Share

Bab 3. Arranged Marriage

Aubree duduk di sebuah ruang keluarga di mansion megah bersama dengan ibunya serta rekan bisnis dari keluarganya itu. Lima tahun lalu Aubree telah kehilangan ayahnya. Dan kini dia datang ke rumah salah satu rekan bisnis dari mendiang ayahnya. Tampak para pelayan sejak tadi mondar-mandir mengantarkan makanan dan minuman serta menyajikannya ke atas meja. Terlihat Aubree duduk dengan anggun. Balutan gaun berwarna hijau dengan model tali spaghetti membuat Aubre terlihat memukau. Senyuman hangat dan menawan selalu Aubree lukiskan kala ibunya tengah membahas bisnis dengan rekan bisnis keluarganya itu. 

“Aubree, tunggu sebentar ya, Sayang. Putraku masih ada di jalan. Dia pasti sebentar lagi akan datang,” ujar Bianca—ibu dari pria yang dijodohkan untuknya.

Hari ini adalah hari di mana Aubree menemui pria yang akan dijodohkan dengannya. Mungkin jika banyak gadis yang menolak perjodohan, lain halnya dengan Aubree. Terlihat Aubree yang sangat bersemangat dan begitu bahagia di pertemuan ini.

“Tidak apa-apa, Bibi. Aku sabar menunggu putramu,” jawab Aubree dengan ramah dan sopan. Senyuman tetap terlukis di wajah cantiknya.

“Kami mengerti kesibukan putramu, Bianca,” sambung Delina—ibu Aubree yang mengerti.

“Nanti setelah putraku datang, kita akan langsung membicarakan tanggal yang tepat pernikahan Aubree dan putraku,” ujar Arthur—ayah dari pria yang dijodohkan untuknya.

“Aku setuju, Arthur,” jawab Delina dengan senyumannya. Pun Aubree memberikan sebuah senyuman yang semakin lebar di wajahnya. Senyum yang begitu menunjukkan gadis cantik itu tampak bahagia.

“Maaf, aku terlambat.” Suara bariton memasuki ruang keluarga. Tampak pria itu sangat tampan dan gagah. Balutan jas formal berwarna silver membuat tubuh kekarnya tercetak begitu jelas. Dada bidang, rahang tegas ditumbuhi bulu-bulu, hidung mancung menjulang melebihi bibir tipis berwarna merah muda; pria itu layak dikatakan seperti pahatan yang tercipta sempurna.

“Sayang, kau sudah datang?” Bianca bangkit berdiri menyambut putranya datang dan memberikan pelukan hangat.

“Maaf, Mom. Aku terlambat,” ucap pria itu seraya membalas pelukan sang ibu.

“Ah, tidak apa-apa. Ayo, Mommy kenalkan dengan gadis yang tempo hari Mommy ceritakan,” ujar Bianca dengan semangat.

Detik selanjutnya, Bianca membawa putranya itu semakin menghadap Aubree dan ibu Aubree. “Nathan, ini Aubree Randall. Gadis cantik yang ingin Mommy tunjukkan padamu. Dan di samping Aubree adalah Bibi Delina, ibunya Aubree. Mommy yakin saat di pesta waktu itu pasti kau sudah bertemu dengan Aubree dan juga Bibi Delina,” ujarnya yang sontak membuat Nathan membatu.

Tampak raut wajah Nathan begitu terkejut. Sepasang iris mata cokelatnya menatap tak percaya gadis yang tengah duduk di hadapannya itu. Rambut pirang gadis itu, ditambah manik mata hijaunya membuat Nathan tak mungkin lupa.

“Kau …!”

Hi, Nathan. Senang bertemu denganmu.” Aubree tersenyum melihat Nathan yang begitu terkejut. Pria tampan itu tak bisa menutupi ekspresi wajah terkejutnya. Bahkan sepasang iris mata Nathan melebar, memberikan tatapan tak percaya.

Ya, tentu saja Nathan terkejut. Sejak kejadian di pesta, Nathan berusaha menghindar dari Keluarga Aubree. Dia tidak mau lagi berurusan dengan gadis yang tidak waras itu. Tapi kenapa sekarang dirinya harus bertemu lagi? 

“Nathan, Daddy rasa ini sudah waktunya untuk kamu segera tahu,” ujar Arthur—ayah Nathan—yang langsung membuat Nathan mengalihkan pandangannya.

“Maksudmu apa, Dad?” Nathan bertanya dengan nada dingin, dan tatapan begitu lekat pada sang ayah.

