Share

Chapter 8 Perbaikan Menjadi Cantik

“Poin ke-15, tidak boleh keluar apartemen kecuali saat pemeriksaan berkala ataupun dalam keadaan mendesak. Poin ke-16, tidak boleh membocorkan hal ini kepada media dan hindari paparazi.” Aleta tidak percaya jika isi surat kontrak ini ada 100 poin yang harus dipatuhinya. “Kamu membuat surat ini jauh lebih detail dari sebelumnya.”

Freya masih menikmati kopinya. Sejenak ia belum menjawab pertanyaan Alecta.

“Poin ke-27, dilarang membawa teman ataupun saudara ke apartemen ini. Kamu ingin menyiksaku dalam kesepian?” Alecta menatap tajam lawan bicaranya yang masih menyesap kopi. “Jawab aku, Frey.” Alecta sudah merasa gemas karena tak kunjung dijawab.

Freya meletakkan cangkir kopinya dengan lembut, seolah sedang makan bersama keluarga kerajaan. Kini, ia menatap Alecta. “Iya, aku mendetailkan semua surat kontrak itu agar kerahasiaan surogasi ini tetap terjaga. Tidak bocor pada media, karena aku tidak menyukainya. Mereka cenderung melebih-lebihkan temuan padahal itu sebatas rumor.”

“Masuk akal, tapi, semua syarat di sini terlalu konyol, Frey. Kamu tega, jika ada ibu hamil tinggal sendirian di tempat seperti ini?” Kesabaran Alecta benar-benar diuji dengan isi surat ini. Jika diperbolehkan, dia ingin merobek kertas-kertas itu menjadi bagian yang lebih kecil, lalu dibuang ke luar jendela.

“Oh, kamu butuh teman. Aku bisa memberimu salah satu pelayanku.”

“Kamu ingin aku tinggal bersama orang lain? Arrrrghhh!” Alecta memijat keningnya. “Terkadang aku tidak tau bagaimana jalan pikiranmu.”

“Tenanglah, persyaratan itu tidak sekaku yang kamu kira, Alec. Yang terpenting, malam ini kamu harus mempersiapkan diri untuk bertemu suamiku.”

Bertemu Tuan Priam Ardiaz. Meski terlalu cepat, tapi ini anak tangga pertama yang harus kupijak, batin Alecta.

“Kenapa aku harus bertemu suamimu? Aku jadi takut.” Alecta sedang berakting untuk menyakinkan jika dia adalah kelinci buruan yang kalah dengan serigala.

Mata Freya menyipit. “Kenapa?”

“Bertemu dengan darah bangsawan membuatku takut.”

Freya mendesah kesal. “Kamu bukan penjahat, cobalah berpikir lebih rasional!”

“Lalu apa yang harus kupersiapkan? Aku tidak punya baju bagus, kamu tau itu, kan, Frey?”

Freya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Sebentar lagi.”

“Sebentar lagi?” Alecta membeo, dia tak mengerti apa yang diucapkan Freya.

Suara bip terdengar, disusul pintu terbuka. Naratama datang membawa beberapa pakaian dan dua orang perempuan dengan gaya nyentrik, dengan rambut yang diwarnai dengan warna pink stabilo dan kuning stabilo.

“Sesuai pesanan Nyonya,” ucap Naratama.

“Kamu datang tepat waktu, Nara.” Freya tersenyum, sejujurnya sopirnya itu dapat diandalkan. “Nah, Alecta. Waktumu untuk mempercantik diri.”

Freya memanggil dua perempuan nyentrik itu dengan isyarat jari. Dua perempuan nyentrik itu mendekat dan memandangi Alecta dari ujung rambut sampai ujung kaki.

“Perbaiki dia,” titah Freya.

“Tunggu! Ini tidak ada dalam kontrak!” Alecta terlonjak kaget.

“Memang tidak ada. Aku sudah bilang jika isi kontrak tidak sekaku itu. Dan sekarang aku ingin kamu bersiap untuk bertemu dengan suamiku, Alec.” Freya memutar kedua bola matanya.

“Apa?”Alecta sudah berdiri, mengambil ancang-ancang untuk berlari jika diperlukan.

“Maaf, Nyonya Freya. Dia yang akan kita perbaiki?” Perempuan berambut warna kuning stabilo itu berbicara.

