Share

Pria Dingin Itu

Kirei sejak tadi sibuk menelepon ponselnya yang tadi pagi tertukar dengan seorang Bapak yang tidak sengaja dia tabrak. Tapi nihil, di seberang sana tidak ada yang menjawab ponselnya. Kirei mendesah frustasi.

“Bukannya sudah ke kantor Polisi? Apa katanya?” Ujar Jessica, sahabatnya sekaligus teman serumah yang tengah menonton drama korea melalui laptopnya tidak tahan melihat sahabatnya itu terlihat gelisah seperti kucing tidak diberi makan 3 hari.

“Sudah, aku kesana berharap ayah dari sahabatku tercinta yang seorang polisi membantuku. Tapi kamu tahu ayahmu bilang apa?”

“Karena ponsel dia juga ada padamu jadi ini tidak bisa disebut pencurian, jadi tunggu saja sampai orang itu menjawab,” Ujar Kirei menirukan nada suara Pak Polisi yang sekaligus ayah dari teman di depannya ini. Keduanya tertawa.

“Malang sekali nasibmu hari ini, bertemu dengan mantanmu yang ternyata atasanmu hingga ponsel tertukar. Bukankah itu ponsel baru?” Jessica menghampiri sahabatnya itu dengan menenteng laptop yang masih memutar drama korea, dia bersandar di bahu Kirei. Kirei hanya bisa mengangguk lemas.

“Tapi tidak begitu buruk. Tadi aku bertemu pria tampan di kantor Polisi,” ujar Kirei tiba-tiba. Jessica langsung duduk tegak “Serius? tampan bagaimana ? Kamu minta nomornya engga?” jawabnya semangat.

Kirei langsung mendelik menatap Jessica “Heh sadar kamu udah punya pacar? Kenapa bersemangat sekali?”

Jessica mengerucutkan bibirnya tapi kemudian Kirei mendekatinya dan berbisik “Tampan sekali benar-benar type kamu.” Jessica tersenyum semangat sangat penasaran dengan pria yang di ceritakan Kirei karena Kirei bukan type gadis yang suka memberi pujian pada wajah seseorang jika Kirei memuji wajah pria berarti pria itu benar-benar sangat tampan.

“Tapi aneh, rasanya tidak asing seperti aku pernah melihatnya di suatu tempat tapi tidak yakin dimana,” gumam Kirei pelan hampir tidak terdengar oleh Jessica.

Tiba-tiba ponsel jessica yang sedari tadi Kirei pinjam berdering. Kirei bersemangat dan melihat ponsel itu mengira orang yang tertukar ponsel dengannya memanggil balik, tapi ternyata di ponsel itu tertera sebuah nama di layarnya.

‘Pacar‘

Jessica yang melihat itu langsung merebut ponselnya dan segera mengangkat telepon itu dan memberikan isyarat jangan berisik di depan Kirei, Kirei hanya terkekeh melihat kebucinan sahabatnya.

                                    ...

Malam yang dipenuhi bintang terang serta suara binatang malam terdengar sangat jelas karena malam yang begitu hening. Di sebuah rumah tepatnya di atap suatu rumah, terdapat satu ruangan kecil di depannya ada teras yang tidak begitu luas, seorang pria yaitu Haru tertidur menatap bintang di langit.

Haru terbangun dan menghela napas kemudian bangkit dan segera masuk ke ruangan kecil itu, ruangan kecil itu adalah rumahnya. Di dalam ruangan itu hanya ada satu tempat tidur untuk satu orang, ada sebuah dapur di samping tempat tidur dan sebuah sofa berwarna abu-abu.

Haru mengambil air mineral yang ada di dalam kulkas dia menoleh pada ponsel di depannya. Dia baru ingat jika ponselnya hilang, ini bukan ponselnya. Apa yang sebenarnya terjadi?

