Share

Chapter 7 Menjadi Pribadi Lain

Sebuah mobil putih mengkilat dengan ban-ban hitam yang kontras dengan warna aspal berhenti di depan rumah tak berpenghuni. Seorang pria berpenampilan rapi keluar dari mobil, lalu menatap ke sebuah jendela tanpa kaca. Di sana Alecta sudah menunggu.

Alecta mengambil napas panjang. “Ini saatnya memulai membalaskan dendam. Kamu bisa Alecta. Buat Freya menderita karena pernah merampas orang yang kamu sukai! Buat Freya menanggung akibat karena menjungkirbalikan kehidupanmu dalam semalam. Buat Freya membayar semua ini.”

Alecta sudah memantapkan tekadnya. Dia hanya ingin membuat Freya merasa kehilangan. Dia mengangkat tas besar dan amplop berisi surat kontrak yang tulisan sudah pudar. Saat melangkah keluar, Alecta mendapat sambutan penuh penghormatan di lakukan oleh pria itu.

“Saya Naratama, utusan dari Nyonya Freya. Silakan masuk, Miss Alecta.” Pria itu membukakan pintu mobil seakan menyuruh Alecta agar segera bergegas.

Alecta memasuki mobil itu. “Kita mau ke mana?” Tadi, dia pikir Freya ada di dalam mobil ini.

“Ke tempat Nyoya Freya.”

Alecta teringat akan drama penculikan tempo hari. Apakah yang dimaksud apartemen kemarin?

Alecta mencoba tidak memikirkannya lebih jauh. Pandangannya terlempar ke jalanan. Di balik jendela mobil, dia disuguhkan pemandangan kawasan kelas I yang tak lain tempat hunian yang diperuntukan untuk kalangan menengah.

Sebenarnya, dalam pemetaan kelas-kelas seperti ini tidak ada dalam peta Kota Dennosam. Tapi warganya sendiri yang membuat batas-batas seperti itu. Di Kota Dennosam, terdapat empat kelas kawasan hunian berdasarkan status sosialnya, pendapatan, dan jabatan yang dipegang.

Kawasan elit, merupakan kawasan yang dihuni oleh orang-orang kaya dengan status sosial tinggi. Di sana terdapat satu keluarga garis keturunan pendiri kota. Bisa disebut keluarga keturunan bangsawan, termasuk Priam Ardiaz, suami Freya. Selain keluarga terpandang, ada juga walikota beserta jajarannya, para artis yang terkenal juga tinggal di kawasan itu.

Kawasan kelas I dan kawasan kelas II, merupakan kawasan yang dihuni oleh orang-orang dengan kondisi perekonomian menengah ke bahwa. Mereka bekerja sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan dalam kota maupun luar kota.

Kawasan kelas III, merupakan kawasan yang di huni pekerja yang datang dari kota lain untuk mengadu nasib di Kota Dennosam. Tempat tinggalnya pun tidak bisa dibilang layak karena bisa terjadi banjir jika musim penghujan tiba. Hal semacam ini sangat lumrah terjadi karena sanitasi yang buruk dari pihak penyewa seperti Mami Gendut.

Mobil yang ditumpangi Alecta berhenti di basement sebuah apartemen. Berbeda dengan apartemen sebelumnya, kali ini dia benar-benar penasaran dengan rencana Freya.

“Kenapa di sini?” Alecta memberanikan bertanya kepada Naratama. Dia sudah bersiap lari dari tempat ini, dan berteriak minta tolong.

Naratama menjawab, “Nyonya Freya ada di sini. Miss akan tinggal di tempat ini.”

Alecta memicingkan mata ke arah sopir. “Bisakah aku memercayaimu?”

“Saya hanya sebagai sopir, bertugas untuk menjemput Anda. Urusan percaya atau tidak itu urusan Anda.”

Naratama sudah berjalan menuju lift. Alecta berjalan di belakangnya dengan membawa tasnya sendiri. Di dalam lift sopir itu tidak mengajak Alecta berbicara. Mungkin saja ia tidak mau berbicara dengan orang yang tidak selevel dengannya. Ditambah, penampilan Alecta yang super kumal, terlihat dari pantulan dinding lift.

Lift terbuka, sopir itu berjalan di depan, sedangkan Alecta tetap mengikutinya. Dari jendela-jendela koridor menampilkan pemandangan yang menakjubkan. Pemandangan dari lantai 48.

“Lewat sini,” ucap Naratama memberitahu Alecta agar cepat datang.

Pintu warna putih susu bertuliskan nomor 4803B terpajang di sana. Naratama menempelkan sebuah kartu berwarna emas mengkilat di pintu. Bunyi bip terdengar, secara otomatis pintu itu terbuka.

“Silakan.”Naratama mempersilakan Alecta untuk masuk ke dalam kamar itu.