“Dia seperti boneka Annabelle yang tidak mandi seminggu,” sahut perempuan berambut pink stabilo. “Tenang saja, kami akan mengubahnya menjadi boneka Barbie yang cantik, jika dia menurut.”

“Kalau aku tidak mau menurut?” Alecta sudah mundur dua langkah dari tempatnya berdiri. Bersiap akan bersembunyi di kamar terdekat dengannya.

“Mungkin tampilanmu akan seperti boneka Chuky,” jawab perempuan berambut pink stabilo.

“Tidak! Aku tidak mau didandani seperti Chuky!” Alecta berlari ke kamar terdekat, lalu menutup pintunya.

“Sial! Kenapa pintunya tidak bisa dikunci?” umpat Alecta.

Freya terkekeh. “Aku lupa memberitahumu, Alec. Kalau pintu apartemen ini hanya bisa dikunci dengan kartu khusus.”

“Apa!” Alecta tak percaya. Sungguh Freya perempuan yang tidak mudah ditebak. Tadi, ia beraura sangat menyeramkan, sekarang malah tertawa.

“Segera urus dia,” titah Freya kepada dua perempuan nyentrik itu.

Dua perempuan itu mengambil dua tas yang berisi barang-barang yang dibutuhkan untuk memperbaiki boneka Annabelle menjadi boneka Barbie. Mereka bergegas menyusul Alecta.

Tak berapa saat, teriakan khas Alecta menggema. Dia sedang dalam prosesi pemaksaan agar terlihat cantik. Dua perempuan cantik itu sedang merontokkan bulu-bulu kaki dan tangan Alecta dengan teknik waxing.

“Aakkkhhhh!” Teriakan Alecta menggema lagi.

Beautiful is pain,” guman Freya sambil menikmati kopi bersama Naratama di ruangan lain.

“Oh iya, saya lupa akan sesuatu.” Naratama bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja yang dekat dengan pintu. “Tadi saya membeli donat untuk Nyonya.”

Naratama menyodorkan satu tas jinjing kepada Freya. “Silakan Nyonya.”

Freya mengambil satu donat dengan topping keju, lalu memakannya. “Ini enak!”

“Saya juga sudah memberitahu Pak Samsul agar bisa mengantarkan Tuan Ardiaz tepat waktu, dan memberinya profil Nyonya Alecta agar Tuan Ardiaz bisa membacanya.” Naratama tersenyum bangga seakan ingin dipuji lagi.

“Kamu memang bisa diandalkan, Nara.” Sekali lagi Freya merasa beruntung memiliki sopir yang super pengertian.

“Terima kasih, Nyonya.”

Setelah memakan donat dengan topping keju, Freya memutuskan akan pergi sebentar sembari menunggu Alecta yang masih meronta di kamar. “Mana kunci mobilnya.”

“Ini Nyonya.” Naratama menyerahkan kunci mobil. “Maaf, Nyonya mau ke mana? Saya bisa mengantarkan Nyonya.”

“Aku ingin pergi sendiri.” Freya langsung menyambar kunci mobil itu. “Tolong tunggu dia.”

“Baik Nyonya.” Naratama membungkuk sampai Freya keluar dari apartemen ini. Ia memiliki kartu yang sama seperti Naratama.

“Sakit!” jerit Alecta yang membuat Naratama harus tahan dengan suaranya.

“Sekarang aku tau alasan kenapa Nyonya memilih menunggu di luar.” Naratama mendesah malas. Lalu memilih memakan donat yang ia beli tadi.

Freya berjalan cepat menuju basement. Sesampainya basement, ponselnya berbunyi. Freya tersenyum ketika mengetahui siapa yang meneleponnya. Ia menjawab telepon itu sambil masuk ke mobilnya.

“Hai, My Honey. Aku punya waktu sekitar tiga jam.” Freya tertawa. “Kita bertemu di tempat biasa ya. See you, Honey.” Sebelum menutup telepon itu, Freya memberikan kecupan kecil yang sebenarnya sedikit konyol karena esensi kecupannya pun tidak benar-benar sampai.

Freya melajukan mobilnya keluar dari basement menuju suatu tempat yang bisa ia kunjungi.

***

Seorang sekertaris perempuan memasuki ruangan Priam yang luas ditambah dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan pelabuhan Kota Dennosam yang indah.