Haru mengambil ponsel itu berjalan menuju sofa dan membaringkan tubuhnya di atas sofa itu. Dia melihat ponsel itu ada 27 panggilan tidak terjawab dari ‘teman serumah’. Dia menatap ponsel itu tepatnya pada rumah pohon yang menghiasi layar kunci ponsel itu. Bukan hanya type ponselnya yang sama tetapi layar kuncinya juga sama, bergambar rumah pohon persis seperti miliknya. Tapi tentu saja rumah pohon berbeda.

Haru mencoba membuka kode kunci layar itu ‘0000’ ponsel itu bergetar menandakan jika kodenya salah. Lalu dia dengan iseng menekan lagi ‘1234’ dan siapa sangka ponsel itu terbuka, Haru menyunggingkan senyum mengetahui betapa sederhananya pemilik ponsel itu memberikan kode kunci. Sungguh tidak berguna.

Haru terdiam melihat wallpaper ponsel ini, dua orang gadis tengah duduk berdua dengan banyak makanan di depan mereka. Mereka terlihat sangat akrab di foto itu sembari saling merangkul. Haru menyadari salah satu gadis yang ada di foto itu seperti tidak asing. Dia adalah gadis yang dia temui di depan kantor polisi tadi siang.

Kebetulan macam apa ini?

Haru mencoba menghubungi kembali nomor ponsel ‘teman serumah’ itu namun tidak bisa. Suara di seberang sana memberitahu jika nomor telepon yang sedang di tuju tengah berada di panggilan lain. Haru masih melihat ponsel itu dan merasa sedikit penasaran, dia menekan ikon galeri pada ponsel itu dan di sana sangat banyak foto selfie. Haru membuka satu persatu foto itu.

Setelah beberapa saat Haru masih sibuk dengan kegiatannya yang tidak sopan yaitu melihat-lihat isi ponsel orang lain. Dia terkadang tertawa, terdiam, dan kadang berkata ‘apaan nih’ saat me-stalk ponsel orang lain itu. Hingga akhirnya dia tersadar saat sebuah panggilan masuk dari ‘teman serumah’. dia segera menjawab panggilan itu.

Terdengar suara terkejut di seberang sana,

"Halo ini bapak yang tadi ya? Maap pak ini saya yang tadi pagi di halte nabrak Bapak, ponsel kita tertukar Pak." suara seorang gadis sangat bahagia terdengar. Haru awalnya diam saja hingga akhirnya dia membuka suara.

"Iya," jawabnya singkat.

"Bisa ketemu enggak Pak besok? Soalnya di ponsel saya ada file file penting Pak," ujarnya lagi.

"Iya," lagi-lagi Haru hanya menjawab singkat.

“Mau saya yang nentuin waktu sama tempatnya atau Bapak?"

“Terserah.”

Gadis itu terdengar mendengus kesal “Kalau gitu saya kirim alamat ketemuannya ya Pak tolong saya. Ponselnya sangat penting.” Suara putus asa gadis itu terdengar, Haru terkekeh pelan. Dia menutup panggilannya.

Beberapa saat kemudian sebuah pesan masuk ke ponsel itu.

Teman serumah: ‘Cafe vanilla jam 4 sore.

Ps: tolong pak untuk tidak terlambat karena saya hanya punya waktu di waktu itu saja T.T’

Haru terkekeh geli melihat isi pesannya.

                                  ...

Kirei dan rekan-rekan kerjanya tengah makan siang di kantin perusahaan, hari ini adalah hari kedua Kirei bekerja tapi rekan-rekannya sangat ramah dan tidak membuat batasan sehingga membuat Kirei juga nyaman. Seorang wanita duduk di samping Kirei dan menyapa kirei.

"Hallo pegawai baru ya? Kenalin aku Renata aku asisten senior di sini." Sapanya sambil mengulurkan tangan, Kirei tersenyum dan segara menyambut jabatan tangan asisten seniornya tersebut.

"Halo bu, saya Kirei penerjemah baru." Wanita itu menganggukan kepala dan segera bangkit pergi untuk mengangkat teleponnya yang baru saja berdering, sebelum pergi wanita itu menepuk bahu Kirei ramah.