“Aubree adalah calon istrimu. Daddy dan Mommy bersama dengan Bibi Delina telah menjodohkanmu dan Aubree. Kalian berdua akan menikah bulan depan,” jawab Arthur yang sontak membuat Nathan semakin terkejut.

Nathan membisu untuk beberapa saat. Apa yang dikatakan ayahnya membuatnya begitu terkejut. Hari ini Nathan diminta datang ke rumah orang tuanya karena menuruti permintaan sang ibu yang akan mengenalkannya dengan seorang gadis. Tujuan Nathan hanya karena menghargai ibunya, tapi kenapa sekarang dia dihadapkan dengan perjodohan? Terlebih gadis yang dijodohkan dengannya adalah gadis yang tidak waras.

Nathan seakan dijebak. Jika dia menolak dengan tegas, maka kedua orang tuanya pasti akan malu di hadapan rekan bisnis kedua orang tuanya itu. Andai Nathan tahu bahwa ini adalah perjodohan. Dia tidak akan pernah mungkin menghadiri pertemuan tidak jelas seperti ini.

“Maaf, apa aku bisa berbicara dengan Aubree berdua saja?” pinta Nathan dengan nada dingin, namun terdengar sopan.

Delina tersenyum. “Tentu saja, Nathan. Tentu kau bisa bicara dengan Aubree. Kalian bisa saling mengenal lebih dekat.”

Bukan hanya Delina yang tersenyum mendengar Nathan ingin berbicara pada Aubree, tetapi kedua orang tua Nathan pun tersenyum senang.

“Aubree, pergilah bersama Nathan. Dia ingin bicara denganmu,” ucap Delina dengan hangat pada putrinya.

Aubree tersenyum. Lalu dia pamit permisi mengikuti Nathan yang tengah berjalan menuju ke halaman belakang. Tampak wajah Aubree yang begitu bahagia melihat Nathan lagi. Pria di hadapannya ini memang selalu berhasil membuat darah yang mengalir di tubuhnya berdesir. Hanya cukup melihat wajah Nathan saja, sukses membuat organ-organ dalam tubuh Aubree bergejolak hebat.

“Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Aubree?” Nathan menghentikan langkahnya kala tiba di halaman belakang rumahnya. Pria itu membalikkan tubuhnya, menatap Aubree dengan tatapan yang begitu dingin dan tajam.

“Aku tidak merencanakan apa pun, Nathan,” jawab Aubree sambil membalas tatapan Nathan dengan tatapan anggun.

Nathan mengumpat dalam hati seraya memejamkan mata sesaat. Nathan berusaha mengendalikan emosinya agar tak meledak. “Jangan main-main denganku, Aubree! Kau sengaja meminta ibumu mendatangi orang tuaku agar aku mau menikah denganmu?” tuduhnya yang sudah yakin akal bulus dari gadis aneh di hadapannya itu.

Harusnya Aubree tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Nathan. Namun, kenyataannya Aubree tidak sama sekali marah. Gadis itu bahkan terlihat biasa saja. Seakan kata-kata Nathan tidak ada yang melukainya meskipun pria itu menuduhnya sembarangan. Karena memang Aubree tidak pernah mendatangi orang tua Nathan. Tepatnya setelah pesta itu selesai, semesta seakan mendukung Aubree. Ibunya memang berniat menjodohkannya pada Nathan. Tentu saja hal itu tidak mungkin Aubree tolak. Malah gadis itu begitu bersemangat.

“Aku tidak pernah meminta orang tuaku mendatangi orang tuamu. Bukankah beberapa hari lalu saat di pesta, aku sudah mengatakan padamu kita akan menikah?” Aubree membalikkan ucapannya dengan nada tanpa rasa bersalah. Gadis itu tersenyum dengan anggun.

Shit! Aubree, kau benar-benar sudah tidak waras! Kau tahu aku tidak menyukaimu. Bahkan aku tidak mengenalmu! Bagaimana mungkin bisa aku menikahimu, hah?” seru Nathan meninggikan suaranya.

Aubree melangkah mendekat pada Nathan. Manik mata hijaunya tak lepas menatap manik mata cokelat Nathan. “Tapi aku menyukaimu, Nathan. Aku juga mencintaimu. Sekalipun kau bilang tidak menyukaiku, pasti itu hanya sementara saja. Kau hanya terkejut dengan semua yang secara tiba-tiba. Aku yakin seiring berjalan waktu kau pasti akan menyukaiku dan mencintaku,” jawabnya dengan penuh rasa percaya diri.