“Maaf, ada pesan untuk Bapak dari Pak Samsul, sopir Bapak. Kata beliau amplop ini dari Ibu Freya.”

“Terima kasih.” Priam menerima amplop cokelat besar. Sebelum sekertaris perempuan pergi, Priam berkata, “Ruangan untuk rapat sudah dipersiapkan?”

“Sudah, Pak. Sekitar tiga puluh menit lagi, klien akan datang.”

“Iya, terima kasih.”

Setelah sekertaris itu keluar, barulah Priam membuka amplop dari istrinya itu. Sebuah profil perempuan bernama Alecta Zeline yang bersedia menjadi kandidat surrogate mother. Ia membaca di mana perempuan itu lahir dan apa keyakinannya, untuk memastikan jika perempuan itu tidak menuntutnya seperti keyakinan yang dianut masyarakat Kota Dennosam.

“Kota Numa? Dia satu kota dengan Freya?” Sekarang priam jadi tau mengapa istrinya bisa mengatasi masalah ini.

“Kenapa aku tidak yakin jika perempuan bernama Alecta ini bisa menanggungnya?” Priam jadi ragu. Ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Tiga jam lagi, aku akan bertemu dengan dia. Alecta Zeline. Semoga sesuai harapanku.”

***

Dua perempuan nyentrik itu keluar dari kamar dengan senyuman merekah yang mereka perlihatkan kepada Naratama.

“Kami sudah mengubah boneka Annabelle itu menjadi boneka Barbie yang cantik,” ucap perempuan dengan rambut pink stabilo bangga.

“Anda bisa melihatnya  sekarang,” sahut perempuan berambut kuning stabilo.

Naratama bangkit untuk mengecek penampilan Alecta. “Oke, semoga Nyonya Freya menyukainya.”

Tepat saat Naratama memasuki kamar, di sana seorang perempuan duduk dengan wajah sudah dipoles make up dan rambut yang tertata indah. Aroma bunga yang menyenangkan tercium.

Alecta merasa lega, akhirnya penyiksaan menjadi cantik itu selesai. Dia kagum dengan wajah dan rambut yang ditata sedemikian rupa. Bahkan tubuhnya merasa bersih bebas dari daki dan kotoran yang menempel.

Tak salah jika mereka menyiksaku selama dua jam lebih! jerit hati Alecta.

“Ternyata Miss cantik juga,” puji Naratama yang terpukau dengan penampilan Alecta.

Setelah sekian lama, baru kali ini Alecta mendengar kata ‘cantik’ yang terucap dari bibir pria lain. Padahal sebelumnya hanya satu pria yang selalu memuji jika Alecta adalah gadis cantik di matanya, yaitu Ayah.

“Te-terima kasih.” Wajah Alecta bersemu merah muda seperti sakura yang baru mekar.

“Nah sekarang, kita akan memilihkan baju untuk Miss Alecta.” Naratama pergi dari kamar untuk mengambil beberapa gaun yang cocok untuk Alecta. “Saya akan memberitahu Nyonya Freya kalo Miss hampir siap. Sebentar lagi, Anda akan menemui Tuan Priam Ardiaz.” Meskipun sosok Naratama tidak ada di kamar, tapi Alecta masih bisa mendengar suaranya yang jernih dan renyah, seperti penyiar radio.

Naratama dan perempuan berambut kuning stabilo kembali, masing-masing membawa lima potong gaun, sedangkan perempuan berambut pink stabilo mendorong rak berisi aksesoris.

“Silakan pilih gaun yang akan Miss pakai,” ucap Naratama.

Ada sepuluh gaun bermerk terkenal disediakan untuk Alecta. Dia bangkit untuk memilih mana yang pantas untuk dirinya.

Pakaian apa yang disukai Priam? Terbuka atau tertutup? Glamor atau sederhana? Monokrom atau berwarna? Cerah atau gelap? Long or short?

Alecta berpikir keras bagaimana memikat Priam dari pandangan pertama. Jika Alecta memakai pakaian seperti Freya apakah Priam akan menyukainya juga? Jawabannya belum tentu. Di mata Alecta, Freya adalah perempuan tercantik yang pernah dia temui. Meskipun memakai pakaian sederhana, Freya tetap cantik seperti ratu.

Lalu, aku harus memilih yang mana?