Kirei menoleh ke rekan kerjanya yang lain dan menyadari jika mereka tengah menatap sinis pada wanita yang baru saja menyapanya. Rekan kerja di sampingnya berbisik pada Kirei “Jangan dekati dia. dia orangnya tukang pamer, berisik dan menyebalkan.” Kirei tidak tahu harus bereaksi apa.

Seorang pria tiba-tiba duduk di tengah-tengah mereka, jaraknya agak jauh dengan Kirei tapi masih satu meja. Orang-orang di sekeliling hampir terkena serangan jantung melihat siapa yang baru saja datang. Dia adalah manager, Faisal. Kirei juga kaget melihat musuhnya sekaligus atasannya itu duduk di sana.

“Bapa ngapain disini?” tanya seseorang di samping Faisal. Terlihat jika Faisal jauh lebih muda daripada seseorang yang baru saja bertanya itu tapi karena posisi Faisal lebih tinggi orang itu tetap memanggil Pak.

“Mau apa lagi? Jelas mau makan lah,” ujarnya santai. Dia mengambil sup dengan sendok lalu memasukannya pada mulutnya. Dia tidak peduli dengan orang-orang yang menatapnya aneh, Kirei juga heran mengapa orang-orang begitu terkejut, bukankah wajar dia makan bersama di sini.

Wanita di sampingnya lagi-lagi berbisik pada Kirei "Pak Faisal sudah bekerja di sini hampir 3 tahun tapi baru kali ini dia makan bareng kita." Kirei sedikit menganga terkejut mendengar alasannya. Dia melihat Faisal dan tidak sengaja mata mereka saling bertemu, keduanya segera mengalihkan pandangan mereka.

                                   ...

Kirei melangkahkan kakinya kesebuah cafe dengan interior dominan putih hijau, setelah pulang dari bekerja dia langsung kesini untuk bertemu bapak yang ponselnya tertukar dengannya. Kirei masuk ke cafe itu matanya terlihat menjelajahi setiap sudut cafe mencari sosok Bapak yang kemarin dia lihat, dia tidak menemukan Bapak itu, di sana hanya ada sepasang kekasih yang tengah mengobrol, tiga orang wanita yang tengah sibuk dengan laptopnya masing-masing. Dan seorang pria tengah duduk di pojok yang melihat kearahnya.

Kirei melihat pria itu bingung, mengapa pria itu terus melihat dirinya?

Dia mengabaikan pandangan pria itu dan melihat arlojinya yang menunjukan pukul 3.55. Dia ingin menelepon Bapak itu tapi dia tidak membawa ponsel karena tentu saja di pakai pemiliknya, Jessica.

Akhirnya Kirei memutuskan untuk duduk di salah satu bangku di sana. Dia menoleh pada pria di pojok yang tadi memandanginya, pria itu ternyata masih melihat kearahnya. Kirei yang merasa tidak nyaman, balik menatap pria itu tatapannya dibuat mengintimidasi agar pria itu tidak lagi menatapnya. Namun pria itu tetap gigih dia menyilangkan tangannya di dada dan terus menatap Kirei. Seperti sedang kontes eye contact mereka saling menatap.

Kirei mengedipkan matanya dia tersadar dia pernah melihat pria itu, pria bermata dingin yang dia lihat di kantor Polisi. Pria itu, Haru. Mengeluarkan sebuah ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang. Tidak lama, seseorang di seberang sana mengangkat teleponnya.

"Saya sudah sampai di Cafe Vanilla," ujar Haru pada seseorang di sebrang telepon. Ucapannya terdengar oleh Kirei, "Oh!" Kirei berseru dia mengenali ponselnya dia bangkit dan berjalan mendekati pria itu.

“Itu bukankah ponsel saya? Dimana kamu menemukan ponsel saya?” Kirei duduk di depan pria itu. Pria itu menatap Kirei, dia menutup panggilannya. Melihat pria itu hanya diam dan tetap menatapnya, Kirei mengeluarkan ponsel dan menaruhnya di atas meja. “Itu ponselku. Sesuatu terjadi, aku tidak sengaja menukarkan ponselku dengan ponsel ini. Tapi, ponsel ini milik bapak-bapak. Mengapa ponsel saya ada padamu?” ujar Kirei panjang lebar.

