rino meneduhkan tak ada sama sekali amarah yang terpancar dari wajah Rino karena Talita tak melanjutkan ucapannya.Tangan lelaki itu pun meraup wajah Talita dan kembali menyerang wanita itu dengan ciuman bertubi-tubi. Namun, Talita melepaskan pagutan liar dari Rino."Aku capek," ucapnya beralasan. Talita pun langsung memunggungi Rino."Kamu kenapa? Kalau ada sesuatu yang mau dibicarakan katakan saja," urai Rino sambil memeluk pinggang Talita dari belakang.Bibir wanita itu mengatup rapat dan matanya berusaha terpejam. Deguban jantungnya cepat seolah sedang lari maraton. Kendatipun d
Jantung Talita seakan mencelos dari tempatnya seketika itu juga tubuhnya mendadak bergemetar hebat."Maksudmu apa?" tanya balik Talita."Mau jujur nggak?" Tantang Rino menatap lekat manik mata Talita.Atmosfer di ruangan tersebut terasa sangat menegangkan. Bahkan, butiran keringat mendadak berjatuhan dari wajah Talita. Wanita itu pun menghela napas berat sembari memilin rambut hanya sekadar untuk menghilangkan rasa groginya.Ruangan AC itu tak membuat Talita merasa sejuk. Tatapan Rino semakin menyelisik dalam seakan masuk ke dalam jendela hati Talita."Aku mau jujur," jawab Talita tersenyum getir. Lalu dia pun menarik tangan Rino dan diarahkan ke dadanya."Di sini ada Arunika. Apakah kamu marah padaku? Jika aku hidup karena kebaikan Arunika."Hening.Rino mengurai pegangan tangan Talita. Sorot mata lelaki itu berubah setajam silet. Seakan menyayat hati Talita. Usai berbicara jujur. Talita menundukkan wajahnya tak berani menatap
20 Desember 2020Nampak sumringah sekali sembari membawa kue tart ulang tahun istimewa untuk pujaan hatinya, langkah lelaki berperawakan tinggi itu dan memiliki jambang tipis terburu-buru masuk ke dalam rumah.Dia berderap mengelilingi tiap ruangan, termasuk ke dalam kamar dan berharap jika perempuan yang dia rindukan ada. Akan tetapi, tidak ada. Hanya ada senyap memeluk keramaian.Rino Syahril pengusaha batu bara. Dia menaruh bokongnya di kursi tempat santai jika lelaki itu membutuhkan sebuah pijatan di salah satu sudut kamar singgasananya. Sesekali Rino mengembuskan napas kasar dan menaruh kue tartnya.Lantas tangannya terulur merogoh ponsel yang ada di dalam saku celana bahan.Sorot matanya menajam saat mengetahui bahwa ponsel sang istri tidak aktif. Rino berniat ingin memberikan kejutan kepada Dewi---istri tercinta hari ini berulang tahun karena lelaki itu baru saja pulang dari Singapura untuk menyelesaikan pekerjaan. Satu bulan Rino meninggalk
Dua minggu kemudian.Lelaki berperawakan tinggi itu berdiri di depan rumah bercat putih tulang. Lalu dia melanjutkan langkahnya. Setelah masuk ke rumah yang berdesain Eropa tampak Raffi Suradin---kakek Rino melempar senyum lebar sudah duduk di kursi. Kedatangan Rino memang sudah ditunggu sedari tadi.“Kau yakin mau bercerai?” tanya Raffi yang sudah tahu kabar itu dari pengacara keluarga.“Iya, Kek,” jawab Rino menyulam senyum penuh keyakinan.“Tapi, Dewi itu adalah amanat dari ibumu. Apakah kamu tak akan memberikan kesempatan kedua untuknya?” tukas Raffi yang mengingatkan bahwasanya pernikahan Dewi dan Rino adalah sesuai permintaan Dahlia---ibu Rino sudah meninggal.“Kek, saya sudah menunaikan amanat itu menikah dengan Dewi. Lantas jika salah satu dari kami yang salah, maka tak ada ampunan lagi atau tak ada kesempatan kedua,” hardik Rino tegas.“Ibumu baru meninggal satu tahun. Tapi, rasa
“Bagaimana keadaan kakek saya?” tanya Rino melihat Raffi terbaring di tempat tidur dengan ukuran king size.“Rino, kakekmu mengalami serangan jantung. Untungnya segera ditangani dan saya kebetulan ada di tempat yang sama dengan Pak Raffi.” Dokter yang usianya kepala tiga menjadi dokter pribadi Raffi yang mempunyai penyakit jantung dan darah tinggi.Rino mengembuskan napas lega mendengar kondisi sang kakek yang baik. Dia sempat berpikir aneh-aneh saat di mobil. Tidak terbayang jika dia harus kehilangan Raffi. Lelaki itu sangat menyayangi kakeknya. Kemudian Rino duduk di tepi ranjang dan mengusap wajah Raffi begitu lembut.“Rino,” lirih Raffi sembari membuka matanya perlahan.“Kakek, istirahat dulu. Kenapa Kakek harus datang ke acara pembukaan lukisan yang ada di Kemang?” dumel Rino menatap sendu lelaki berambut putih tersebut.“Kakek suka seni.”“Kondisi Kakek harus diperhatika
Di tepi jalan-jalan, banyak ditanami pohon-pohon menjulang tinggi memanjakan mata, seperti pohon pinus yang berfungsi sebagai penyerapan air ketika musim hujan. Di pagi hari udara di daerah pegunungan itu sangat dingin sekali. Udara di sana masih bersih dan segar. Lelaki berhidung bangir itu berdiri di tepi jalan dan ia mengembuskan napas panjang. Satu lolos kata yang keluar dari mulut Rino adalah kata sejuk karena belum banyak bercampur dengan polusi. Bahkan embun dan kabut masih menutupi hijaunya daun-daun. Suara burung burung yang berkicau terdengar sangat indah bak menyambut kedatangan Rino. Iya, lelaki itu sengaja pergi dari rumah pagi-pagi buta tanpa sepengetahuan sang kakek. Pemandangan alam yang indah, sejauh mata memandang tampak terdapat gunung yang tinggi, besar, dan biru. senyum lelaki terbit melihat pemandangan pedesaan. Sungguh jauh berbeda dengan di kota. Lalu-lalang kendaraan dan gedung-gedung tinggi. Kini yang Rino lihat sepanjang perjalanan adalah p
PerselisihanKedatangan Rino di kampung Sukasari itu menjadi buah bibir para gadis yang terpesona oleh ketampanan dan kegagahan Rino saat lelaki itu dibawa jalan-jalan ke pasar malam oleh Tomi.Suasana di tempat itu ramai. Riuh orang-orang berjalan lalu-lalang. Bianglala pun menjadi magnet bagi yang baru datang ditambah dengan lampu-lampu warna-warni bak pelangi mengundang decak kagum. Banyak pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya untuk mencari sesuap nasi. Rino menyisir setiap sudut pasar malam yang selalu ada di malam minggu. Dia mengulas senyum saat melihat anak-anak raut wajahnya terpancar sumringah bermain riang karena permainan di pasar malam itu beraneka ragam.Tomi meminta Rino agar menunggunya di dekat bianglala karena Tomi ada kepentingan mendadak panggilan alam. Maka lelaki berhidung bangir itu berdiri bergeming sembari melihat orang-orang berpasangan naik bianglala.Namun, tiba-tiba seseorang meneriakinya maling. Sontak Rino terkesiap d