Nathan mengusap wajahnya kasar. Nathan pikir dirinya sudah terbebas dari gadis yang tidak waras ini, tapi kenyataannya dia terjebak semakin dalam. Bahkan seperti terjerat oleh pagar berduri yang sulit untuk keluar.

“Aku tidak mungkin jatuh cinta pada gadis yang tidak waras!” seru Nathan dengan nada penuh peringatan dan tatapan tajam.

Aubree tak mengindahkan ucapan Nathan yang mengatakan dirinya tidak waras. Malah Aubree asik melihat wajah Nathan yang kesal dan marah. Emosi di wajah pria tampan itu membuat Aubree tidak berkedip sedikit pun.

“Kau tidak memiliki pilihan lain, Nathan. Kita memang ditakdirkan bersama. Ibuku dengan kedua orang tuamu sudah mengatur perjodohan ini,” ujar Aubree dengan senyuman anggun di wajahnya.

“Tidak akan! Aku akan menghentikan perjodohan sialan ini! Jangan harap aku akan menikahimu!” Nathan berkata begitu tajam. Pria itu langsung melangkah masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Aubree begitu saja.

“Nathan, tunggu aku!” Aubree segera berlari menyusul Nathan ke dalam rumah.  

“Dad! Mom!” Suara Nathan berseru lantang kala memasuki ruang keluarga. Ya, pria itu menatap dingin dan tegas kedua orang tuanya. Ingin rasanya Nathan meledakkan amarah, tapi itu adalah hal yang tak mungkin. Pun Nathan harus tetap menghargai tamu yang datang.

“Nathan? Apa kau dan Aubree sudah membahas pernikahan kalian?” tanya Arthur seraya menatap Nathan dengan tatapan yang serius dan tersirat ketegasan di sana.

“Dad, ini tidak mungkin. Aku bahkan baru mengenal Aubree. Bagaimana bisa aku menikah dengan gadis yang baru aku kenal?” seru Nathan dengan geraman tertahan. Rahang pria itu mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat.

Aubree bergeming di tempatnya kala melihat Nathan yang tengah menolak dirinya. Terlihat jelas Delina—ibu Aubree—tidak bersuara. Tepatnya ibu Aubree itu membiarkan Nathan dan Arthur berbicara.

“Kau dan Aubree akan menikah bulan depan, Nathan. Kalian masih memiliki waktu untuk berkenalan lebih dekat,” tukas Arthur menekankan, dan tak suka dibantah.

Nathan mengumpat dalam hati. Dia sudah tahu ini akan terjadi jika menentang keinginan ayahnya. Sejenak, Nathan mengatur napasnya meredakan amarah yang terbendung dalam dirinya.

“Tidak bisa! Aku belum mau menikah, Dad!” tegas Nathan penuh penekanan pada sang ayah agar tidak lagi memaksanya.

“Mau sampai kapan kau tidak mau menikah, Nathan? Kakakmu saja sudah menikah sebelum usianya tiga puluh tahun. Lagi pula aku dan ibumu memilihkan gadis yang tepat untukmu, Nathan!” seru Arthur dengan nada tinggi dan penuh penekanan. Pria paruh baya itu tak suka dibantah sedikit pun.

“Aku bilang aku belum mau menikah, Dad!” tegas Nathan lagi.

“Kau tidak memiliki pilihan, Nathan! Semuanya sudah aku atur! Aku tidak mau mendengar penolakanmu!” Artur menatap tajam putranya. Sorot matanya menunjukkan jelas kemarahan dalam dirinya kala Nathan menolak perjodohan ini.

“Nathan.” Bianca bersuara dengan penuh kelembutan. Dia menengahi perdebatan putra dan suaminya. “Aubree adalah gadis yang tepat untukmu. Meski kau belum mengenalnya, tapi perlahan nanti kau akan mengenal Aubree dengan baik, Nathan.”

Nathan mendesah frustrasi. Raut wajahnya terlihat jelas menunjukkan begitu kacau. Pria itu benar-benar seakan dijebak dalam pilihan rumit. Ya, di usia yang sudah memasuki 32 tahun ini memang kerap kali ditanyakan kapan dirinya untuk menikah, tapi Nathan tidak pernah menyangka kalau orang tuanya akan menjodohkannya dengan gadis aneh yang nyaris menjebaknya di pesta tempo hari.

Fine, kalian atur saja pernikahan itu.” Nathan dengan wajah yang kesal terpaksa menuruti permintaan kedua orang tuanya. Posisinya tersudut, dan tak mungkin bisa membantah. Sedangkan Aubree yang melihat Nathan menerima; gadis itu langsung tersenyum bahagia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status