Pria itu menjawab singkat “Itu ponselku.”

Pria itu hendak mengambil ponsel yang Kirei taruh di atas meja tapi Kirei segera mengambil ponsel itu. “Dimana kau menemukan ponselku?” tanyanya tegas.

Pria itu menatap Kirei, dia menghela napas "Apa kau tidak mengenali suaraku? Kita bertelepon semalam," jawab pria itu dengan tatapan datar di wajahnya. Kirei memiringkan kepalanya masih tidak percaya.

“3105,” ujar pria itu masih setia dengan tatapan datarnya.

“Ha?” Kirei yang awalnya tidak kepikiran langsung menyadari pria itu menyebutkan kode ponsel, Kirei membuka ponsel itu dan memasukan kode yang disebut pria itu benar saja ponselnya terbuka.

Dia tersenyum canggung dan menyerahkan ponselnya dengan mengulurkan ponselnya ke atas meja. Dia mengulurkan tangannya meminta ponselnya tapi pria itu diam saja.

Haru mengambil ponselnya dan menatap Kirei. “Bagaimana saya yakin ini ponselmu atau bukan? Aku menghubungi seseorang, dan ada yang menjawab dan itu bukan kamu,” ujarnya panjang lebar sepertinya itu kalimat terpanjang yang dia ucapkan sejak tadi.

Kirei menganga tidak percaya, dia berpikir sejenak kemudian menjawab “Aku memakai ponsel temanku untuk menghubungi ponselku dan tentu saja ponselnya ada di temanku sekarang. Kalau tidak percaya buka saja kode ponselku ‘1234’”.

Haru tersenyum tipis dan memberikan ponsel itu, dia bangkit dan berkata “Kalau begitu saya pamit”. dan melangkahkan kakinya untuk pergi, Kirei terkejut dia menoleh dan hanya mendengus kesal, tidak sopan sekali pikirnya.

Belum terlalu jauh dari Kirei pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh pada Kirei dan berkata “Saya sarankan kamu untuk mengganti kode sandinya, itu terlalu mudah dibuka oleh orang asing”

Kirei melihatnya bingung pria itu melanjutkan langkahnya dan pergi meninggalkan cafe. “Apaan sih,” Cibirnya. Seperkian detik kemudian dia bangkit dari duduknya dan keluar dari cafe matanya melihat sekeliling mencari keberadaan pria itu namun pria itu sudah tidak ada.

Kirei berjongkok dan menjambak rambutnya sendiri. “Sial, tadi dia menelepon Jessica pakai ponsel ini. Bagaimana dia bisa tahu kodenya?” Kirei berteriak frustasi pria itu sudah membuka ponselnya.

                                   ...

Di sebuah tempat remang-remang dengan musik yang memekikan telinga, hanya lampu warna warni berkerlap-kerlip. Orang-orang tengah menari dengan pakaian mini dan saling menggoda lawan jenis. Ada juga orang-orang yang tengah duduk di depan meja besar, di depannya seorang wanita memakai pakaian seksi menuangkan minuman sembari memberikan kedipan pada penerima minuman.

Di antara orang-orang itu ada seorang gadis berjalan tidak nyaman dia adalah Jessica, dia melihat sekeliling seperti mencari sesuatu. Matanya menemukan sesosok yang sedari tadi dia cari.

“Jess , sini.” sosok itu melambaikan tangannya pada Jessica. Jessica ragu untuk mendekati pria itu karena di samping pria itu ada dua gadis yang tengah minum, bersandar pada pundak pacarnya. Pria yang setengah jam yang lalu menyuruhnya untuk datang ke suatu tempat. Pria itu adalah pacarnya, mereka sudah berpacaran 5 bulan. Dia tidak tahu jika tempat itu adalah bar yang dipenuhi gadis dan pria nakal seperti ini.