Alecta berjalan perlahan sambil melihat isi apartemen ini. Dindingnya berlapis kertas motif bunga yang senada dengan warna-warna furnitur yang kalem menambah kesan nyaman.

“Selamat datang Alec.” Freya tersenyum penuh rasa bangga, mungkin bisa diartikan jika kedatangan Alecta adalah bukti Alecta telah menjilat ludahnya sendiri, sebab tempo hari Alecta sudah mengatakan jika dia tidak mau menerima tawaran ini.

Sesuai apa yang direncakan Alecta di rumah tak berpenghuni, dia harus menampilkan sosok Alecta yang polos, tidak tau apa-apa, dan lemah. Sebab jika tidak seperti itu dendamnya tidak bisa terbalaskan.

“Frey! Maaf jika aku bertamu dengan penampilan seperti ini.” Alecta tersenyum lebar menampilkan deretan gigi yang tidak begitu rapi dan tidak terlalu putih.

“Bertamu?” Freya berjalan mengelilingi Alecta. “Sebentar lagi kamu yang akan tinggal di sini.”

“Hah!” Alecta terkejut. Dia pikir akan tinggal langsung di rumah mewah bersama Freya.

Kalem, Alecta. Jangan perlihatkan wajah aslimu. Tetaplah menjadi Alecta yang polos. Tahan dulu nafsu balas dendammu!

Tatapan Freya berubah menjadi tatapan yang mengerikan. “Kenapa kamu terkejut? Ada yang salah?”

“Tidak, aku hanya kaget saat kamu bilang aku akan tinggal di apartemen ini. Rasanya seperti mimpi, Frey. Kamu pasti tau, kan, kalau aku tinggal di kawasan kelas III.” Alecta berharap aktingnya tidak buruk.

Freya hanya berdehem, lalu memberikan isyarat agar Naratama yang masih berdiri di dekat pintu untuk menjauh.

Setelah pintu ditutup barulah Freya menarik tangan Alecta untuk duduk di kursi samping meja makan. “Kamu duduk dulu, biar kubuatkan kopi.

“Baiklah.” Kali ini Alecta tidak menolak. Dia masih menebak-nebak apa yang sedang direncanakan Freya. Sejujurnya jika Alecta tinggal di sini, pembalasan dendam itu akan terasa sulit, karena dia tidak bisa menjangkau rumah mewah yang dihuni Freya beserta suaminya.

“Kamu yakin tempat ini untukku? Kenapa tidak di rumahmu saja? Bukankah lebih lebih efisien?” Alecta mencoba memancing Freya.

Gerakan tangan Freya terhenti saat mengaduk kopi. “Aku masih mampu untuk menyewakan tempat ini untukmu. Di rumah, sistemnya sangat rumit.”

“Serumit apa? Rumah sebesar itu, kan, hanya dihuni olehmu, suamimu, dan beberapa pelayan serta juru masak yang juga tinggal di situ.”

“Bagaimana kamu tau?” Freya tampak terkejut dengan apa yang diketahui Alecta.

“Aku pernah menonton sebuah acara yang isinya blusukan di rumah-rumah artis. Saat itu, rumahmu masuk tivi,” Pancingan Alecta berhasil membuat Freya sedikit gemetar. Bisa dibilang ini hanya gertakan saja.

“Iya seperti itu, Alecta. Tapi tidak sembarang orang bisa masuk.”

Dari penjelasan Freya, Alecta menyimpulkan jika ada sesuatu yang ditutupinya. “Begitu, ya ....”

Freya duduk di samping Alecta sambil menyodorkan segelas kopi. “Silakan diminum.”

Alecta hanya mengangguk. Dia sudah kenal dengan Freya selama tiga tahun. Salah satu sifatnya adalah memberikan sedikit kebaikan lalu mintanya lagi dalam jumlah yang lebih banyak.

“Hari ini kamu akan bertemu dengan suamiku, Priam Ardiaz. Tapi ....”

Alecta yang mendengar ucapan Freya sambil meminum kopinya, langsung terbatuk saat nama Priam Ardiaz disebutkan. “Hah?”

“Pelan-pelan minumnya.” Freya bangkit, lalu mengambil sebuah surat kontrak. “Tapi sebelumnya, kamu harus baca surat kontrak ini.”

“Bagaimana jika aku melakukan kesalahan saat bertemu suamimu?” Alecta sedikit terkejut mendengarkan permintaan Freya.

Bukankah ini terlalu cepat?

Freya memberikan surat kontrak itu kepada Alecta. “Tenang saja, aku yang akan mempersiapkanmu agar pantas bertemu dengannya.”

Alecta merasa bangga dengan aktingnya. Sebentar lagi, aku akan merebut semuanya darimu, Freya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status