Alecta mengingat sebuah artikel yang pernah dibacanya beberapa bulan yang lalu dari majalah dewasa. Di situ ada survei dari 100 pria dewasa yang diwawancarai perihal pasangan impiannya. Rata-rata mereka lebih menyukai perempuan yang sederhana tidak terlalu glamor dengan wajah yang tidak membosankan.

Sejujurnya artikel itu sedikit membual. Percayalah jika kebanyakan pria dewasa lebih menyukai perempuan berwajah cantik dan berpenampilan menarik. Catat juga, mereka menyukainya, tapi terkadang tidak rela mengeluarkan banyak uang agar perempuannya tetap menarik hati. Alecta masih ragu untuk mencari gaun yang pas untuk dirinya.

“Bagaimana aku bisa memilih! Gaun-gaunnya sangat cantik!” seru Alecta.

Naratama tertawa. “Anda bisa mencobanya satu per satu, Miss Alec.”

Kedua perempuan berambut nyentrik mengangguk. Mereka menyuruh Naratama untuk keluar kamar lagi.

Gaun pertama, modelnya pendek dan ketat sehingga mengekspos tubuh Alecta yang kurus. Bagian dadanya kurang menonjol karena dia memiliki ukuran payudara yang agak rata.

“Ini tidak nyaman,” keluh Alecta. Dia sempat menutupi kakinya karena terlalu potongan gaunnya terlalu pendek.

Naratama juga setuju. Ia menyilangkan tangannya tanda tidak menyukai penampilan Alecta.

Alecta kembali ke kamar untuk mengganti dengan gaun lain. Tak sampai 10 menit, dia kembali lagi dengan gaun yang longgar dengan aksen bulu-bulu yang sedikit norak. Alecta memutar bola matanya tanda dia benar-benar tidak menyukainya.

“Miss terlihat seperti ayam betina.” Naratama kembali menyilangkan tangannya.

Gaun ketiga juga sama, Alecta memakai long dress dengan warna hitam dan sedikit payet di bagian dada.

“Jika ada topi kerucut, lalu aku memakainya, pasti penampilanku seperti penyihir. Sebaiknya gaun ini dipakai saat hallowen.” Alecta mencibir penampilannya sendiri. Mungkin jika Freya yang memakainya akan terlihat seperti putri kerajaan.

“Iya, sepertinya Miss cocok menjadi penyihir.” Naratama tertawa. Ia menyilangkan tangannya.

Selanjutnya Alecta memakai gaun yang full payet. Terlihat blink-blink dan mewah. “Aku seperti lampu di kelab malam.”

Naratama menyilangkan tangannya, tanda ia tidak menyukai gaun itu.

Pada akhirnya Alecta memilih gaun yang tidak terlalu mencolok, dengan desain sederhana, tapi manis. Ditambah warna dominasi putih dan hitam, lalu rempel di bagian ujung gaun. Aksen pita di leher serta model lengan panjang, bawahan selutut memberi kesan imut meskipun Alecta sudah berumur 26 tahun.

Nice!” Komentar Naratama ketika melihat penampilan Alecta. Ia juga memberikan dua jempol sebagai tanda jika ia menyukai penampilan Alecta.

Alecta tersenyum, dia memandangi dirinya di depan cermin, dan beberapa kali memuji dirinya sendiri.

Dua perempuan berambut nyentrik itu pamit karena tugas mereka telah selesai. Naratama memberi dua amplop sebagai balas jasa mereka. Sekarang di apartemen itu terdapat dua orang, Alecta dan Naratama.

“Sebentar lagi Nyonya Freya akan datang, beliau sudah ada dalam perjalanan, Miss,” kata Naratama. Matanya masih fokus menatap layar ponsel.

“Oke, Tama.” Alecta masih memandang dirinya di cermin bundar yang terpasang di tembok.

“Tama?” Naratama mengernyit.

“Panggilan dariku. Aku merasa kurang pas jika memanggilmu Nara.”

“Tama, nama yang bagus, Miss.”

“Nah, Tama.” Alecta duduk berseberangan dengan Naratama. Mereka hanya terpisah dengan meja selebar setengah meter. “Aku ingin bertanya padamu.”

“Silakan Miss, jika aku bisa, pasti aku akan menjawabnya.”

“Bagaimana kepribadian Priam Ardiaz?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status