Seorang pria mendekati Jessica dan memegang pundak Jessica, Jessica terkejut dan segera menjauhi pria itu dan mendekati pacarnya. Pacarnya memberikan kode pada kedua gadis itu untuk pergi, setelah gadis-gadis seksi itu pergi pacarnya itu menepuk tempat duduk sebelahnya menyuruh Jessica duduk.

Jessica ragu-ragu tetapi akhirnya memutuskan untuk duduk. Pacarnya itu menyentuh bahu Jessica dan menawarinya minum. Jessica menghela napasnya kesal dia menatap pacarnya itu dan berdiri, “Ayo keluar dari sini dan bicara.” Jessica melangkah pergi, pacarnya itu menghela napas kesal dan mengikuti Jessica.

                                    ...

Di sinilah mereka di depan pintu masuk bar, Jessica menatap pacarnya itu

“Ada apa denganmu? Mengapa sikapmu berubah dalam semalam?” Ujar Jessica menahan emosi. Pacarnya itu menghela napas. “Aku kenapa? Aku hanya ingin bersenang-senang di sini. Aku lelah menjadi anak rajin tapi tidak pernah di akui oleh ayahmu. Ayahmu menganggap semua pria adalah anjing.”

Jessica menatap pacarnya tidak percaya “Jangan bekata begitu pada ayahku, ayahku hanya ingin yang terbaik untukku,” jawab Jessica kesal.

Pacarnya itu tertawa renyah “Jadi menurutmu aku adalah pria buruk?” tanyanya, pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Jessica. “Bukan begitu”.

Pacarnya itu mencengkram dagu Jessica kasar. Sebuah air tiba-tiba mengenai punggung pria itu, pria itu menghembuskan napas marah dia melepas cengramannya kasar dan berteriak marah, dia membalikan badannya melihat seorang pria tengah memegang gelas kosong. Dia menatap datar pada pacar Jessica.

“Kurang ajar. Kau orang yang menumpahkan air di punggungku hah?” pacar Jessica mendekati pria itu, pria itu hanya memberikan tatapan menusuk sedingin es kepadanya.

“Kamu menghalangi saya masuk. Mengapa berteriak di depan tempat umum seperti ini? Terlebih di depan pintu.” Pacar Jessica kesal dia mengepalkan tangannya dan menonjok tepat pada wajah pria itu, pinggiran bibirnya terlihat sedikit robek.

Jessica yang melihat itu terkejut dan ingin menarik pacarnya pergi tapi dia malah mengempaskan tangan Jessica kasar hingga ia jatuh tersungkur.

Pria dengan luka sobek di bibirnya itu menatap pacar Jessica. Pacar Jessica terdiam melihat tatapan pria itu tatapan pria itu benar-benar menusuk, dingin, dan dalam. Dia sedikit terintimidasi walaupun hanya melihat matanya. Seseorang yang terlihat seperti pegawai bar menghampiri dan memisahkan mereka karena mereka menghalangi pintu depan bar.

Pacar Jessica menatap pria itu dengan tatapan seakan mengatakan ‘mati kau jika kita bertemu lagi’  tapi pria itu tetap tidak bergeming masih dengan tatapan datarnya. Pacar Jessica ingin membawa Jessica pergi darisana tapi Jessica malah berteriak histeris membuat pacarnya bingung semua orang yang lewat menatap mereka penasaran. Pacarnya yang tidak tahu harus berbuat apa hanya pergi meninggalkan tempat itu sendirian. Setelah pacarnya pergi, Jessica bangkit. Dia menghampiri pria dingin yang tadi menolongnya.

“Kamu tidak apa-apa? Terima kasih sudah menolongku. Bibirmu terluka ayo aku antar ke rumah sakit,” ujar Jessica khawatir. Pria itu menatap Jessica dia mengusap ujung bibirnya yang berdarah lalu berkata dengan dingin, “Tidak perlu.” Pria itu pergi meninggalkan Jessica.

“Siapa namamu?” Pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh, dia terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab,

“Haru”.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status